Love Vs Money (Part 2)

Author : Xan She

Main Cast :

  • Bae Suzy ‘Miss A’
  • Lee Junho ‘2PM’

Genre : Romance, Life, Sad

Length : Chapter

Rating : PG-15

Disclaimer : Terinspirasi dari berbagai drama korea

Previous : Part 1

—<><>—

“Apa yang ingin kau bicarkan denganku?” Tanya Yuri pada pria di depannya yang hanya mentapnya aneh sejak keduanya duduk di bangku cafe tak jauh dari tempat mereka bekerja.

Junho masih saja menatap Yuri dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Mengapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?” Tanya Junho yang akhirnya bersuara.

“Mengatakan apa? Aku tidak mengerti yang kau tanyakan,” Yuri mengerutkan keningnya.

“Sebenarnya kau menganggapku apa? Apa kau tidak peduli dengan perasaanku?” Junho tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya di hadapan Yuri.

Mho?” Yuri masih saja belum mengerti arah pembicaraan Junho.

Junho menatap Yuri dalam-dalam baru kemudian kembali bersuara, “Kau sudah mempunyai kekasih selama lebih dari setahun ini. Mengapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?”

Yuri terlihat makin mengerutkan keningnya. “Mengapa aku harus menceritakannya padamu? Memangnya ada hubungan apa denganmu?”

Deg!

Ucapan Yuri barusan terasa begitu menyakitkan bagi Junho.

Memangnya ada hubungan apa denganku? Junho mengulang ucapan Yuri dalam hati. Apa ia sama sekali tidak pernah menganggapku ada? Apa perasaanku padanya selama ini masih kurang jelas? Apa perhatian yang kuberikan padanya tidak pernah ia sadari? Terlalu banyak pertanyaan yang ada di kepalanya saat ini. Junho sama sekali tidak menyangka ternyata Yuri tidak mempunyai perasaan yang sama dengannya.

“Oh, arasso,” Yuri mulai mengangguk pelan. “Aku memang seharusnya menceritakan hal ini padamu. Kau ini kan teman baikku,” kini ia mulai tersenyum manis pada Junho. “Mianhaeyo, Junho-ssi.”

Junho tidak membalas senyuman Yuri untuknya. Ia makin bertambah terpukul karena Yuri hanya menganggapnya sebagai teman. “Hanya teman?” Tanyanya tak percaya.

Yuri mengangguk kuat-kuat lalu perlahan senyumannya memudar. “Apa kau tidak mau berteman denganku?”

Junho terlihat mulai kesal dengan sikap Yuri yang sama sekali tidak memandang perasaannya selama ini. Harusnya wanita itu dapat dengan jelas membedakan antara perhatian seorang teman dan juga perhatian seorang pria terhadap wanita yang disayanginya.

“Ya, Yuri-ah, apa selama ini kau hanya menganggapku….” Kata-kata Junho terpaksa harus terhenti karena dering ponsel Yuri baru saja berbunyi nyaring.

Seketika wajah Yuri terlihat berseri-seri setelah membaca sederet nama di layar ponselnya yang berkedip-kedip. “ Yeobboseo? Ne, Oppa?” Jawabnya penuh semangat.

Tanpa perlu memastikan siapa penelpon itu, Junho dapat dengan mudah menebaknya. Siapa lagi yang bisa membuat ekspresi Yuri mendadak menjadi bersemangat seperti itu kalau bukan mendapat telepon dari kekasihnya, Taecyeon!

Arasso, aku akan segera kesana.” Yuri segera memutuskan sambungan telepon lalu beranjak dari duduknya. “Mianhaeyo, Junho-ssi. Aku harus segera menemui Taecyeon. Kita lanjutkan pembicaraan kita lain waktu. Aku pergi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari Junho, Yuri segera melesat menuju pintu keluar.

Junho hanya menatap kepergian Yuri dengan tidak percaya. Menyadari cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, terasa begitu menyakitkan untuknya. Mengapa setelah bertahun-tahun ia memendam perasaan ini, baru sekarang ia mengetahui bahwa Yuri tidak punya perasaan sedikitpun padanya?

Butuh waktu cukup lama untuk Junho menenangkan dirinya sendiri. Ia sangat kesal tiap kali memikirkan Yuri akan pergi bersama pria lain.

—<><>—

Eonni, kapan aku sudah boleh keluar dari tempat membosankan ini?”

Suzy menghentikan kesibukannya sejenak yang sedari tadi sibuk mengaduk-aduk bubur di mangkuk kecil untuk menyiapkan suapan selanjutnya. Ia menatap seorang bocah kecil berusia 4 tahun di hadapannya yang baru saja bertanya padanya.

“Kau harus banyak makan bila ingin cepat pulang,” jawab Suzy sambil tersenyum manis. “Sekarang buka mulutmu,” perintahnya pada adik kecilnya yang bernama Shinbi itu. Ia mulai mendekatkan sendok yang telah terisi bubur ke arah Shinbi.

Saat suapan dari Suzy mulai mendekat, Shinbi menolak untuk menyambutnya dan malah menoleh ke arah lain—menjauhkan mulutnya dari suapan Suzy. “Eonni selalu berkata seperti itu padaku, tapi aku masih juga berada disini. Aku benci rumah sakit!” Rengek Shinbi kemudian.

Kedua tangan Suzy mendadak melemah, suapan yang ia dekatkan pada Shinbi mendadak makin menjauh. Suzy merasa sangat sedih tiap kali adiknya itu mengatakan ingin cepat keluar dari rumah sakit.

“Kau harus makan banyak agar cepat sembuh. Setelah sembuh, kau sudah boleh keluar dari tempat ini.” Suzy hanya mampu menghibur Shinbi dengan mengusap pelan rambut bocah itu. Dalam hatinya, Suzy sangat sedih melihat kondisi Shinbi yang makin melamah setiap hari. Andai saja ia dapat menggantikan posisinya untuk terbaring lemah di atas tempat tidur, Suzy pasti rela menukar posisi itu demi sang adik yang sangat ia sayangi.

