[FF Freelance] Blind in Love (Part 6)

blind in love

Title : Blind In Love (Chapter 6) || Author : Anissa A.C (@anissahac) || Rate : PG-15 || Length : 5889 words || Genre : Romance & Family || Cast’s : Kim Taeyeon [GG], Kim Jongwoon [SJ], Tiffany Hwang [GG], Cho Kyuhyun [SJ], Kim  Hyoyeon [GG], Lee Hyukjae [SJ] || Disclaimer : Terinspirasi dari berbagai lagu, novel, drama dan ff lain. Poster and Story originally made by me. Keep reading and commenting. ^^

Previous part: Part 1, Part 2, Part 3, Part 4, Part 5

The minute I heard my first love story I started looking for you,

not knowing how blind that was.

Lovers don’t finally meet somewhere. They’re in each other all along.

 

Jongwoon masih menatap sejoli itu dengan tatapan nanar. Kedua manusia itu nampak begitu menikmati dansa mereka. Serasa di dunia ini hanya ada mereka. Tak mau terlalu lama terlarut dalam rasa kesal yang entah apa sebabnya, ia memutuskan untuk kembali ke meja yang ditempati orang tuanya. Tiffany yang tadi sempat mengabaikannya, ternyata sudah kembali ke meja itu dan duduk di kursinya semula. Tak jauh berbeda dengan tatapan Taeyeon tadi, sebelum Kyuhyun mengajaknya berdansa. Tiffany juga menatap pasangan-pasangan di lantai dansa itu dengan tatapan miris.

“Kau tidak berdansa?” Tanya Nyonya Kim kepada putranya itu.

“Tidak, aku tidak berminat. Bukankah di New York itu sudah terlalu biasa? Aku sama sekali tak tertarik.” Ketus Jongwoon.

“Tapi, bukankah kau cukup pintar berdansa? Terlebih kau bilang di New York kau sudah terlalu sering berdansa. Mengapa kau tak kesana membuktikannya” Sedetik kemudian, Nyonya Kim memasang isyarat yang mengatakan ‘Ajak Tiffany berdansa atau kau akan merasakan akibatnya’. Jongwoon yang mengerti betul tabiat ibunya mengehela nafas panjang lalu beranjak dari kursinya yang belum ada semenit ia duduki.

“Steph, Come On.” Ajak Jongwoon sambil mengulurkan tangannya kepada Tiffany. Tiffany yang bingung dengan tingkah Jongwoon hanya bergumam singkat?

“Nde?”

“Ayo kita berdansa. Kau tak mau kan kita nampak seperti orang bodoh yang tak tahu cara berdansa.” Tukas Jongwoon dengan nada terpaksa.

Tiffany mengerti betul, sahabatnya ini tidak benar-benar ingin berdansa dengannya. Oleh karena itu, ia ragu. Apakah ia harus menolak? Atau sebaliknya, berdansa tapi dengan setengah hati. Cukup lama Tiffany bergeming, tanpa basa-basi Jongwoon menarik tangan gadis itu dan mengiringnya menuju lantai dansa. Entah apa yang ada dipikiran Jongwoon, ia menarik Tiffany ke lantai dansa dan berdiri tidak jauh dari pasangan yang sedari tadi membuatnya uring-uringan. Taeyeon dan Kyuhyun. Jongwoon melingkarkan tangan kanannya di pinggang Tiffany dan menuntun tangan kiri Tiffany ke pundaknya serta menautkan kedua jari mereka. Kaki kaki mereka mulai melangkah, ke kanan, ke kiri, ke depan, kebelakang. Mereka hanya mengulang-ulang gerakan kaki itu lalu sesekali Jongwoon akan mengiring Tiffany untuk berputar. Berbeda dengan Tiffany yang sedari tadi berusaha mengendalikan detak jantungnya, mata Jongwoon tak henti-hentinya melirik Taeyeon dan Kyuhyun yang berdansa di sampingnya. Entah gadis itu tidak sadar atau ‘berpura-pura tidak sadar’, ia sama sekali tidak terganggu dengan mata Jongwoon yang sedari tadi meliriknya dengan pandangan mengintimidasi.

Beberapa saat berlalu, seperti yang dikatakan sang mc, musik pun berganti dan pasangan-pasangan di ballroom itupun harus rela berpisah dengan pasangan mereka dan bertukar dengan pasangan yang terletak paling dekat dengan mereka. Entah takdir atau memang rencana Jongwoon sejak awal, begitu musik berganti, ia langsung melepas Tiffany, hingga kini yang terjadi ialah ia berhadapan dengan gadis yang membuat pikirannya uring-uringan, Kim Taeyeon.

Perasaan campur aduk memenuhi pikiran gadis itu ketika musik berganti dan Kyuhyun melepasnya. Kaget, kesal, gugup, benci, risih, takut, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Taeyeon  diam mematung ketika ia berhadapan dengan pria yang ia sadari,  sedari tadi menatapnya dengan mata elangnya, Kim Jongwoon. Diluar dugaannya, dirasakannya sesuatu melingkar di pinggang kanannya. Tidak hanya melingkarkan tangannya, kini pemilik tangan itu justru menarik tubuh Taeyeon sehingga tidak ada jarak yang memisahkan mereka.

Kaget? Tentu saja. Bahkan gadis itu spontan meletakkan kedua telapak tangannya di dada bidang pria itu. Berusaha menciptakan jarak antara ia dan pria itu, meskipun usahanya tak seberapa berhasil. Dalam posisi yang begitu dekat, bahkan ia bisa merasakan deru nafas pria itu menerpa wajahnya. Mata elang pria itu berhasil menembus retina mata Taeyeon meskipun gadis itu tak tahu apa maksud dari tatapan tajam mata sang pemilik mata. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sedari tadi ia hanya menarik kepalanya, memastikan wajahnya tidak  terlalu dekat dengan milik pria itu sambil sesekali matanya berkijap.

“Aku tidak tahu, kalau seorang penari profesional sepertimu masih merasakan gugup dan salah tingkah dengan partner dansanya.” Sindir Jongwoon.

