Sound

Sound

Title : Sound | Author : RettaVIP | Length : Oneshot | Genre : Drama, Romance | Rating : T | Cast : Nichkhun (2PM) & Tiffany (SNSD) | Disclaimer : Inspired from “The Moment”

###

“Kalau suatu hari aku tidak bisa mendengar lagi, apa kau masih bersedia berada di sisiku?”

###

Jemari-jemarinya memainkan senar biola itu dengan tidak bersemangat. Wajah yang kusut, ditambah dengan suasana hatinya yang jelek, menunjukkan bahwa hari ini adalah hari yang buruk baginya. Bola matanya memandang seluruh isi ruangan ini dengan malas. Lagi-lagi, hari ini dia harus menghadiri ekstrakurikuler yang paling dibencinya—musik.

Dentingan piano dan gesekan biola menggema merdu di seluruh ruangan. Baginya, suara-suara itu sangat mengganggu, berisik. Ia ingin sekali melangkah pergi dari ruangan ini. Andai saja ia bisa.

“Nichkhun-ssi? Kau tidak latihan? Konsernya terjadwal minggu depan, kau sudah tahu?” tanya Guru Kim, guru ekstra musik Sekolah Seung In. Ia menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan tingkah murid yang sama sekali tidak bertenaga di depannya ini.

“Iya aku tahu. Sebentar lagi aku latihan,” jawab Nichkhun lemah dengan wajah acuh tak acuh. Ia meraih tongkat biolanya dan memosisikannya tepat di atas senar. Lalu ia menggesekkannya ke biola dengan kasar, tanpa peduli bagaimana suara yang dihasilkannya.

Guru Kim memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia tak mengerti apa tujuan anak itu ke sini. Untuk apa dia menghukum dirinya sendiri dengan mengikuti ekstra musik, kalau ia sama sekali tidak menyukai musik? Guru Kim bertanya-tanya dalam hati.

“Semuanya, sekarang kita akan latihan untuk konser penyambutan tahun pembelajaran baru. Kalau ada pertanyaan, tanyakan saja kepadaku,” kata Guru Kim seraya berjalan ke meja guru. Para murid serentak berdiri dan berjalan menuju ke meja guru sambil membawa lembaran not balok mereka yang baru saja dibagikan oleh Guru Kim. Kelihatannya, lagu yang akan mereka bawakan nanti sangat susah.

Nichkhun membaca lembaran not balok yang ada di genggaman tangannya dengan lesu. Ia tak peduli apakah ia bisa membaca not itu tanpa kesusahan atau tidak, ia hanya ingin ekstra musik ini segera selesai. Tak lama kemudian, not balok tersebut membuatnya muak. Ia mencampakkan lembaran itu ke lantai dan melipat tangannya di depan dada.

Suara dentingan piano menangkap perhatiannya. Di tengah keributan para murid yang bertanya kepada Guru Kim, ada seorang gadis yang memainkan pianonya. Dan lagu itu—adalah lagu yang baru saja diberi oleh Guru Kim.

Segera Nichkhun mengunci pandangannya ke arah gadis itu. Ia memerhatikan setiap gerakan jemarinya di atas tuts-tuts piano. Jari-jari itu bergerak dengan lincah, tanpa ragu-ragu sedikit pun. Kemahirannya bermain piano pun terbukti begitu saja. Wajahnya tampak menghayati lagu itu dengan sangat. Tubuhnya seakan menari mengikuti setiap nada yang mengalir keluar dari piano. Semua itu, terlihat indah di mata Nichkhun. Ada sesuatu di dalam gadis itu yang membuat Nichkhun tertarik padanya.

Tanpa Nichkhun sadari, ia bangkit berdiri dari tempat duduknya, membawa biola miliknya, dan melangkah ke arah piano itu. Dalam sekejap, ia sudah berdiri tepat di sebelah gadis itu. Nichkhun memejamkan matanya, mempersiapkan posisi biolanya di antara pundak dan dagunya. Selang beberapa detik, tangan Nichkhun bergerak untuk menggesek tongkat biolanya.