“Sebenarnya aku ini sakit apa?” Tanya Shinbi setelah ia menoleh kembali menatap Suzy. Tatapannya benar-benar polos tanpa dosa.

Suzy tidak mampu berkata-kata untuk menjawab pertanyaan itu. Ia mencoba menahan hatinya yang perih tiap kali Shinbi menanyakan hal yang sama. Suzy tidak mungkin mengatakan langsung tentang kondisi Shinbi yang sebenarnya. Shinbi masih terlalu kecil untuk mengerti penyakitnya. Lagi-lagi Suzy hanya dapat menahan air matanya untuk tidak mengalir di depan adiknya itu.

Bunyi putaran handle pintu, membuat Suzy dan Shinbi menoleh bersamaan ke sumber suara. Seorang suster terlihat mulai menampakkan dirinya di depan pintu.

“Nona Suzy, Anda diminta ke bagian administrasi sekarang juga!” Kata suster itu yang hanya berdiri di depan pintu tanpa berniat masuk lebih dalam.

“Oh, arasso. Aku akan segera kesana,” jawab Suzy sambil mengangguk kecil ke arah suster itu.

Setelah mendapat jawaban dari Suzy, suster itu segera menutup kembali pintu ruang rawat, lalu pergi lebih dulu meninggalkan Suzy yang masih duduk di tempatnya.

Suzy berusaha tersenyum manis di depan Shinbi. “Ayo buka mulutmu. Kau harus habiskan makanannya,”

—<><>—

“Tunggakkan biaya rawat inap Shinbi sudah semakin menumpuk. Bila Anda tidak segera melunasinya, kami terpaksa menghentikan perawatan Shinbi. Pihak rumah sakit hanya akan memberikan Anda waktu satu minggu untuk melunasinya.”

Suzy terus saja mengingat ucapan salah seorang pegawai bagian administrasi rumah sakit yang memanggilnya siang tadi. Beberapa kali ia mengacuhkan orang-orang yang mencoba menegur dan menyapanya malam ini. Suzy sedang larut akan tuntutan pihak rumah sakit yang mengharuskannya segera mambayar sisa tagihan perawatan Shinbi.

Susy menatap seorang bartender yang tengah menunjukkan atraksi mengocok minuman dengan sangat lincah. Suzy tidak sepenuhnya sedang memperhatikan pemandangan di depannya itu. Tatapannya kosong, pikirannya menerawang membayangkan nominal yang disebutkan pegawai administrasi rumah sakit siang tadi.

Total tagihan yang harus segera Anda lunasi adalah lima puluh juta Won.”

Bagaimana caranya aku bisa memperoleh uang sebanyak itu dalam waktu seminggu? Tanya Suzy pada dirinya sendiri. Ia rasakan kepalanya sudah hampir pecah tiap kali memikirkan hal itu.

“Apa kau yang bernama Suzy?” Tanya seorang pria kesekian yang mencoba mendekati Suzy malam ini.

Suzy masih bereaksi sama, ia tidak begitu mengindahkan pertanyaan itu. Ia malah melanjutkan usahanya untuk memecahkan permasalahan yang ada di otaknya saat ini.

Merasa tidak ditanggapi, pria yang bertanya tadi tidak putus asa. Ia segera mengambil posisi duduk di kursi yang berada tepat di sebelah Suzy.

“Kenalkan, namaku Taecyeon,” sapa pria itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Suzy.

Suzy menatap uluran tangan pria itu di depannya lalu beralih menoleh ke arah pemiliknya. Ia melihat seorang pria muda tengah duduk di sebelahnya sambil tersenyum ke arahnya. Memang kejadian yang cukup langka, biasanya lebih sering pria berumur yang mencoba mendekati Suzy.

Suzy masih tidak menyambut uluran tangan Taecyeon, ia terlihat tidak begitu bersemangat menjalankan aksinya malam ini. Ia kembali memperhatikan kesibukan bartender di depannya, walau tatapannya masih menerawang.

Taecyeon akhirnya menjauhkan tangannya dari Suzy dan mulai mengikuti arah pandang Suzy pada seorang bartender. “Apa sikapmu selalu seperti ini untuk menarik perhatian semua pria?” Tanyanya kemudian sambil sesekali melirik ke arah Suzy.

Suzy mulai menatap pria di sebelahnya dengan tatapan sinis. Ia merasa Taecyeon sudah sangat mengganggunya. Padahal Suzy sangat ingin menyendiri malam ini.

Akhirnya, tanpa berniat menjawab pertanyaan Taecyeon, Suzy segera beranjak dari kursinya dan memutuskan untuk menyendiri di tempat lain. Tapi belum juga Suzy melangkah menjauh, Taecyeon telah lebih dulu menarik tangannya untuk mencegah kepergiannya.

“Berapa hargamu?” Tanya Taecyeon tanpa basa basi. Ia cukup kesal karena sejak tadi Suzy tidak juga menanggapi ajakan perkenalannya dan tidak juga menjawab pertanyaannya.

Mau tidak mau akhirnya Suzy menoleh ke arah pria yang menariknya itu. Ia cukup terkejut dengan pertanyaan Taecyeon barusan, beberapa detik kemudian Suzy mulai terlihat emosi. Ia sangat marah bila ada orang yang mengira dirinya bisa dibeli dengan uang.

Taecyeon menunggu dengan tidak sabar jawaban dari Suzy. Ia malah mempererat cengkramannya di pergelangan tangan Suzy, berharap wanita itu segera menjawab pertanyaannya barusan.