“Aku tidak pernah mengatakan diriku seorang penari profesional. Dan, siapa bilang aku gugup?” Taeyeon membalas pertanyaan Jongwoon dengan nada menantang, bahkan matanya melotot dan dagunya sedikit terangkat. Pria itu terkekeh sinis.

“Mungkin aku tidak sesempurna Cho Kyuhyun. Tapi, bukan berarti ia berdansa lebih baik dariku.” Ujarnya penuh percaya diri. Perlahan tangan kirinya meraih tangan kanan Taeyeon dan menautkan jari mereka satu sama lain. Sadar akan apa yang dilakukan Jongwoon, Taeyeon menghela nafas panjang dan meletakkan tangan kirinya di pundak Jongwoon.

‘Aku rasa aku bisa bertahan sebentar. Lagipula, musiknya akan berganti lagi kan.’

Sementara itu,  Hyoyeon dan Hyukjae berdansa cukup jauh dari Taeyeon dan Jongwoon. Sepertinya aturan bertukar pasangan itu tidak berlaku pada mereka selaku pemilik pesta. Ditengah dansa romantis yang tengah mereka lakoni, mata Hyoyeon nampak berbinar menangkap sesuatu yang menarik matanya.

“Oppa!” Panggil Hyoyeon tanpa mengalihkan matanya dari kedua manusia itu.

“Hm? Apa yang sedang kau lihat?” Tanya Hyukjae penasaran.

“Lihat itu,” Jawab Hyoyeon sambil menunjuk dengan mengangkat dagunya ke arah Jongwoon dan Taeyeon.

“Ah, sepertinya Sooyoung akan merasa senang.” Komentar Hyukjae singkat.

“Bukan itu maksudku Oppa. Tidakkah mereka nampak serasi?”

“Apa kau senang melihat mereka berdua?” Tanya Hyukjae balik.

“Ya, aku merasa seperti ada sesuatu di antara mereka.” Jawab Hyoyeon dengan binar di matanya. Hyukjae memasang seringaian licik di wajahnya.

“Tunggu disini, dan perhatikan apa yang kulakukan.” Ucap Hyukjae sambil melepas posisi dansa mereka lalu melangkahkan kakinya entah kemana dan berhasil membuat Hyoyeon penasaran akan apa yang sedang dilakukan sang suami. Namun tak sampai berapa lama, ia bisa melihat dengan jelas, Hyukjae membisikkan sesuatu kepada salah seorang petugas yang berdiri di belakang sound system.

‘Ah, itulah sebabnya aku sangat mencintai pria licikku.’

Tidak hanya Jongwoon dan Taeyeon yang nampak canggung satu sama lain, Kyuhyun dan Tiffany pun nampak tidak jauh berbeda. Wajar saja, Kyuhyun dan Tiffany sama sekali tidak mengenal satu sama lain, dan tentu sangat aneh jika mereka tiba-tiba harus berdansa seperti saat ini.

“Ehem, sepertinya kau sudah sangat tidak sabar terlepas dariku dan kembali pada pangeranmu.” Sindir Kyuhyun.

Tiffany tersenyum menyindir dan menaikkan kedua alisnya. “Bukankah kau juga begitu? Ingin cepat-cepat kembali dengan permaisurimu.”

“Kau tenang saja, setelah musik berganti, kau bisa kembali dengan pangeranmu.”

“Begitu juga dengan kau, Tuan Cho.”

 

‘Mengapa musiknya tak kunjung berganti?’ Taeyeon mengumpat kesal dalam hatinya. Entah mengapa, pergantian musik yang sedari tadi dinantikan oleh Taeyeon tak kunjung terjadi. Hal ini jelas menyebabkan dirinya harus terjebak dalam dansa yang sama sekali tak diinginkannya. Terlebih bersama orang yang juga tak ia inginkan.

“Apakah begitu sopan santunmu ketika berdansa Nona Kim Taeyeon? Menundukkan kepala tanpa menatap pasanganmu?” Inilah yang Taeyeon takuti. Bukan pergantian lagu yang mengalun di telinganya, justru nada bicara sinis pria itu yang kembali memasuki telinga gadis itu.

Taeyeon kembali menghela nafas panjang lalu ia mulai mengangkat kepalanya untuk menatap pria itu dengan ragu. Dan seperti dugaanya, perasaan aneh itu kembali menyerang dadanya ketika matanya bertemu dengan mata Jongwoon. Perasaan aneh yang sama sekali tak bisa di deskripsikan.

“Mengapa anda begitu cerewet dan suka sekali menuntut? Aku sempat berpikir bahwa diriku salah telah menilaimu sebagai pria egois dan arogan ketika kau menolongku di pinggir jalan dan ketika kau bercerita tentang Ibu Taewoon. Tapi sepertinya kali ini aku harus kembali menyalahkan otakku yang dengan mudahnya tertipu akan topengmu ini tuan Kim.” Meskipun rasa gugup yang menyerangnya sudah mencapai tingkat akut, setidaknya rasa gugupnya ini masih dapat diajak berkompromi ketika dirinya berbicara dan bersikap di hadapan pria ini.

“Topeng? Bukankah harusnya kau sadar bahwa wajah menantangmu ini juga topeng? Topeng yang kau gunakan untuk menutupi perasaan gugupmu.

“Gugup? Bukankah aku sudah mengatakan padamu, aku sama sekali tidak gugup. Lagipula tak ada yang istimewa darimu yang dapat membuatku gugup.”

“Heh? Aku khawatir melihat gelagatmu. Jangan-jangan kau menyimpan rasa padaku.”

‘Sebenarnya apa mau pria ini? Mengapa bicaranya ngelantur kesana kemari.’

“Bisakah kau menyimpan kepercayaan dirimu yang sudah melampaui batas itu?” Kali ini nada bicara Taeyeon yang justru terdengar dingin. Sementara yang diajak berbicara hanya tersenyum masam.

 

Taeyeon meletakkan kedua tangannya di bawah keran wastafel dan membiarkan tangannya basah oleh air yang mengalir. Dengan perasaan kesal ia menggosok-gosokkan kedua tangannya dengan kasar. Bahkan tak jarang cipratan-cipratan air mengenai gaun putihnya.