Nada-nada merdu dari kedua alat musik tersebut terpadu dengan indahnya. Setiap melodinya seakan bersahut-sahutan, berbalas-balasan, tanpa terdengar ganjil sedikit pun. Kelas pun menjadi sunyi dan hening. Setiap murid menganga menatap performa yang luar biasa itu, perpaduan antara Nichkhun si jenius biola dan si murid baru, tak terkecuali Guru Kim.

Dunia ini seakan milik mereka berdua. Mereka terhanyut ke dalam permainan mereka yang begitu cantik. Waktu seakan berhenti, seiring mengalirnya lagu itu. Sesekali mereka bertemu pandang dan bertukar senyum. Pemandangan itu, sangat hangat, romantis, hingga mungkin dapat membuat orang lain terharu melihatnya.

Ketika lagu itu selesai, tepuk tangan meriah mengikuti permainan mereka. Bahkan ada beberapa dari mereka menitikkan air mata. Secara otomatis, Nichkhun dan gadis itu membungkuk hormat sembilan puluh derajat kepada para penonton, kemudian kepada satu sama lain. Di saat itulah mereka bertukar pandangan sedikit lama. Dan, Guru Kim membuyarkan suasana di antara mereka itu.

“Kalian berdua benar-benar hebat. Baiklah, sudah kuputuskan. Kalian berdua akan bermain duet pada saat konser nanti!” seru Guru Kim menggebu-gebu. Ia terlihat bersemangat. Sepertinya bakat seperti ini sangat langka dan jarang ditemukan di antara murid-murid Sekolah Seung In.

Perkataan Guru Kim pun disambut dengan sorakan meriah para murid. Sepertinya, semua murid setuju dengan keputusannya. Performa tersebut pasti akan sangat mewah jika ditampilkan di atas panggung. Mereka sendiri sangat menantikan untuk melihat penampilan itu lagi.

Kemudian, Nichkhun mengangkat sebelah tangannya ke atas. “Maaf Kim-sonsengnim, aku tidak ingin berpartisipasi dalam duet itu.”

###

“Hei, bolehkah aku bertanya padamu? Mengapa kau tidak ingin melakukan duet itu denganku? Memangnya keahlianku masih belum sebanding denganmu?” tanya gadis itu penasaran pada keesokan harinya saat ekstra musik kembali berlangsung sepulang sekolah.

Nichkhun yang sedari tadi hanya menggesek-gesek biolanya dengan asal, hanya mengedikkan bahu ketika gadis itu bertanya padanya. “Tidak ada alasan penting, hanya aku tidak mau saja.”

Gadis itu memandang Nichkhun sambil mengerutkan alisnya. Matanya terarah pada tangannya yang memainkan biola dengan asal, sama sekali tidak bersemangat. “Kau sangat mahir bermain biola, tapi kau mengapa sama sekali tidak menikmati permainan biolamu?”

Nichkhun membanting biola itu di kursi sebelah tempat duduknya hingga membuat gadis itu terlompat kaget, lalu melipat kedua tangannya di depan dada dan membuang muka. “Itu bukan urusanmu.”

“Tentu saja urusanku! Kau adalah partner duetku untuk konser minggu depan. Kalau kau tidak menikmati permainanmu, lalu bagaimana aku menikmati permainanku?” Gadis itu lalu melirik ke badge nama di bagian dada sebelah kanan seragam sekolah Nichkhun. “Nichkhun-ssi, mari kita bekerja sama. Namaku adalah Tiffany.”

###

Saat sepulang sekolah keesokan harinya, Nichkhun menemukan Tiffany sedang berjongkok di taman sekolah. Karena penasaran akan apa yang dilakukannya, Nichkhun menyandarkan sepedanya pada dinding taman dan berjalan menghampiri Tiffany.

“Tiffany-ssi, apa yang sedang kau lakukan?” Nichkhun ikut berjongkok di sebelah Tiffany dan membelalakkan mata ketika melihat alat perekam yang digenggam olehnya. “Untuk apa alat perekam itu?”

“Sstt..pelan sedikit. Sebentar lagi selesai,” bisik Tiffany tanpa menoleh ke arah Nichkhun sama sekali. Matanya terfokus pada belalang yang ada di sehelai daun di antara tanaman yang lebat itu. Tangan kirinya yang menggenggam alat perekam yang didekatkan ke tubuh belalang itu. Setelah belalang itu bersuara, Tiffany mendekatkan alat perekam ke mulutnya dan berkata, “Suara belalang, 26 Juli 2013.”