Suzy makin emosi dengan cara tatap Taecyeon yang terlihat sangat merendahkannya. “Lima puluh juta Won,” jawab Suzy kemudian. Nominal uang yang sejak tadi dipikirkannya terlontar begitu saja tanpa ia pikirkan kembali. Sepertinya perasaan kesal bercampur emosi dalam diri Suzy memaksanya mengucapkan nominal itu.

Taecyeon cukup terkejut dengan jawaban Suzy. “Semahal itukah?” Tanyanya ragu.

Suzy memang tidak sepenuhnya mengiyakan harga dirinya adalah sejumlah yang ia sebutkan tadi. Ia juga tidak berharap Taeyeon menanggapi betul ucapannya.

Akhirnya Suzy sekuat tenaga membebaskan tangannya dari cengkraman Taecyeon. “Bila kau tidak bisa membayar seharga itu, jangan coba-coba mendekatiku!” Ucap Suzy masih penuh emosi. Setelah puas menyaksikan keterkejutan yang ditunjukkan Taecyeon, Suzy segera pergi menjauh dari tempat itu.

Taecyeon masih saja memandang kepergian Suzy dengan sedikit terkejut. Sikap dingin Suzy terhadapnya barusan entah mengapa justru membuatnya makin penasaran. Ia justru merasa lebih tertarik untuk mendekati wanita itu.

“Menarik!” Ucap Taecyeon tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari sosok Suzy yang makin menjauh. Perlahan senyumnya terukir tanpa ia sadari.

—<><>—

“Senang bekerja sama dengan Anda, Lee Junho-ssi,”

Junho segera menyambut uluran tangan direktur Kang yang ingin bersalaman dengannya seusai makan siang bersama di sebuah cafe. “Senang juga bisa berbisnis dengan Anda, Direktur Kang,” ucap Junho seramah mungkin. Ia mengantarkan direktur Kang hingga masuk ke dalam mobil.

Setelah melihat mobil yang ditumpangi direktur Kang sudah makin menjauh, Junho berniat untuk berjalan menuju tempat mobilnya diparkir. Ia juga harus segera kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.

Saat hampir sampai di tempat yang dituju, Junho melihat seorang wanita yang ia rasa tidak asing di matanya, yang baru saja keluar dari rumah sakit yang berada tepat di seberang cafe tempatnya berdiri.

Bukankah wanita itu adalah wanita bernama Suzy yang diceritakan Chansung kemarin? Tapi ada perlu apa ia di rumah sakit? Junho masih berdiri di tempatnya sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba pikiran buruknya terhadap sosok Suzy mulai menghinggapinya. Ia mulai mengira wanita se’liar’ Suzy wajar bila sering berkunjung ke rumah sakit untuk mengecek kondisi dirinya sendiri.

Junho segera bertindak menyusul Suzy sebelum sosok itu makin menjauh dari jangkauannya. Bukan pikiran buruknya yang membuatnya berniat menyusul Suzy, tapi ia hanya ingin mengambil kembali uang dan benda yang dicuri wanita itu darinya.

“Ya, berhenti!” Perintah Junho pada Suzy setelah berhasil meraih tangan kanan Suzy untuk membuat wanita itu menghentikan langkahnya.

Suzy cukup terkejut menyadari seseorang yang menarik tangannya. Ia melihat Junho kini telah berdiri tepat di hadapannya. “Apa yang kau inginkan?” Tanya Suzy ketus.

“Mengapa kau yang terlihat sangat emosi? Cepat kembalikan semua yang kau curi dariku.” Junho mulai melepaskan genggamannya lalu menengadahkan tangannya seperti meminta Suzy menyerahkan sesuatu.

“Apa maksudmu?”

“Kau tidak usah pura-pura bodoh. Aku tau kau yang mencuri kotak dan dompetku saat di bandara kemarin,” ucap Junho dengan nada tinggi. Ia tengah berusaha menahan rasa kesalnya pada wanita di depannya.

“Apa buktinya hingga kau menuduhku seperti itu? Aku bisa saja menuntutmu karena telah menfitnahku.” Suzy mencoba memberanikan diri mengancam Junho walau sebenarnya ia tengah berusaha menutupi kebohongannya sendiri.

Junho mulai tidak bisa menjawab. Ia juga tidak mempunyai bukti karena menuduh Suzy adalah pencuri kotak dan dompet miliknya. Ia hanya memiliki topi yang dirampasnya dari pencuri itu. Tapi bila Junho mengatakan itu, bisa saja Suzy berdalih bukan dia pemilik topi itu.

“Bila bukan kau pelakunya, lalu mengapa semalam kau melarikan diri saat kupanggil?” Tanya Junho kemudian.

Suzy mencoba berpikir keras untuk menjawab pertanyaan menyulitkan dari Junho. “Apa kau tidak melihat pria yang bersamaku semalam tengah mabuk berat. Ia harus segera beristirahat, oleh karena itu aku tidak ada waktu meladeni teriakkanmu.”

“Apa dia kekasihmu? Atau kau hanya memanfaatkan uangnya untuk kesenanganmu saja?” Tanpa sadar Junho melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu. “Aku juga tidak heran bila kau sering berkunjung ke rumah sakit karena pekerjaan yang kau lakukan di club itu setiap malam.”

PLAKK!!

Sebelum Junho melanjutkan kata-kata yang lebih menyakitkan, Suzy telah lebih dulu mendaratkan tamparan keras di wajah Junho.

“Kuperingatkan padamu, jangan asal bicara. Aku TIDAK SERENDAH yang kau bayangkan!” Bentak Suzy dengan nada suara yang bergetar hebat. Suzy sudah tidak dapat menahan emosinya mendengar kata-kata Junho yang sudah sangat keterlaluan. Matanya memerah menahan luapan emosinya. Akhirnya ia memutuskan untuk segera pergi meninggalkan Junho yang masih tidak percaya dengan tindakkannya barusan.