“Dasar pria brengsek. Sepertinya dia suka sekali mempermainkan diriku sejak diawal pertemuan. Dia kira siapa dirinya? Dia juga sangat tidak konsisten. Terkadang ia akan menjadi pribadi yang sangat menyenangkan, terkadang kepribadiannya menembus batas kekesalan manusia yang dihadapinya. Apa dia kira, dia bisa bebas mempermainkanku mentang-mentang dia sering membantuku.” Taeyeon tidak berhenti-berhentinya mengomel mengingat perilaku-perilaku pria itu. Siapa lagi kalau bukan Kim Jongwoon.

“Pokoknya tekadku sudah bulat! Setelah ini aku akan menempel pada Kyuhyun Oppa, agar ia tak bisa merecokiku lagi. Aku sudah tak punya tenaga untuk meladeninya, sepertinya setelah ini aku harus makan banyak untuk mengganti tenagaku yang sudah  habis aku keluarkan.” Masih dengan omelannya, kali ini ia mengeringkan tangannya dengan tisu. Tentu saja gaya bringas yang diakibatkan oleh  kekesalannya belum hilang.

“Songsaenim.” Panggil suara bocah yang tidak asing untuk Taeyeon.

“Hyoeun-ah!” Serunya ketika menolehkan kepalanya dan mendapati seorang bocah yang baru saja keluar dari salah satu pintu toilet.

“Apa Songsaenim sedang marah?” Tanya bocah itu polos. “Dari tadi aku mendengar songsaenim mengomel.”

“Ah itu… Oh ya kau kesini sendiri?” Taeyeon yang tak tahu harus menjawab apa memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan.

“Tidak, Taewoon juga ke toilet, tapi ia di toilet laki-laki. Katanya perutnya sangat sakit.” Ujar bocah itu sambil mencuci tangannya. Setelah Hyoeun itu mencuci tangannya, Taeyeon membantu gadis cilik itu mengeringkan tangannya dengan tissue.

“Ah, mungkin dia sedang sembelit. Pasti dia terlalu banyak makan.” Jawab Taeyeon asal.

Setelah selesai dengan urusan mencuci tangan, kedua gadis itu memutuskan untuk keluar dari toilet bersama. Kim Taewoon terlihat sedang duduk di sebuah bangku yang terletak di koridor, tak jauh dari pintu toilet. Sepertinya bocah laki-laki itu sedang menunggu sepupunya ini. Tapi Taeyeon dapat menangkap hal yang cukup janggal pada bocah itu. Bocah itu nampak meringis sambil mencengkeram perut sebelah kanannya.

“Taewoonie, apa kau sakit?” Cemas Taeyeon sambil mendudukkan dirinya di sisi bangku yang kosong di sebelah Taewoon.

“S-Songsaenim, p-perutku s-ssakit.” Ringis Taewoon. Airmata mulai memenuhi kelopak mata bocah itu. Taeyeon yakin pasti sakit yang dirasakan Taewoon teramat sangat. Dengan dipenuhi rasa khawatir, Taeyeon menarik Taewoon ke dalam pelukannya dan mengusap punggung Taewoon lembut.

“Hyoeun-ah…” Panggil Taeyeon pelan.

“Ne Songsaenim?”

Taeyeon menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

‘Sepertinya aku memang harus berurusan dengan pria itu lagi.’

“Apakah Songsaenim bisa meminta bantuanmu?”

 

*****

 

Jongwoon menikmati makan malamnya dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya.

“Oppa nampak senang sekali.” Ujar Tiffany dengan wajah penasaran.

“Benarkah Steph?” Jongwoon berusaha menyembunyikan senyumannya, tapi sepertinya usahanya tidak berhasil.

“Hey, matamu yang nampak seperti garis itu tak bisa berbohong.” Mendengar jawaban Tiffany, Jongwoon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya terkekeh.

“Oppa, apa kau ingin menambah sesuatu di piringmu? Kebetulan aku ingin mengambil salad lagi.” Tawar Tiffany.

“Tidak, aku rasa cukup.” Tolak Jongwoon sambil menggelengkan kepalanya dan menatap piringnya.

“Baiklah, kalau begitu aku kesana dulu.” Ucap Tiffany lalu meninggalkan kursinya menuju meja yang tertata rapi dengan berbagai jenis makanan.

Sepeninggal gadis itu, Jongwoon kembali melanjutkan aktifitas makannya. Sesekali matanya akan melirik ke sana kemari, seperti mencari sesuatu.

“Makan sambil memasang senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya lalu celingukan mencari sesuatu. Aku khawatir duda kita ini akan mengulang sesuatu di dalam hidupnya.” Sindir seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan Tiffany. Lee Hyukjae. Sang istri, Hyoyeon, memposisikan dirinya duduk di sebelah Hyukjae.

“Awalnya aku mengira kau sangat sempurna bersanding dengan Dokter Stephanie Hwang, tapi ternyata seorang penari pun sangat serasi disandingkan denganmu, Oppa.” Timpal Hyoyeon melanjutkan sindiran sang suami.

“Apa maksud kalian?” Entah sejak kapan, senyuman pria itu hilang begitu saja, tergantikan dengan wajah dingin serta ekspresi datarnya yang merupakan ciri khasnya.”

“Kau artikan saja sendiri.” Jawab Hyoyeon dengan cuek.

“Kalau kalian berpikir aku menyukai gadis seperti Kim Taeyeon, kalian salah besar. Aku hanya senang bisa mengerjainya, terlebih aku penasaran saja dengan selera Cho Kyuhyun kali ini.” Terang Jongwoon sambil menikmati makanannya.

“Aku rasa seleramu dan Cho Kyuhyun tak pernah jauh berbeda.” Ujar Hyukjae keceplosan. Mendengar ucapan Hyukjae, Jongwoon langsung memberikan tatapan membunuh kepada pria itu yang sukses membuat Hyukjae salah tingkah.

“Sudahlah, tak usah memasang wajah seperti seorang anak yang balonnya dirampas. Lanjutkan saja makanmu.” Ujar Hyoyeon berusaha menghindari kedua pria itu dari perdebatan yang ia yakin akan berlangsung lama jika tidak dihindari.

“Jongwoon Samchon!” Baru saja Jongwoon akan melanjutkan kegiatan makannya, namanya dipanggil begitu saja oleh suara yang ia yakini adalah suara Hyoeun.