“Selesai!” seru Tiffany senang sehabis mematikan alat perekamnya.

“Sebenarnya apa yang kau lakukan?” tanya Nichkhun bingung.

“Aku merekam suara belalang itu.”

“Untuk apa?”

Tiffany bangkit berdiri dan berjalan menuju ke atas bukit, yang membuatnya dapat melihat seluruh pemandangan sekolah. Nichkhun mengikuti dari belakang dalam diam.

“Aku cinta suara,” kata Tiffany,” menurutku, suara adalah hal terindah dalam dunia ini. Aku ingin merekam seluruh suara di dunia ini ke dalam alat perekamku. Untuk mengingatnya, dan menjadikannya memoku.” Ia menatap keseluruhan taman dengan wajah berseri-seri.

Nichkhun mengangguk-angguk pertanda mengerti. Tiba-tiba saja gadis itu menoleh ke arah Nichkhun sambil berseru, “Yahh! Nichkhun-ssi, aku tahu! Bagaimana kalau kau membantuku untuk mengumpulkan suara di dunia ini?”

Baru saja Nichkhun hendak memprotes, Tiffany sudah menarik lengannya dan membawanya turun dari bukit menuju sepeda yang dipakai Nichkhun tadi.

Yahh! Tiffany-ssi, apa maksudmu? Mengapa aku?” tanya Nichkhun kebingungan di tengah nafasnya yang terengah-engah.

“Karena kau adalah orang yang cocok,” kata Tiffany sambil menunjukkan senyumnya yang manis, “ayo kayuhlah sepedanya dengan tanganmu, aku ingin merekam suaranya.” Tiffany mengeluarkan alat perekamnya lagi, ia terlihat sangat senang.

Nichkhun mendengus kesal dan berjongkok di sebelah sepedanya. Dengan enggan ia mengayuh sepedanya dengan tangannya. Tiffany menyalakan alat perekamya.

“Kayuhan sepeda, 26 Juli 2013.”

Ketika Tiffany hendak berterimakasih pada Nichkhun, ia mengurungkan niatnya karena Nichkhun tertidur, bersandar pada tembok taman. Tiffany terkikik geli. Ia mendekatkan alat perekamnya pada hidung Nichkhun. Sesaat kemudian Nichkhun terbangun dan melompat menjauh.

“Dengkuran Nichkhun-ssi, 26 Juli 2013.”

Tiffany tertawa terbahak-bahak melihat wajah Nichkhun yang cemberut setelah menyadari apa yang telah dilakukan olehnya. “Ayo Nichkhun-ssi, masih banyak tempat yang harus kita kunjungi.”

Mereka berkeliling daerah sekitar sekolah dan merekam segala hal yang mereka temukan. Mulai dari suara mobil lewat, suara dedaunan yang berbisik terkena angin, suara kuncing mengeong, suara anjing menggonggong, suara injakan daun-daun kering, dan masih banyak lagi.

Setelah lelah mengumpulkan suara, Nichkhun dan Tiffany beristirahat di bangku taman sambil minum sebotol air mineral dingin. Saat Nichkhun membuka botolnya dan meminum isinya, Tiffany cepat-cepat mengeluarkan alat perekamnya dan mendekatkannya ke kerongkongan Nichkhun.

“Nichkhun-ssi sedang minum air, 26 Juli 2013.”

“Hei, Tiffany-ssi. Apakah kau memang harus selalu merekam semuanya? Sampai-sampai segala yang kulakukan perlu kaurekam juga?” tanya Nichkhun penasaran.

“Iya, karena seharian penuh ini aku bersama denganmu. Aku ingin mengingatnya. Mengingat semua suara yang kudengar, semua suara yang kita dengar hari ini,” kata Tiffany sambil menatap alat perekamnya. “Alat perekam ini adalah hartaku. Suara adalah hal yang sangat berharga bagiku.”