Junho masih saja menyentuh pipi kirinya yang mulai memerah. Ia menatap kepergian Suzy dengan perasaan yang bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat marah dengan tindakan Suzy yang memukulnya secara tiba-tiba. Tapi di sisi lain ia merasa sangat bersalah karena telah mengatakan sesuatu yang mungkin sangat menyakiti hati wanita itu. Ia mulai menyadari ia sama sekali tidak punya hak untuk mencampuri hidup siapapun, termasuk Suzy.

—<><>—

Suzy makin mempercepat langkahnya untuk menjauh dari Junho. Kedua tangannya mengepal keras, rahangnya mengatup keras dan bisa ia rasakan air mulai menggenangi kedua pelupuk matanya tanpa diperintah. Bila boleh jujur, sebenarnya Suzy sudah mulai lelah dengan semua ini. Penilaian negatif tentang dirinya mungkin bukan hanya berada di pemikiran Junho, tapi semua orang yang memandangnya sebelah mata seperti orang-orang yang ditemuinya di club setiap malam.

Seburuk apapun penilaian orang lain terhadap dirinya, Suzy selalu berusaha tetap menjaga harga dirinya sendiri tanpa memperdulikan kata-kata menyakitkan dari orang-orang disekitarnya. Tapi kali ini Suzy sungguh tidak mampu lagi menahan beban seorang diri. Kondisi Shinbi yang makin memburuk, ditambah beban biaya pengobatan Shinbi yang harus segera dilunasinya membuat Suzy merasakan pukulan yang teramat berat. Tapi ia harus tetap berusaha setegar mungkin di hadapan adik satu-satunya itu. Hal ini lah yang paling memberatkan baginya, berakting membohongi adiknya juga dirinya sendiri, terasa sangat menyakitkan.

Suzy masih larut dengan beban-beban pikiran yang ada di kepalanya hingga akhirnya getaran ponsel di sakunya menghentikan langkah kakinya.

Suzy mulai meraih ponsel dari sakunya, lalu menatap cukup lama layar ponselnya yang menunjukkan nomor yang tidak ia kenal. Cukup lama Suzy membiarkan ponselnya bergetar hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu. “Yeobboseo?”

“Akhirnya kau menjawab panggilanku, Suzy.” suara seorang pria yang asing di telinga Suzy mulai terdengar dari seberang telepon.

“Siapa kau?” Tanya Suzy ketus ketika ia masih belum bisa menebak pemilik suara itu.

“Ternyata sikapmu di telepon pun sama seperti pertemuan kita semalam. Kau masih saja bersikap dingin padaku.”

Suzy mulai mengerutkan keningnya mendengar ucapan dari seorang pria di ujung ponselnya. Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya Suzy mulai mengira pemilik suara itu adalah pria yang mencoba menanyakan harga dirinya semalam—Taecyeon.

“Dari mana kau tau nomor ponselku?” Tanya Suzy setelah meyakinkan dugaannya adalah benar.

“Apa kau tidak tau siapa aku sebenarnya? Aku dapat dengan mudah mendapatkan nomor ponsel siapapun yang kumau. Aku bahkan bisa dengan mudah mengetahui semua tentangmu bila aku menginginkannya.”

“Cepat katakan apa tujuanmu menghubungiku?” Suzy terlihat mulai malas berlama-lama berbicara dengan orang di seberang telepon.

Arasso, aku hanya ingin melanjutkan negosiasi kita yang tertunda semalam. Kuharap kita dapat bertemu kembali malam ini di tempat yang sama,”

“Ya..!”

Tutt.. tutt.. tutt..

Suzy baru saja berniat melanjutkan kalimatnya untuk memaki pria yang menghubunginya itu, tapi sambungan telepon telah diputus secara sepihak dari seberang sana.

Ia tidak menyangka pria bernama Taecyeon itu benar-benar menanggapi ucapannya semalam. Akhirnya Suzy mencoba untuk tidak memperdulikan hal ini dan kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Tapi hal ini ternyata tidak bertahan lama, tawaran Taecyeon untuk mengajaknya kembali bernegosiasi tadi mulai ia pikirkan ulang. Apabila Taecyeon benar bisa memberikannya uang sebanyak lima puluh juta won, tentu Suzy tidak perlu lagi bersusah payah mencari cara mendapatkan uang untuk melunasi biaya pengobatan Shinbi. Dan adiknya itu akan bisa terus mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Berkali-kali Suzy terlihat menimbang-nimbang keputusan yang akan diambilnya.

—<><>—

“Aku tidak ada waktu menemanimu bermain-main,” ucap Suzy saat dirinya telah berada tepat di hadapan Taecyeon yang hanya duduk seorang diri di salah satu sofa di dalam club malam harinya.

“Apa kau masih menganggapku sedang bercanda? Aku sungguh serius dengan ucapanku.” Taecyeon menatap Suzy dengan gayanya yang santai. Senyumnya selalu mengembang secara tiba-tiba tiap kali melihat sifat dingin yang ditunjukkan Suzy padanya.

“Apa kau masih tidak percaya?” Tanya Taecyeon kemudian setelah beberapa saat tidak ada tanggapan dari Suzy. Akhirnya ia segera mengambil selembar cek dan sebuah pena dari balik saku jaketnya, lalu mulai menuliskan sejumlah nominal di atas lembar cek tersebut. “Lima puluh juta won. Jumlah ini kan yang kau butuhkan agar aku bisa mendekatimu?” Taecyeon mengarahkan cek itu ke arah Suzy untuk meyakinkan wanita itu.

Suzy terus saja menatap sederet angka-angka yang tertera pada cek yang diperlihatkan Taecyeon padanya. Setelah memastikan nominal itu adalah jumlah yang sangat ia butuhkan, Suzy dengan segera menggerakkan tangannya untuk menyambut cek itu. Tapi sebelum tangannya meraih cek itu, Taecyeon telah lebih dulu menjauhkannya dari jangkauan Suzy lalu menyimpannya kembali ke dalam saku jaketnya.