“Hyoeun-ah.” Seru Jongwoon ketika melihat gadis cilik itu berlari menembus keramaian dai berhenti di dekat kursi Jongwoon dengan nafas yang belum beraturan.

“Ya, Lee Hyoeun, apa yang terjadi?” Pekik Hyoyeon melihat putrinya mengatur nafas dengan kepanikan yang menghiasi wajah gadis cilik itu.

“T-Taewoon..”

 

Begitu mendengar penuturan Hyoeun mengenai apa yang terjadi pada Taewoon, Jongwoon, Hyukjae dan Hyoyeon langsung berlari ke tempat yang di maksud Hyoeun. Namun, tidak jauh dari tempat Taewoon berada, Jongwoon mengehentikkan langkahnya. Ia terdiam mematung karena pemandangan yang ada di hadapannya. Putranya, Kim Taewoon, tengah menangis sembari mencengkram perutnya yang sakit di pelukan Kim Taeyeon. Wajah gadis itu tak kalah khawatir. Tangannya tidak berhenti mengelus-elus punggung serta perut Taewoon.

“Ya! Apa yang kau lakukan!?” Hyukjae yang sedari tadi berlari dibelakang Jongwoon langsung menyadarkan Jongwoon dari lamunannya dan menarik pria itu untuk mendekat pada Taeyeon dan Taewoon. Taeyeon yang menyadari kehadiran tiga manusia itu, langsung melepaskan pelukannya pada Taewoon dan hanya mengelus punggung bocah itu.

“Apa yang terjadi?” Tanya Hyukjae panik.

“Aku tidak tahu, tadi aku pergi ke toilet dan saat aku keluar dari toilet, aku menemukannya menangis sambil mencengkram perutnya.” Jelas Taeyeon dengan wajah khawatir yang juga menghiasi wajahnya.

“Ya! Kim Jongwoon! Apa yang kau lakukan? Anakmu sudah kesakitan seperti ini, dan kau hanya diam mematung seperti ini.” Bentak Hyukjae kesal pada Jongwoon. Hyoyeon yang melihat reaksi suaminya ini hanya bisa menepuk-nepuk pelan pundak Hyukjae, berusaha menenangkan pria itu.

“Jongwoon Oppa, daripada kau hanya mematung seperti itu dan tak menyelesaikan masalah, lebih baik sekarang kita bawa Taewoon ke rumah sakit.” Usul Hyoyeon.

“Jangan.” Lirih Jongwoon.

“Apa maksudmu jangan?” Ulang Hyukjae dengan kekesalan yang kembali tersulut. “Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang!”

“Kalian adalah tuan rumah pada pesta ini. Bagaimana bisa kalian meninggalkan acara ini begitu saja.” Kali ini Jongwoon tak tinggal diam. Ia berteriak kesal kepada adik dan adik iparnya itu.

“Lalu kau maunya apa Kim Jongwoon? Membiarkan anakmu terus kesakitan disini? Atau menunggu Pak Jung yang jelas-jelas tidak berada disini. Bukan tidak mungkin hal yang lebih buruk terjadi jika kita harus menunggu Pak Jung. Semuanya hanya membuat masalah semakin panjang dan tertunda.” Bentak Hyukjae yang sudah tidak tahan dengan sikap kakak iparnya ini.

“Kim Hyoyeon.” Panggil Jongwoon dengan kekesalan yang ditahannya. “Hyukjae membawa mobil kan? Bisakah kau meminjamkan kunci mobilmu padaku?” Mendengar permintaan Jongwoon, Hyoyeon dan Hyukjae menatap pria itu dengan tatapan tidak percaya.

“Apa maksudmu meminta semua ini? Tak sadarkah Oppa, kalau Oppa belum terbebas dari Trauma yang menghantuimu. Biarkan kami yang mengantar kalian ke rumah sakit! ” Kali ini Hyoyeon ikut berteriak kesal pada kakaknya ini.

“LALU AKU HARUS BAGAIMANA?” Rasa panik serta kekesalan Jongwoon yang sudah melampaui batas membuatnya membentak adik dan adik iparnya. Sesaat semua berubah menjadi sepi setelah bentakan Jongwoon. Taeyeon yang sedari tadi mengelus punggung Jongwoon dan tak ikut campur dalam perdebatan keluarga itu akhirnya angkat bicara.

“Perdebatan tak akan menyelesaikan masalah. Berikan kunci mobilnya padaku!”

 

*****

 

Keadaan ballroom itu berangsur-angsur sepi. Tiffany sedari tadi masih kukuh pada pendiriannya untuk menunggu Jongwoon di meja yang sedari tadi ditempati Tiffany, Jongwoon beserta kedua orang tua Jongwoon. Orang tua Jongwoon, sudah permisi dari pesta itu sejak selesai makan, dan menyisakan Tiffany yang menunggu Jongwoon dengan ketidak pastian.

Dengan keadaan ballroom yang sudah lumayan sepi, tak sulit untuk Tiffany mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang. Tapi sosok Jongwoon maupun Taewoon sama sekali tidak melintas di matanya. Tidak hanya itu, ponsel Jongwoon pun sedari tadi tidak aktif. Dan tentu saja, gadis ini cemas bukan main.

“Hyoyeon Eonni.” Pada akhirnya Tiffany memutuskan untuk memperjelas keberadaan Jongwoon melalui sepupu sekaligus adik angkat Jongwoon, Kim Hyoyeon.

Melihat Tiffany yang datang padanya dengan wajah bingung sekaligus cemas, Hyoyeon sadar akan satu hal.

“Astaga Fany-ah. Bagaimana bisa aku melupakanmu.” Hyoyeon menepuk keningnya dengan tangannya.

“Melupakan? Maksud Eonni?”

“Jongwoon Oppa sudah pergi sejak tadi. Taewoon mengalami sakit perut dan dengan segera Jongwoon Oppa melarikannya ke rumah sakit.”

“Taewoon? Ke rumah sakit?” Taeyeon mengerutkan keningnya kaget.

“Ya begitulah. Maafkan aku Fany-ah, aku sungguh lupa memberi tahumu.” Sesal Hyoyeon. Belum hilang rasa bersalah Hyoyeon pada Tiffany, tiba-tiba sosok lain yang juga dilupakan Hyoyeon juga datang kepadanya.