Nichkhun menatap Tiffany lekat-lekat. Ada sesuatu dari dalam gadis ini yang misterius. Ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari dirinya. Wajahnya setiap kali ia memandang alat perekam itu, ada yang tersembunyi di baliknya. Di balik senyuman itu, tersembunyi kesedihan yang mendalam. Nichkhun dapat merasakan itu. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu Tiffany membicarakannya sendiri.

“Nichkhun-ssi, kau belum menjawab pertanyaanku. Kau sangat mahir bermain biola, tapi kau mengapa sama sekali tidak menikmati permainan biolamu?” tanya Tiffany, mengulangi pertanyaannya yang kemarin.

“Aku benci musik,” jawab Nichkhun pendek. Ia mendongak ke atas menatap langit yang mendung. Wajahnya mendadak menjadi gelap, segelap langit hari itu.

“Mengapa?” tanya Tiffany tertahan. Ia sangat kaget dengan pernyataan Nichkhun kali ini. Ia sama sekali tidak menduga kalau alasannya adalah karena ia membenci musik.

“Ayah dan ibuku adalah pemusik profesional. Ayahku adalah violinist, sedangkan ibuku adalah pianis. Mereka sudah berkali-kali keliling dunia untuk konser musik. Mereka tergabung dalam grup orkestra terkenal sedunia. Kadang-kadang, mereka berdua mengadakan konser duet.

Aku adalah anak tunggal dari mereka. Satu-satunya regenerasi laki-laki dari keturunan ayahku. Tentu saja aku memiliki beban berat untuk menanggung pamor keluarga ini. Sejak kecil, setiap hari aku dipaksa bermain piano dan biola. Siang sepulang sekolah sampai sore dilatih ibuku bermain piano, sedangkan sore sampai malam dilatih ayahku bermain biola. Lain dengan kebiasaan anak-anak seumuran denganku, aku tidak pernah pergi menghabiskan waktu bersama teman-teman. Bermain game, mencoba bermacam-macam olahraga, atau menginap di rumah teman, sama sekali tidak pernah. Hidupku hanya untuk musik, bermain musik, dan menguasai musik.

Lama kelamaan, perasaan benciku pada musik mulai tumbuh. Aku ingin sekali memberontak kepada orangtuaku. Aku ingin bebas. Aku tidak mau mereka membuatku benci kepada biola dan piano yang kucintai.”

Air mata Nichkhun menetes, seiring dengan berjalannya cerita itu. Ia mengusap matanya cepat-cepat, tidak ingin dilihat oleh Tiffany. Namun ketika ia menoleh ke arah Tiffany, wajahnya sudah dibasahi air mata. Selama Nichkhun menceritakan kisah hidupnya, ia juga ikut menangis.

“Sudahlah, Tiffany-ssi, tidak usah menangisi kisah hidupku. Aku tidak apa-apa,” kata Nichkhun sambil menghapus air mata Tiffany.

“Aku cinta musik. Aku sangat mencintai musik. Karena dengan kita bermain musik, kita dapat menghasilkan suara, dan aku sangat mencintai suara. Aku harap kau bisa sama denganku, mencintai suara. Karena suara adalah pemberian Tuhan yang paling indah,” kata Tiffany setelah tangisannya berhenti.

Tiba-tiba saja hujan turun dengan deras, dengan sekejap membasahi Nichkhun dan Tiffany. Tiffany mengeluarkan alat perekamnya untuk merekam suara hujan tersebut. Karena khawatir akan Tiffany, Nichkhun melepas jaket yang dikenakannya dan menggunakannya untuk melindungi Tiffany dari hujan sementara dirinya basah kuyup.

“Sudah selesai merekam?” tanya Nichkhun dengan susah payah karena wajahnya tertampar oleh air hujan yang menusuk-nusuk dengan deras.

“Sudah, ayo kita berlindung,” kata Tiffany sambil berlari ke bawah pohon beringin di taman sekolah diikuti Nichkhun yang masih menutupi kepala Tiffany dengan jaketnya. Mereka tertawa riang karena kebodohan mereka tidak segera berpindah ke tempat yang terhindar dari hujan setelah melihat langit yang begitu gelap tadi.

“Besok, aku akan menunjukkan kepadamu tempat yang menarik.”