“Tidak usah terburu-buru. Duduklah dulu,” ucap Taecyeon yang mulai menarik tangan Suzy untuk membuat wanita itu terduduk di sebelahnya.

Suzy tidak sempat menghindar. Ia kini telah duduk tepat di sebelah Taecyeon yang mulai merangkulnya erat. Tubuh Suzy seketika menegang. Ia masih berusaha memerintahkan dirinya sendiri untuk bersikap sewajarnya dengan tetap menjaga dirinya sendiri. Tapi selembar cek yang diperlihatkan Taecyeon tadi terus saja memenuhi pikirannya. Ia sangat membutuhkan cek itu untuk menolong Shinbi.

“Mari bersulang untuk merayakan perkenalan kita,” Taecyeon memberikan segelas minuman bersoda untuk Suzy lalu menuangkan minuman serupa di gelas yang lain untuknya sendiri.

Suzy menyambut ragu gelas pemberian Taecyeon lalu mengikuti gerakan pria itu untuk mengajaknya bersulang.

Taecyeon terlihat mulai menenggak habis minumannya, sedangkan Suzy belum juga mulai meminum minuman dalam gelasnya itu.

“Kenapa kau tidak meminumnya?” Tanya Taecyeon yang melihat Suzy hanya menggenggam erat gelasnya.

Mho? Oh, a-arasso,” Suzy kemudian mulai mendekatkan gelas itu ke bibirnya. Taecyeon terlihat menunggu Suzy menenggak habis minuman itu.

Suzy segera menjauhkan gelas yang digenggamnya setelah bibirnya hanya menyentuh minuman soda itu, tanpa berniat mencicipinya lebih banyak.

“Kenapa tidak kau habiskan?” Tanya Taecyeon lagi.

“Aku sudah terlalu banyak minum air tadi,” jawab Suzy asal. Ia hanya tidak ingin hilang kesadaran bila minum terlalu banyak.

Jinjja?” Taecyeon terlihat mulai curiga dengan jawaban Suzy.

Kereom. Biar kubantu kau menuangkan minuman ini.” Suzy segera meraih botol minuman di atas meja, lalu menuangkannya di gelas milik Taecyeon. “Minumlah,” ucap Suzy seraya memberikan gelas itu kepada Taecyeon sambil tersenyum manis. Yang harus ia lakukan sekarang adalah mencoba membuat pria di hadapannya itu hilang kesadaran. Dengan begitu ia dapat dengan mudah mengambil cek yang sangat ia butuhkan.

Cukup lama Suzy mencoba menuangkan minuman untuk Taecyeon. Sudah tiga botol minuman yang dihabiskan pria itu, tapi Taecyeon masih saja belum memejamkan matanya. Pria itu malah masih terus saja merangkul Suzy sambil menyandarkan tubuhnya yang makin melemah di tubuh Suzy.

Beberapa saat kemudian Suzy makin merasakan tubuh Taecyeon yang semakin ambruk di pelukannya. Dengan hati-hati ia sandarkan tubuh Taecyeon di sandaran sofa.

Suzy menatap Taecyeon yang mulai tak sadarkan diri cukup lama, ia tengah mengumpulkan keberaniannya untuk mengambil selembar cek yang berada di saku jaket pria itu.

Setelah memastikan Taecyeon tangah berada dalam kondisi mabuk berat dan tak sadarkan diri dengan menggerak-gerakkan tangannya di depan mata Taecyeon, akhirnya Suzy mulai meraba perlahan saku jaket itu. Suzy mencoba beberapa kali menahan nafas untuk mengurangi ketakutannya.

Saat tangan Suzy telah meraih selembar cek yang ia cari di dalam saku Taecyeon, ia merasakan tangan pria itu tiba-tiba menggenggam tangannya yang masih berada di dalam saku jaketnya. Dengan panik, ia tatap Taecyeon yang masih memejamkan matanya rapat-rapat. Pria itu mulai menggumam tidak jelas baru kemudian melepaskan genggamannya di tangan Suzy. Sepertinya pria itu tengah mengigau.

Suzy mulai dapat menarik nafas lega begitu tau Taecyeon hanya sedang mengigau. Ia akhirnya mendapatkan selembar cek yang ia cari.

Dengan perlahan dan hati-hati, Suzy mulai bangkit dan beranjak meninggalkan Taecyeon sendiri di tempatnya.

—<><>—

“Cepat kejar wanita itu! Jangan biarkan ia lari!”

Beberapa orang pria berjas hitam nampak berlari mengejar Suzy di pinggir jalanan kota Seoul. Teriknya sinar matahari tidak menyurutkan usaha mereka untuk menyusul langkah Suzy yang sangat lincah berlari makin menjauh.

Suzy mulai terlihat hampir kehabisan nafas ketika sudah cukup lama berlari. Pria-pria berjas hitam itu tidak henti-hentinya berlari mengejarnya. Suzy memang tidak tau pasti siapa mereka, tapi dugaannya mengarah pada pria yang ditinggalkannya begitu saja di club malam lalu. Pria-pria yang tengah mengejarnya itu pasti adalah orang-orang suruhan Taecyeon.

Suzy masih berusaha untuk terus berlari disisa-sisa tenaganya yang hampir habis. Sampai akhirnya sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya yang membuat Suzy terpaksa menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.

“Cepat naik!” Perintah pengendara mobil itu.

Suzy melihat seorang pria duduk di dalam mobil tersebut, dia adalah Junho.

Suzy tidak punya cukup waktu untuk berpikir lebih lama. Pria-pria di belakangnya semakin mendekat ke arahnya. Akhirnya Suzy menuruti perintah Junho untuk segera masuk ke dalam mobil.