“Hyoyeon-ssi, dari tadi aku tak menemukan Taeyeon. Dimana gadis itu?” Tak jauh berbeda dengan Tiffany, Kyuhyun sepertinya sudah kelimpungan mencari Taeyeon. Terbukti, dari raut wajahnya yang tak kalah cemas.

“Astaga, bagaimana bisa aku melupakan kalian.” Kali ini Hyoyeon menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

“Hey, kau tak menjawabku. Dan apa maksudmu dengan kata ‘melupakanku’?” Tanya Kyuhyun dengan wajah yang agak emosi.

‘Astaga, entah reaksi apa yang akan diberikan Kyuhyun jika ia mengetahui Taeyeon sedang bersama Jongwoon.’

“Taeyeon? Ah… Tadi ia permisi terlebih dahulu padaku. Katanya ia ada urusan.” Jawab Hyoyeon bohong.

Kyuhyun yang tak yakin dengan jawaban Hyoyeon sudah memasang ancang-ancang untuk memaksa wanita itu berbicara jujur. Tapi belum sempat ia berbicara, Hyoyeon sudah menyelanya.

“Ah iya Kyuhyun-ah. Kau tinggal di daerah Gangnam kan? Bisakah aku meminta tolong padamu. Antarkan temanku Tiffany ke rumahnya. Kebetulan ia juga tinggal di Gangnam.” Mendengar perkataan Hyoyeon sontak tiffany dan Kyuhyun menatap Hyoyeon terkejut.

“Ayolah Kyu-ah, aku mohon.” Mohon Hyoyeon sambil menyatukan kedua telapak tangannya dan memasang wajah memelas.

“Hyoyeon Eonni, aku tidak apa-apa. Aku akan pulang dengan kendaraan umum saja.” Tiffany yang merasa tidak enak pada kedua orang itu akhirnya menolak ide Hyoyeon. Lagipula bagaimana bisa ia pulang dengan pria yang tak ia kenal? Terlebih raut muka pria itu mencerminkan ia menolak suruhan Hyoyeon.

“Fany-ah, tapi nanti k-”

“Sudahlah, aku yakin aku baik-baik saja. Aku permisi dulu. Annyeong Hyoyeon Eonni.” Tiffany memotong perkataan Taeyeon dan buru-buru pamit kepada Hyoyeon. Ia sungguh tidak mau memperpanjang masalah.

 

Tiffany berdiri di halte yang terletak tak jauh dari Lexington Hotel. Tangannya sesekali mengeratkan cardigan yang menutupi gaun pestanya. Beruntung Tiffany membawa cardigannya, karena udara malam itu dapat terbilang sangat dingin. Bahkan Tiffany bisa melihat uap air yang keluar dari mulutnya ketika ia menghela nafas.

Cukup lama Tiffany menunggu, namun ia tak kunjung melihat tanda-tanda kendaraan umum akan lewat. Kedua tangannya saling menggosok satu sama lain, berusaha menciptakan kehangatan. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah mobil hitam perlahan-lahan berhenti di hadapannya. Sempat muncul pikiran yang tidak-tidak di otak gadis itu ketika melihat mobil itu berhenti di depannya. Tapi pikiran-pikiran buruk itu buru-buru ia tepis ketika kaca mobil itu terbuka dan menunjukkan sang pengemudi mobil.

“Tuan Cho.” Kagetnya begitu melihat wajah pengemudi mobil itu.

“Masuklah.” Pinta Kyuhyun padanya.

“Eh?

“Aku serius, masuklah. Tidak baik seorang wanita diam di pinggir jalan seperti itu, apalagi pada malam hari.” Terang Kyuhyun.

Dengan ragu, Tiffany membuka pintu mobil lalu duduk di kursi penumpang di sebelah Kyuhyun.

“Apa benar tidak apa-apa?” Gadis itu kembali memastikan keraguannya.

“Kalau aku bilang apa-apa apa kau mau aku turuni sekarang?” Ucap Kyuhyun mencoba bergurau.

“Ah tidak, kurasa lebih baik seperti ini.”

Seperti halnya ketika berdansa, kali ini juga tidak ada yang membuka suara. Hening, itulah kondisi di dalam mobil itu. Kyuhyun sibuk berkonsentrasi pada kemudinya, sementara Tiffany hanya memandang kosong ke luar jendela, mencoba menikmati keindahan malam kota Seoul.

“Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” Tanya Kyuhyun mencoba membuka pembicaraan.

“Bertemu? Sepertinya kita bertemu saat kau menjemput nona Taeyeon dan aku menjemput Taewoon bersama Jongwoon Opa.” Jawabnya sambil berusaha mengingat-ngingat.

“Bukan. Bukan bertemu itu yang kumaksud. Sepertinya aku pernah melihatmu beberapa tahun silam.” Terang pria itu sambil menolehkan kepalanya sejenak pada Tiffany.

“Beberapa tahun? Entahlah. Sepertinya aku tak ingat.” Gadis itu mulai menerawang, mencoba mencari kenagan-kenangan pada masa masa yang telah berlalu. Tapi tetap saja ia tak menemukan pria itu di kenangannya.

“Tepatnya 8 tahun lalu. Di gereja. Saat pernikahan Kim Jongwoon dan Choi Sooyoung. Ya, kau tahu kan.” Kyuhyun hanya memberi petunjuk singkat, tanpa sedikitpun berniat untuk membuka kenangan lama yang telah melukainya.

“Pernikahan?” Ah itu… Kau melihatku? Kenapa kau masih ingat?” Meskipun gadis itu juga nampak terluka, ia berusaha agar terlihat tenang.

“Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja aku ingat.” Jawab pria itu santai. “Boleh aku bertanya sesuatu?” Tanya Kyuhyun lagi.

“Bertanya? Aku akan menjawabnya jika aku bisa. Jika tidak bisa, maaf.”

“Apa kau memiliki hubungan dengan Kim Jongwoon? Atau mungkin perasaan?”