###

“Tiffany-ssi, aku tadi sudah bilang kepada Kim-sonsengnim kalau nanti konser aku ingin ikut tampil duet bersamamu,” kata Nichkhun ketika mereka bertemu seusai ekstra musik.

Tiffany tidak menjawabnya, melainkan ia menatap lurus ke depan, kosong.

“Tiffany-ssi?” tanya Nichkhun sambil menggoncangkan bahu Tiffany.

“Ah, ada apa Nichkhun-ssi?” tanya Tiffany gelagapan.

“Aku bilang aku akan tampil duet bersamamu. Sudahlah lupakan, apa yang kau pikirkan tadi?”

“Tidak apa-apa. Oh iya, katamu kau akan menunjukkan kepadaku sesuatu yang menarik, apa itu?”

Nichkhun merasa, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Tiffany yang tidak ingin ia beritahukan kepada Nichkhun. Tapi apa itu? Tiffany tidak pernah mengungkitnya.

“Ikutlah denganku.”

Nichkhun membonceng Tiffany di sadel belakang sepedanya dan membawanya meluncur terus dan terus sampai mereka melihat rel kereta api yang panjang di depan mereka.

“Untuk apa kita melihat rel kereta api?” tanya Tiffany kebingungan.

Nichkhun turun dari sepeda, menyandarkannya pada pohon terdekat, dan berjalan menuju rel itu. Ia menempelkan telinganya pada rel besi itu. Kemudian wajahnya berseri-seri. Tangannya menggapai-gapai udara dengan cepat, mengisyaratkan Tiffany untuk segera mendekat.

“Sini-sini, dengarlah! Suara kereta apinya terdengar!” seru Nichkhun senang.

Tiffany mengikuti saran Nichkhun dan bersorak gembira. “Aku dapat mendengarnya!” Ia mengeluarkan alat perekamnya dan mendekatkannya kepada rel kereta api itu.

“Suara kereta api, 27 Juli 2013.”

“Tiffany-ssi, sepertinya kita harus menyingkir dari sini, kereta apinya sudah mendekat.” Nichkhun memandang kereta api dari kejauhan dengan panik.

Nichkhun mendorong Tiffany ke sisi rel dan ia melompat ke sisi lainnya. Sehingga ketika kereta api itu lewat di depan mereka, mereka tidak dapat melihat satu sama lain.

“Tiffany-ssi, kau dengar aku? Sebenarnya aku menyukaimu, maukah kau menjadi pacarku?” seru Nichkhun sekuat tenaga, berusaha mengalahkan suara kereta api.

“Apa katamu? Aku tidak dengar,” dusta Tiffany. Sebenarnya ia mendengarnya, tapi ia ingin mendengarkan kata-kata Nichkhun lagi. Ia mengeluarkan alat perekamnya dan menyalakannya.

“Aku bilang, sebenarnya aku menyukaimu, maukah kau menjadi pacarku?” ulang Nichkhun.

“Nichkhun menyatakan cinta kepadaku, 27 Juli 2013.”

Tepat setelah Nichkhun selesai berbicara, kereta api telah menjauh dan mereka dapat memandang satu sama lain lagi. Nichkhun cepat-cepat menundukkan kepalanya karena malu. Sedangkan Tiffany terkikik sendiri melihatnya.

“Iya, Khunnie. Aku mau menjadi pacarmu,” kata Tiffany di sela-sela tawanya.

Khunnie? Dia memanggilku Khunnie? pikir Nichkhun histeris dalam hati.

“Terima kasih….Fany,” ucap Nichkhun malu-malu.

###

“Khunnie,” panggil Tiffany.

“Iya?” sahut Nichkhun.

Tiffany menggandeng tangan Nichkhun erat-erat, seperti tidak ingin melepasnya untuk seumur hidup.

“Kalau suatu hari aku tidak bisa mendengar lagi, apa kau masih bersedia berada di sisiku?”

###

Seusai pulang sekolah hari ini, Nichkhun menemukan Tiffany sedang menangis di bangku taman sekolah. Nichkhun dengan segera berlari menghampirinya.

“Fany, kau kenapa menangis? Ada apa? Ceritakan padaku,” kata Nichkhun ikut sedih melihat pacarnya yang tercinta menangis.

Tiffany hanya menggelengkan kepalanya sambil terus menangis.