Tepat disaat Suzy menutup pintu mobil yang ia tumpangi, Junho segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pria-pria berjas hitam yang sedari tadi mengejar Suzy mulai terlihat mati langkah, mereka menghentikan usaha pengejarannya karena mobil Junho telah melesat jauh membawa sang target pengejaran.

Suzy masih berusaha mengatur irama nafasnya begitu tengah duduk tenang di dalam mobil Junho. Sedangkan Junho terlihat beberapa kali melirik ke arah Suzy yang terlihat begitu kelelahan.

“Mengapa orang-orang itu mengejarmu?” Tanya Junho setelah memastikan Suzy sudah cukup tenang. Nafasnya yang tersengal-sengal sudah tidak lagi terdengar jelas.

Suzy tidak menjawab pertanyaan Junho barusan. Matanya tidak beralih menatap jalanan lurus di depannya.

“Apa kau bermasalah dengan orang-orang itu? Apa mereka mencoba menyakitimu?” Tanya Junho kemudian. Ia menoleh berkali-kali ke arah Suzy, berharap wanita itu menjawab salah satu dari pertanyaannya.

“Turunkan aku disini!” Ucap Suzy tanpa mengalihkan pandangannya.

Mho? Kau mau kemana? Biar kuantar sampai tujuanmu.”

“Kubilang turunkan aku disini!” Perintah Suzy sekali lagi kepada Junho. Kali ini ia menatap tajam Junho yang juga tengah menatapnya.

Tanpa perlu diperintah untuk ketiga kalinya, akhirnya Junho segera menepikan mobilnya. Suzy buru-buru turun begitu mobil Junho berhenti melaju. Ia segera melesat pergi tanpa mengucapkan apapun pada orang yang telah membantunya dari kejaran pria-pria yang tidak ia kenal.

Junho hanya mendengus kesal menerima perlakuan angkuh Suzy padanya.

—<><>—

Suzy mengobrak abrik isi tasnya sejak beberapa menit yang lalu. Ia tengah mencari dompet yang ia yakini berada di dalam tasnya.

“Nona Suzy, apa Anda jadi untuk membayar sisa biaya perawatan Shinbi hari ini?” Tanya seorang pegawai administrasi rumah sakit yang terlihat sudah mulai bosan menyaksikan Suzy yang hanya sibuk mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.

Ne, tunggu sebentar lagi,” jawab Suzy yang masih mencoba mengacak-acak isi tasnya lebih dalam lagi.

Mianhaeyo, Nona. Sepertinya Anda harus menyingkir terlebih dahulu karena sudah banyak orang yang mengantri di belakang Anda.”

Suzy akhirnya menghentikan kesibukannya dan mulai menoleh ke belakangnya yang memperlihatkan sebaris panjang orang-orang yang mengantri tepat di belakangnya. Tatapan tajam orang-orang di belakangnya itu seketika menciutkan nyalinya untuk tetap berdiri di tempatnya. Akhirnya Suzy segera menyingkir dari tempatnya berdiri sebelum tatapan-tatapan tajam itu bebuah menjadi hujatan pedas untuknya.

“Kemana dompetku? Aku yakin betul aku tidak lupa memasukkannya ke dalam tas.” Suzy melanjutkan usaha pencarian begitu dirinya telah menjauh dari loket administrasi. Namun hasilnya tetap sama, ia tidak dapat menemukan sesuatu yang ia cari.

—<><>—

Junho mengurungkan sejenak niatnya untuk turun dari mobil setelah dirinya telah sampai di tempat parkir kantornya. Matanya memperhatikan benda asing yang berada di bawah jok bangku di sebelahnya. Perlahan ia mulai menundukkan kepalanya untuk meraih benda kecil berwarna pink itu.

Setelah berusaha mengingat benda yang kini berada dalam genggamannya, ia yakin dompet pink itu benar bukan miliknya. Ia hanya mampu mengira pemilik dompet itu adalah seorang wanita.

Junho mulai membuka dompet itu untuk mengetahui siapa pemiliknya. Pertama yang ia raih dari dalam dompet itu adalah sebuah kartu tanda pengenal seorang wanita. Dari sana ia tau bahwa pemiliknya adalah Bae Suzy? Ucapnya dalam hati.

Setelah tanda pengenal, Junho mulai beralih memperhatikan selembar foto yang menampilkan wajah Suzy dengan seorang gadis kecil yang sangat lucu. Yang cukup menarik perhatiannya adalah sepasang topi yang dikenakan dua orang dalam foto tersebut. Junho yakin topi yang dikenakan Suzy dalam foto itu sama dengan topi yang direbutnya dari pencuri kotak dan dompetnya saat di bandara beberapa hari yang lalu.

Selembar kertas yang tersemat rapi di dompet itu sedikit membuat Junho penasaran. Akhirnya ia mencoba meraih kertas itu dan mulai membukanya. Kertas itu lebih menyerupai sebuah resep dokter dengan tulisan tangan yang sulit dibacanya. Junho juga tidak dapat menebak obat untuk penyakit apa yang tertera dalam kertas itu.

—<><>—

“Ikut aku sebentar!” Junho menarik pergelangan tangan Suzy begitu ia menemukan wanita itu tengah asyik bercengkrama dengan salah satu pria tua di dalam club malam.

Suzy tidak bisa melawan karena tarikan tangan Junho sungguh sangat kuat dan tiba-tiba. Akhirnya ia hanya dapat merelakan langkahnya terseret mengikuti arah Junho membawanya pergi.

Junho akhirnya melepaskan genggamannya dari tangan Suzy begitu telah menemukan tempat yang tidak terlalu padat dengan kerumunan orang-orang di dalam club.

“Kau lagi? Apa maumu?” Tanya Suzy kesal begitu tau orang yang menyeretnya adalah Junho.