Tanpa basa basi pertanyaan Kyuhyun meluncur begitu saja. Tiffany yang mulanya bingung memikirkan Kyuhyun yang melihat dirinya beberapa tahun silam, kini nampak tercengng.

‘To the point sekali manusia ini.’ Pikirnya sambil tersenyum pahit. “Maaf, sepertinya anda agak lancang bertanya hal seperti itu. Sementara ini baru kali pertama kita berbicara.”

“Begitukah? Baiklah, kalau begitu aku akan meminta jawabannya jika kita sudah akrab.” Ucap Kyuhyun skeptis. Mendengar perkataan pria itu, Tiffany menatapnya tak percaya.

‘Bagaimana bisa ada manusia yang mempunyai jalan pikiran seperti ini?’

“Kalau boleh aku tahu, mengapa kau tak pulang bersama Kim Jongwoon dan anaknya? Bukankah kalian datang bersama?” Tanya Kyuhyun kembali.

“Dia harus melarikan Taewoon ke rumah sakit. Jadi dia pergi tanpa memberi tahuku.” Jawab gadis itu singkat. “Tapi aku rasa Jongwoon Oppa tidak sendiri.” Entah mengapa, kalimat kedua gadis itu mampu mengalihkan perhatian Kyuhyun.

“Maksudmu?”

“Ya, kau tahu kan, Kim Taeyeon.”

“Bicaralah yang jelas Nona!” Ucap Kyuhyun tak sabaran.

“Sepertinya Nona Taeyeon ikut ke rumah sakit mengantar Taewoon. Bukankah Taewoon sangat akrab dengan gurunya itu? Terlebih, mereka adalah tetangga dan Taewoon pun sudah sering diasuh oleh Nona Taeyeon.”

Penjelasan Tiffany berhasil membuat  Kyuhyun terkejut. Tentu saja. Taeyeon, Jongwoon. Sepertinya hal yang ditakutinya bisa saja terjadi. Bahkan sangat besar kemungkinan ia akan kembali terjebak dalam masalah bersama Kim Jongwoon.

“Tuan Cho.” Panggil Tiffany pada Kyuhyun yang menatap jalan dengan pandangan kosong.

“Ne?” Pria itu menolehkan kepalanya dengan kikuk.

“Di depan sana terdapat perempatan, pinggirkan saja mobilmu di sebelah kanan, aku bisa melanjutkannya dengan berjalan kaki.” Terang Tiffany sambil menunjuk jalan yang ada di depannya. Tapi sepertinya ucapan Tiffany mubazir. Bukannya memberhentikan mobilnya, Kyuhyun justru membelokkan mobilnya di jalan yang dimaksud Tiffany.

“Tuan Cho, kenapa anda memasuki jalan ini? Aku bilang aku bisa melewatinya dengan berjalan kaki.” Gadis itu berbicara dengan agak mengomel, tapi sepertinya tidak digubris Kyuhyun.

“Dimana rumahmu?”

Gadis itu terdiam sejenak, namun tiba-tiba ia berseru.”Berhenti disini!”

“Terimakasih atas tumpangannya Tuan Cho.” Ujar gadis itu sambil memamerkan lengkungan matanya.

“Apakah kau putri dari Hwang Youngmin?” Untuk kesekian kalinya, Kyuhyun kembali bertanya. Bahkan gadis itu sampai mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil dan menoleh menatap Kyuhyun yang sepertinya sedang memperhatikan rumahnya dengan seksama.

“Bagaimana kau tahu nama ayahku?” Bingung gadis itu.

“Beberapa pekan yang lalu aku kesini untuk mengadakan pertemuan dengan ayahmu. Dan sekitar 2 hari yang lalu kami baru saja menandatangani kontrak kerja sama antara Youngsan  Group dan Jooyoung Group.” Ujarnya sambil tersenyum.

“Ah begitu, kalau begitu akan aku tanyakan pada ayahku nanti. Sekali lagi terimakasih. Selamat Malam.” Usai berpamitan, gadis itu langsung keluar dari mobil Kyuhyun dan masuk ke dalam rumahny. Begitupula dengan Kyuhyun, begitu ia memastikan gadis itu telah masuk ke dalam rumahnya, ia langsung melajukan mobilnya meninggalkan rumah Tiffany.

 

“Darimana saja kau? Kau tahu tidak baik untuk seorang wanita pulang selarut ini.” Ucap sebuah suara tegas menyambut Tiffany yang baru saja memasuki kediamannya.

“Eomma? Mengapa Eomma belum tidur? Tadi ada sedikit masalah sehingga aku jadi pulang selarut ini.” Tiffany yang malas berdebat dengan ibunya hanya menjawab seadanya.

“Masalah?” Ujar Ibu Tiffany meminta penjelasan.

Di tengah rasa lelah yang sudah menderanya sejak tadi, Tiffany menghela nafas. “Tadi Taewoon dilarikan ke rumah sakit karena sakit perut. Jadi, aku sempat tidak tahu harus pulang dengan siapa.” Ucapnya sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa di ruang tamu.

“Lalu, kau sekarang di rumah kan? Siapa yang mengantarmu pulang?” Masih dengan suara tegasnya yang membuat suasana mencekam, Nyonya Hwang kembali menyerang putrinya itu dengan pertanyaan. Tiffany yang menyadari sifat Over Protective orang tuanya ini hanya bisa bersabar dan sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk segera tidur malam ini.

“Hyoyeon Eonni meminta temannya untuk mengantarku.” Jawabnya sambil menuangkan air pada gelas yang tersedia di atas meja ruang tamu lalu menegaknya habis.

“Teman? Bahkan kau tak mengenalnya? Lalu mengapa kau mau diantar oleh orang yang tak kau kenal. Apakah dia pria atau wanita? Apa kau tahu sekarang banyak sekali tindak kriminal yang terjadi khususnya pelecehan seksual pada wanita. Lalu tanpa berpikir panjang kau malah mau diantarnya begitu saja? Cerca Nyonya Hwang dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Ibu, dia adalah seorang pria. Dia adalah teman yang sudah sangat dipercaya Hyoyeon Eonni. Aku pastikan dia adalah pria baik-baik. Ibu bisa lihat sendiri, aku pulang dalam keadaan selamat dan baik-baik saja. Dan untuk lebih meyakinkan ibu, dia adalah anak rekan bisnis ayah. Cucu dari pemilik Jooyoung Group. Apakah penjelasanku sudah cukup? Karena aku sudah terlalu lelah, dan ingin segera beristirahat.” Dengan emosi yang menggebu-gebu, Tiffany menjelaskan semuanya panjang lebar. Ia terlalu leah untuk mengontrol emosinya, yang ada di pikirannya hanyalah segera beristirahat.