“Mengapa? Apakah ada yang sakit?”

Tiffany masih terus menggelengkan kepalanya.

“Lalu mengapa?”

Tiffany kembali menggeleng.

Mengapa dia hanya menggelengkan kepala? Jangan-jangan… pikir Nichkhun saat ia teringat dengan kata-kata Tiffany kemarin.

“Kalau suatu hari aku tidak bisa mendengar lagi, apa kau masih bersedia berada di sisiku?”

Kemudian Nichkhun mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menulis di atas kertas itu sambil mencucurkan air mata. Fany, apakah kau tidak bisa mendengarku? Lalu menunjukkannya kepada Tiffany, berharap bahwa masalahnya bukanlah ini.

Tiffany mengangguk.

“Aku  tidak bisa mendengar suara Khunnie lagi, 28 Juli 2013.”

###

“Aku pernah mengalami kecelakaan, dan kecelakaan itu melukai saraf pendengaranku. Dokter bilang, tidak bisa disembuhkan. Jadi aku harus memanfaatkannya dengan baik, sisa-sisa pemberian Tuhan yang akan hilang ini. Pendengaranku akan dimulai dengan tiba-tiba tidak bisa mendengar, kemudian pendengaran itu kembali. Tetapi tidak lama akan kambuh lagi. Terus begitu sampai akhirnya aku tidak bisa mendengar sama sekali.” Tiffany bercerita panjang lebar sambil menangis tanpa henti.

Nichkhun terus memegang tangan Tiffany selama ia bercerita. Ternyata selama ini ia menyimpan rahasia yang begitu besar. Air mata Nichkhun pun menjadi tidak terkendali. Bagaimana bisa? Pacarnya yang sangat mencintai suara dan musik malah kehilangan kemampuan mendengar. Semua ini tidak adil. Seharusnya dialah yang kehilangan pendengaran, dia yang dari dulu tidak pernah begitu menghargai kemampuannya mendengar.

“Fany, kau bisa mendengarku?” tanya Nichkhun di sela-sela tangisannya.

Tiffany mengangguk.

“Dengarkan aku, kau pasti bisa melalui semua ini. Aku yakin kau pasti bisa. Aku akan terus berada di sisimu. Tak peduli apapun yang terjadi,” kata Nichkhun sambil memegang kedua pundak Tiffany.

“Tapi aku takut. Aku takut. Aku takut bila aku tidak bisa mendengar suara belalang, suara sepeda, suara hujan, dan lain-lainnya. Dan yang paling aku takuti adalah bila aku tidak bisa mendengar suaramu lagi.” Tiffany menangis semakin histeris.

“Tidak apa-apa, aku di sini. Aku di sini.” Nichkhun memeluk Tiffany dengan erat.

“Aku sudah mulai kehilangan pendengaranku. Apakah kau masih mau dengan aku yang begini? Kau tahu, terkadang pemikiranmu yang optimis itu membuatku depresi. Kau bisakah membayangkan bagaimana rasanya menjadi diriku? Lihatlah kondisiku sekarang.”

Tiffany mendorong tubuh Nichkhun menjauh dan berlari, terus berlari sekuat tenaga, tanpa tahu ke mana tujuannya. Ia hanya ingin menjauh dari Nichkhun. Melihat Nichkhun, ia jadi teringat bahwa ia tidak bisa mendengar suara indahnya lagi. Hal itu membuatnya menjadi sedih dan semakin sedih.

“Tiffany, kau tidak bisa mendengar lagi. Kau harus melupakan kemampuan pendengaranmu, 29 Juli 2013.”

###

“Tuhan, tolong bantulah aku sekali saja. Tolong biarkan pendengaranku bekerja hari ini. Hanya untuk hari ini, 30 Juli 2013.”

“Tiffany-ssi, kau sudah siap?” tanya Guru Kim.

Tiffany mengangguk.

“Bagaimana denganmu, Nichkhun-ssi?”

Nichkhun mengangguk.

“Baiklah kalian berdua. Berikan yang terbaik, dan banggakan sekolah kita ini.”