“Apa topi ini milikmu?” Junho mulai memperlihatkan topi yang sejak tadi dibawanya. Tujuannya malam ini datang ke club memang sengaja menemui Suzy untuk meyakinkan kecurigaannya terhadap Suzy yang ia duga adalah wanita yang mencuri kotak dan uangnya.

Suzy berkali-kali mencoba menelan ludah susah payah untuk menyembunyikan keterkejutannya akan pertanyaan dan topi yang ditunjukkan padanya. “Ya, kau menarikku ke tempat ini hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting seperti ini?”

“Cepat jawab saja pertanyaanku!” Desak Junho kemudian.

“Topi apa itu? Aku baru melihatnya malam ini!” Kata Suzy sambil menatap sekilas topi yang digenggam Junho, lalu kemudian menoleh ke arah lain.

“Sudah kuduga kau akan menyangkalnya.”

Kata-kata Junho barusan membuat Suzy menoleh seketika. Suzy mulai mengira apa Junho tau dirinya baru saja berbohong?

“Kalau begitu.. Apa dompet ini milikmu?” Tanya Junho sambil memperlihatkan dompet pink yang ia temukan siang tadi di bawah jok mobilnya.

Mata Suzy makin membulat menatap benda yang sejak siang tadi berusaha dicarinya tapi tidak juga diperolehnya. “Serahkan dompet itu padaku!”

Gerakan tangan Suzy yang bergerak cepat untuk meraih dompet di genggaman Junho dapat terbaca jelas oleh Junho. Ia segera menjauhkan dompet itu dari jangkauan Suzy, begitu tangan wanita itu makin mendekat.

“Bila dompet ini benar milikmu, berarti topi itu juga benar milikmu. Foto di dalam dompet ini jelas menunjukkan kau adalah pemiliknya.”

Suzy mulai kehabisan alasan untuk menyangkal. “Bila topi itu benar milikku, lalu kenapa?”

“Kotak kecil yang kau curi dariku saat di bandara, cepat kembalikan padaku!” Junho mulai mengulurkan tangannya menunggu Suzy mengembalikan benda yang dimaksud kepadanya.

“Ya, cincin murahan seperti itu apa masih ingin kau dapatkan kembali? Aku bahkan hanya bisa menukarnya dengan uang tujuh ratus ribu Won. Cih, aku tidak tau wanita mana yang ingin kau hadiahi benda tidak berharga seperti itu,” ucap Suzy panjang lebar. Ia mencibir pedas ke arah Junho yang mulai menatapnya tak percaya dengan kata-katanya barusan.

“Apa kau bilang? Kau telah menjualnya? Dan lagi kau hanya menghargai cincin itu seharga tujuh ratus ribu Won? Ya, kuberitahu padamu, aku bahkan harus menabung selama setahun untuk membeli benda itu. Bagaimana mungkin kau dengan mudah menjualnya dengan harga yang sangat rendah?” Junho terlihat sangat emosi mendengar ucapan dari Suzy.

Suzy hanya diam mencerna semua perkataan Junho. Ia memang tidak begitu paham soal transaksi jual beli cincin. Ia juga belum bisa menyimpulkan apa Junho ataukah dirinya yang dibodohi karena permasalahan ini, karena ia memang tidak mengerti harga pasti cincin yang dicurinya dari Junho.

Jinjja? Apa kau merasa tidak berlebihan?” Tanya Suzy masih tak percaya.

Nafas Junho mulai beradu, ia sangat kesal dengan gadis di depannya itu. Tapi Junho tidak bisa melakukan apa-apa. Ia tidak mungkin memukul apalagi sampai melukai seorang wanita.

Saat tengah berusaha mengatur dirinya yang makin kacau, Junho melihat beberapa pria berjas hitam tengah melemparkan pandangan ke segala arah seperti sedang mencari seseorang. Posisi orang-orang itu agak jauh di belakang Suzy. Junho mulai menyadari sepertinya orang-orang itu adalah orang yang sama yang mengejar Suzy siang tadi.

Dengan segera Junho memakaikan topi yang berada di genggamannya tepat di kepala Suzy. Kemudian dengan hati-hati ia menarik tangan Suzy untuk membawa wanita itu segera keluar dari club. Gerakannya perlahan namun tegas, ia hanya tidak ingin orang-orang di belakang Suzy mencurigai gerak geriknya.

“Ya, apa yang ingin kau lakukan? Mengapa kau menarikku seperti ini?” Tanya Suzy yang terpaksa mengikuti tarikan tangan Junho menuju pintu keluar.

Junho tidak bersuara, ia malah makin mempererat cengkramannya agar Suzy berhenti berusaha untuk melawan.

“Itu dia wanita yang kita cari. Cepat tangkap dia!”

Junho mendengar teriakkan di belakangnya saat ia dan Suzy hampir keluar dari tempat itu. Suzy yang menoleh ke belakang dan mendapati pria-pria yang mengejarnya sama dengan orang-orang yang mengejarnya siang tadi, mendadak panik. Ia akhirnya mengikuti gerakan langkah kaki Junho yang makin cepat untuk melarikan diri.

Gerakan Suzy tidak selincah biasanya. Sepatu high heels yang dikenakannya sedikit menghambat laju larinya. Sampai akhirnya sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, salah satu hak sepatu yang ia kenakan patah dan mengakibatkan kakinya terkilir.

“Aaww~” ringis Suzy pelan saat ia tak mampu lagi untuk berjalan apalagi berlari.

“Aish~ cepat naik ke punggungku!” Perintah Junho sambil menundukkan badannya membelakangi Suzy yang jatuh terduduk di aspal jalan.

Mho? Apa yang kau lakukan?” Suzy terlihat masih terkejut dengan tawaran Junho barusan.