Nyonya Hwang hanya menanggapi penjelasan panjang lebar tiffany dengan anggukan di kepalanya serta wajah datar. “Baik jika itu maumu, istirahatlah sekarang. Kita lanjutkan pembicaraan kita besok pagi.”

Begitu mendapat jawaban dari sang ibu, tanpa berbicara lagi Tiffany langsung beranjak dari sofa lalu menaiki tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai 2. Begitu putrinya sudah hilang dari matanya, sebuah senyuman penuh arti tercipta di bibir wanita paruh baya itu.

 

*****

 

Hoaahhm…

Dengan segera Taeyeon mengangkat tangan kanannya untuk menutup mulutnya yang tengah menguap. Matanya masih menatap mesin kopi di hadapannya, berharap mesin itu bisa bekerja lebih cepat. Sejak awal tiba di rumah sakit, Jongwoon langsung menggendong putranya ke dalam rumah sakit dan meninggalkan Taeyeon yang masih harus memarkir mobil. Dan inilah yang terjadi sekarang, sudah cukup lama waktu yang ia habiskan untuk celingukan di rumah sakit hingga akhirnya ia memutuskan untuk berdiri di depan mesin kopi. Berharap larutan hitam itu bisa mengusir kantuk yang perlahan menderanya. Taeyeon tahu betul dirinya bukanlah manusia bodoh yang tak tahu harus mencari kedua laki-laki itu dimana. Hanya saja, ia merasa tidak berhak untuk terlalu banyak ikut campur dalam urusan keluarga itu.

Setelah mesin dihadapannya ini berhenti bekerja, ia langsung melangkah meninggalkan tempat itu dengan harapan ia bisa mencari kursi kosong di koridor yang tengah ia lalui. Sementara matanya sibuk mencari-cari tempat duduk, kedua tangannya  menggenggam 2 buah gelas kopi yang baru saja ia beli. Sepanjang melewati koridor rumah sakit itu, tak sedikit orang yang membicarakan dirinya serta menatap Taeyeon dengan aneh, mengingat ia masih mengenakan gaun pestanya.

Tepat saat gadis itu berbelok di ujung koridor yang tengah ia lalui. Matanya menemukan seseorang yang sedari tadi dicarinya tengah duduk bersandar pada dinding dan dengan kepala yang menunduk. Taeyeon sempat ragu, untuk mendekati pria itu. Pasalnya, ia baru saja kembali mengalami adu mulut dengan pria itu.

“Bagaimana keadaan Taewoon?” Ucap Taeyeon setelah memutuskan untuk mengusir rasa gengsinya dan mendekati Jongwoon. Pria itu langsung mengangkat kepalanya dan menatap gadis dihadapannya ini.

“Kau belum pulang?” Tanya pria itu balik.

“Pulang membawa mobil yang bukan milikku dan meninggalkan kalian begitu saja? Gila saja.” Balas gadis itu sambil tersenyum lalu duduk di kursi yang berjarak satu kursi dari tempat Jongwoon duduk.

“Aku baik-baik saja kalaupun kau tinggal. Dan Taewoon, ia mengalami usus buntu. Beruntung salah satu temanku yang mendapat giliran jaga malam adalah dokter bedah, hingga akhirnya ia memutuskan untuk langsung mengambil tindak operasi pada Taewoon.” Ucapnya sambil mencoba tersenyum pada Taeyeon dan gadis itu hanya menganggukan kepalanya paham.

“Itu yang kau pegang, apakah salah satunya untukku?” Tanya Jongwoon sambil menunjuk kedua gelas kopi yang sedari tadi dipegang Taeyeon.

“Tentu saja. Kau tidak sedang berpikir kalau aku akan meminum 2 gelas kopi sekaligus kan?” Jawab Taeyeon mencoba bergurau lalu menyodorkan Jongwoon salah satu dari gelas yang di pegangnya.

“Terimakasih.” Ucapnya sambil menerima pemberian Taeyeon.

“Kalau memang keadaanya baik-baik saja, sepertinya aku bisa pulang sekarang.” Ujar Taeyeon sambil mengembalikan kunci mobil Hyoyeon pada Jongwoon. Melihat Kunci mobil yang disodorkan gadis itu, Jongwoon mengambil kuci itu dari tangan taeyeon dan menatapnya.

“Apa kau yakin? Tidak baik bagi seorang wanita pulang selarut ini. Lagipula bukannya cukup sulit mencari kendaraan semalam ini?” Ucap Jongwoon memastikan, tanpa seikitpun mengalihkan pandangannya dari Taeyeon.

Taeyeon melirikkan matanya sekilas, ketika matanya kembali bertemu dengan milik pria itu, ia kembali mengalihkan matanya langsung bangun dari duduknya.

“Aku tidak apa-apa. Justru semakin lama aku disini, bukannya akan semakin larut? Dan seperti yang kau bilang, semakin larut, akan semakin sulit mencari kendaraan umum.” Jawab Taeyeon kikuk.

“Kalau begitu aku pulang sekarang. Selamat malam.” Tak mau berlama-lama terlihat kikuk di hadapan Jongwoon, Taeyeon buru-buru berpamitan kepada Jongwoon dan membungkukkan badannya sekilas. Tapi belum sempat ia melangkah, tangan Jongwoon sudah menahan pergelangan tangannya lebih dulu. Dan seperti biasa, Taeyeon selalu bingung dengan sikap Jongwoon yang diluar dugaan.

“Dengan menghilangkan seluruh rasa gengsiku padamu, aku mohon, temani aku disini.” Lirih Jongwoon dan menatap Taeyeon tulus.

 

Meskipun Jongwoon berkata bahwa ia menghilangkan rasa gengsinya dan meminta Taeyeon untuk menemaninya, ia sama sekali tidak mengajak gadis itu berbicara setelah gadis itu mengiyakan permintaannya dan kembali duduk di kursinya. Kedua manusia itu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Jongwoon dengan pikirannya dan Taeyeon dengan ponselnya.