Nichkhun dan Tiffany memasuki bagian bawah panggung sekolah, siap untuk naik ke atas panggung. Melihat wajah Tiffany yang begitu gugup, Nichkhun mengeluarkan selembar kertas dan menulis di atasnya, “Fany, kalau kau mulai kehilangan ketukan, lihatlah kakiku, aku akan terus mengetuk sepatuku untukmu.”

Tiffany tersenyum lemah dan mengangguk.

###

“Kim-sonsengnim, Tiffany-ssi di mana?” seru Nichkhun panik setelah mereka mengakhiri konser itu dengan sukses, karena ia tidak menemukan Tiffany di mana pun.

“Tadi aku lihat dia berlari keluar. Tepat setelah konser berakhir,” kata Guru Kim.

Nichkhun sontak berhambur keluar dari gedung sekolah dan berkeliling mencari Tiffany. Tapi sampai kapanpun dia mencari, dia tidak menemukan Tiffany.

Nichkhun berteriak histeris dan putus asa. Tiffany telah menghilang dari hadapannya. Nichkhun tidak pernah menemukan Tiffany.

###

“Aku ingin mendengarkan suara kereta api untuk terakhir kalinya, sebelum aku benar-benar kehilangan kemampuan mendengarku. Aku suka suara kereta api. Karena Khunnie menyatakan perasaannya padaku bersamaan dengan suara kereta api. Aku mau mengingat suara ini selamanya, 30 Juli 2013.”

Nichkhun memegang alat perekam milik Tiffany dan mendengarkan seluruh isinya. Ia selalu mencurahkan isi hatinya ke dalam alat perekam itu. Tanpa disadari, sekarang Nichkhun juga menganggap alat perekam itu adalah hartanya.

Sambil mendengar, sambil menangis. Begitu terus yang ia lakukan, setelah ia mendengar berita itu.

“30 Juli 2013 – Hari ini, ditemukan tubuh  seorang wanita berusia 16 tahun di rel kereta api Jalan Gangnam. Wanita itu diduga tewas tertabrak kereta api yang melaju dengan kecepatan kencang. Setelah mewawancarai pengemudi kereta api, ia mengatakan bahwa ia sudah membunyikan klakson berulang kali, tetapi wanita itu tidak menyingkir. Sewaktu diperiksa, ditemukan ternyata wanita ini tuli.”

###

Lima tahun kemudian, Nichkhun menjadi violinist dan pianis terkenal di segala penjuru dunia. Ia memiliki tur konser keliling dunia yang tiketnya terjual habis hanya dalam waktu lima menit. Orangtua Nichkhun sangat bangga dengannya. Anaknya telah berhasil menjadi pemusik yang tenar dan sukses.

Dan rahasia di balik kesuksesannya itu adalah…

“Khunnie, kau harus menjadi pemusik yang sukses seperti yang diinginkan oleh orangtuamu. Jangan menyerah. Jangan pernah menyerah. Karena aku ingin kau menyukai musik, seperti halnya aku menyukai suara. Ini adalah permintaan terakhirku. Aku mencintaimu, Khunnie. Lebih dari selamanya, 30 Juli 2013.”

-END-

###

Bagaimana? Kalian suka tidak ceritanya? Tiba-tiba aja pingin buat cerita kayak gini >.< jangan lupa comment ya 😀

35 thoughts on “Sound

  1. GILAAAA!! Ini kereeeeeenn bgt >,<
    AAAAAAAA *lebey haha….
    Keren thor, cuma kalo boleh kritik sih pendiskripsian.y kurang jelas hehe….
    Tp ide cerita bener" DAEBAK!! 😀
    bkin KhunFany lagi lagi dan lagi yah thor 😀

  2. Sumpah dr semua ff khunfany yg sad ending, ini yg bkin aq nangis! Authornya yg bkin ff wedding dress juga ya? Daebak thor, klo bkin ff sad story gk tanggung” smpe bkin aq nangis!

  3. Sedoh thor ceritanya…
    Knp tifaanny hrs meninggal….
    Tpi bangga sm khun akhirnya jdi violist sma pianis terkenal..

  4. 😦 aaaaa ini bagus banget, aku bacanya sampe nangis loh thor,, aku takjub sama author disini, pada bisa bikin nge feel alur ceritanya

Leave a reply to adelia Cancel reply