“Ck, sekarang bukan saatnya untuk menolak! Cepat naik! Kita tidak punya banyak waktu.” Tanpa memperdulikan ekspresi Suzy yang masih sangat terkejut, Junho dengan segera meraih kedua tangan Suzy dan menuntunnya untuk naik ke atas punggungnya. Langkah-langkah kaki yang beradu cepat di belakangnya membuat Junho tidak punya cara lain selain memaksa Suzy menuruti perintahnya.

Akhirnya Suzy tidak menolak, teriakan dan kejaran orang-orang di belakangnya membuatnya tidak dapat berbuat banyak, ditambah lagi kondisi kakinya yang sedang tidak bisa diajak bekerja sama dalam situasi sulit seperti ini.

Sebelum pria-pria berjas hitam itu semakin dekat, Junho dengan segera membawa Suzy melarikan diri lebih jauh. Bahkan ia mengambil jalan-jalan yang sulit dijangkau seperti belokan-belokan yang berliku dan gelap.

Junho akhirnya mulai menghentikan langkahnya saat ia yakin orang-orang tadi sudah kehilangan jejaknya dan tidak berusaha untuk mengejarnya lagi.

Nafas Junho mulai beradu, ia terlihat sangat kelelahan. Perlahan ia menurunkan Suzy dari punggungnya.

Gomawo,” ucap Suzy agak ragu. Ia hampir tidak percaya ia baru saja melontarkan kata itu untuk Junho. “Mengapa kau menolongku?” Tanyanya kemudian.

Junho masih terlihat bersusah payah mengatur irama nafasnya yang belum juga teratur. Ia akhirnya menoleh ke arah Suzy yang sedang menunggu jawaban darinya.

Mianhaeyo,” ucap Junho pada Suzy.

Mho?”

“Kata-kataku beberapa hari yang lalu mungkin sudah sangat menyakitimu. Aku sungguh tidak ada maksud untuk merendahkanmu,” lanjut Junho dengan tatapan penyesalan.

Suzy mulai mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kata-kata Junho barusan kembali mengingatkannya akan kata-kata menyakitkan dari pria itu beberapa hari yang lalu.

“Apa kau mau memaafkanku?”

Suzy akhirnya kembali menatap Junho tanpa ekspresi. “Kembalikan dompetku dan berikan ponselmu padaku,” Suzy menengadahkan tangannya ke arah Junho.

Mho?” Junho masih tidak mengerti dengan permintaan Suzy barusan.

“Tenang saja, aku tidak akan mencuri ponselmu! Aku hanya ingin meminjamnya sebentar,” ucap Suzy seperti dapat membaca pikiran Junho.

Ani, aku sama sekali tidak berpikir seperti itu.” Junho segera menyerahkan ponsel miliknya yang baru ia ambil dalam sakunya dan juga tidak lupa mengembalikan dompet pink kepada Suzy.

Beberapa saat Suzy terlihat sibuk menekan-nekan tombol pada ponsel itu, sampai akhirnya dering ponsel milik Suzy terdengar.

“Aku akan segera mengembalikan uang juga cincin yang kucuri darimu. Aku akan menghubungimu bila aku sudah mampu untuk membayarnya,” kata Suzy sambil mengembalikan ponsel yang digenggamnya kepada pemiliknya.

Setelah Junho menyambut pemberian darinya, Suzy segera melangkahkan kakinya dengan susah payah dan mulai memberhentikan sebuah taksi. Ia lalu segera masuk ke dalam tanpa menoleh lagi ke arah Junho yang masih terpaku di tempatnya.

Junho hanya diam menatap kepergian Suzy dengan sebuah taksi. Ia cukup lega karena telah meminta maaf pada wanita itu karena ucapannya beberapa hari yang lalu. Ia merasa sangat bersalah karena telah menyakiti hati seorang wanita. Apalagi setelah ia menduga, wanita itu mengidap penyakit kanker dan tidak dapat lama bertahan hidup. Dugaan itu muncul saat ia mencari tau nama obat-obatan yang tertulis dalam resep dokter yang ditemuinya dalam dompet Suzy siang tadi.

Rasa penasarannya akan kegunaan obat-obatan itu mendorongnya untuk mencari tau dengan bertanya pada pegawai apotek rumah sakit. Sampai akhirnya Junho tau obat-obatan itu dikonsumsi untuk penderita penyakit kanker yang cukup parah.

—<><>—

To be continued…

Note: Jeongmal gomawo buat semua readers setia yang udah kasih comment-nya di part 1 lalu. Akhirnya setelah menimbang matang-matang (?), Author putuskan untuk tetap melanjutkan cerita ini. Readers seneng donk!! *ngarep*

Oh, iya… Nama adiknya Suzy disini aku ambil dari nama pemeran gadis kecil di drama korea ‘Wonderfull Life’, jenis penyakitnya juga sengaja aku samaain biar readers mudah mengerti. (Jadi kangen deh nonton drama seru yang satu itu)

Terakhir, mianhaeyo karena nggak bias balesin comment-nya satu-satu. Tapi jujur, baca comment kalian bikin aku semangat lanjutin nulisnya. Gomawoyo… 😀

Mohon maaf, cerita pada part-part selanjutnya telah dihapus. Kalian bisa download gratis dan membaca cerita lengkapnya dalam versi novel di Google Play Store dengan cara klik link berikut:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bukuoryzaee.lovevsmoney

142 thoughts on “Love Vs Money (Part 2)

  1. Yaelah,,,, itu si taecyeon udah ama yuri masih juga maen di clubbb -,-

    Itu yg sakit adeknya suzy, junho…
    Bukan suzynyaaa.
    Iyakaliii,,, junho msh tetep minta cincinnya dibalikin,,, pdhl dia berpikir klo suzy sakit keras 😀

  2. junho salah sangka dikiranya suzy kali yg sakit hehe..
    tp junho baik juga ke suzy hehe..
    nuneo oppa is the best lah haha..
    eonnie ini ffnya bagus aku suka

Leave a reply to Isna Cancel reply