“Taeyeon-ssi.” Setelah cukup lama berdiam diri, pada akhirnya ia memanggil gadis itu.

“Ne?” Jawab Taeyeon sambil mengalihkan pandangannya dari ponselnya menghadap Jongwoon.

Alih-alih memulai pembicaraan dengan dengan gadis itu, Jongwoon malah melepas tuxedonya dan memberikannya pada Taeyeon.

“Aku yakin, sedari tadi orang-orang menatapmu dengan aneh mengingat kau masih mengenakan gaunmu itu. Lagipula bagian bahu gaunmu sangat terbuka, apa kau tidak kedinginan?”

“Ah ini….. Aku…” Taeyeon hanya menatap tuxedo itu tanpa bisa menjawab apa.

“Pakailah. Lagipula tak ada orang yang akan memandangku aneh jika aku hanya mengenakan kemeja tanpa tuxedo.”

Dengan ragu Taeyeon meraih tuxedo itu dan mengenakannya. Dengan tuxedo Jongwoon yang melekat di tubuhnya, untuk kedua kalinya ia mencium wangi parfum yang sama dengan wangi parfum yang melekat di hoodie Jongwoon.

“Terimakasih Dokter Kim.” Ucap gadis itu dan dibalas senyuman oleh Jongwoon.

“Taeyeon-ssi,” panggil Jongwoon lagi. “Apakah kau pernah berpikir Tuhan itu tidak adil?” Dengan wajah yang masih nampak lesu, Jongwoon menatap Taeyeon, seolah-olah meminta gadis itu untuk mengutarakan pendapatnya.

Gadis itu mencoba tersenyum meskipun hambar. “Tentu saja, terlalu banyak alasan yang dapat kita gunakan untuk menyalahkan Tuhan dan mengatai Tuhan itu tidak adil. Tapi percayalah, ada satu alasan yang harus kau yakini mengapa kau tak boleh mengatakan Tuhan tidak adil.”

“Jadi menurutmu apa alasan itu?”

“Tentu saja takdir. Setiap manusia sudah memiki suratan takdirnya masing-masing. Dalam takdir itu akan berlaku pepatah hidup bagaikan roda. Ketika kau di atas atau kau sedang bahagia. Kau harus mensyukurinya. Dan ketika kau dibawah dan menghadapi begitu banyak masalah, menyalahkan Tuhan serta penyesalan bukankah jalan keluarnya, tapi kau harus menjalaninya dengan ikhlas dan berusahan untuk menjadi seseorang yang lebih baik untuk kedepannya. Jadi, apa yang membuatmu berpikir Tuhan itu tidak adil, Dokter Kim?”

“Ibu Taewoon…. Aku tak tahu apa salahku, mengapa Tuhan mengambilnya begitu saja dariku dan Taewoon. Aku sangat mencintainya. Sejak awal aku yakin dia adalah takdirku, tapi mengapa Tuhan tak memberiku kesempatan lebih lama untukku merasakan kehadirannya disisiku. Dan melihat Taewoon yang semakin hari tumbuh dan berkembang, aku benar-benar merasakan kekosongan pada posisi yang seharusnya ditempatinya. Posisi sebagai seorang wanita yang mengisi hidupku  serta posisinya sebagai seorang ibu dalam mendidik serta membimbing putra kami. Terkadang aku merasa sangat bersalah pada Taewoon ketika ia hanya bisa menatap dengan nanar teman-temannya yang bisa memeluk dan mencium ibunya, bahkan bisa duduk di pangkuannya.”

Hati Taeyeon tersentuh mendengar ungkapan hati pria yang selama ini dinilainya sebagai pria dengan sejuta sisi negatif. Bahkan curahan hati pria itu membuat hatinya bergetar karena haru.

“Dokter Kim, kau pasti pernah mendengar pepatah ‘Mencintai tak harus memiliki’ kan? Meskipun ibu Taewoon sudah tidak bersama anda lagi, percayalah, anda masih bisa mencintainya. Ibu Taewoon tidak sepenuhnya meninggalkan kalian, ia masih tetap tersimpan di hati dan pikiran anda. Bahkan pada Taewoon sekalipun, aku yakin ia akan selalu membimbing putranya ke jalan yang benar,  meskipun dari dunia yang berbeda sekalipun. Lagipula…”

Ucapan terputus gadis itu mengundang rasa penasaran Jongwoon. Ia masih menatap gadis itu, dan kembali meminta penjelasan,  “Lagipula?”

“Kalau kau mau membuka hatimu, kau bisa mendapatkan seseorang yang tak kalah baik dengan Ibu Taewoon, yang mungkin bisa menempati posisi mendiang istri anda.”

Mendengar penjelasan Taeyeon, Jongwoon hanya tersenyum kecut. “Apa kau tahu Taeyeon-ssi? Aku adalah tipikal orang yang percaya jika setiap orang memiliki takdirnya masing-masing. Setiap orang hanya akan merasakan cinta  pada orang yang benar-benar menjadi takdir mereka. Dan aku rasa, aku sudah merasakannya, cintaku pada mendiang istriku. Dan dia memang wanita yang ditakdirkan untukku mekipun kami tak bisa menikmatinya lebih lama.”

Kali ini jawaban Jongwoon membuat gadis itu menggelengkan kepalanya heran. “Seperti yang kubilang tadi, mencintai tak harus memiliki. Dan bukan berarti jika mereka tak bersatu di akhirnya, mereka tidak saling mencintai. Banyak orang yang saling mencintai, namun mereka tidak ditakdirkan satu sama lain hingga akhirnya ia harus menerima takdir mereka dan membuka matanya untuk mencintai orang yang memang ditakdirkan untuk mereka. Bukannya tidak mungkin bagi setiap orang untuk merasakan lebih dari sekali yang namanya cinta. Banyak alasan yang dimiliki Tuhan membiarkan cinta yang lain untuk masuk dan menggantikan cinta yang sudah lebih dulu singgah. Bisa saja melalui cinta yang terdahulu, Tuhan ingin kita belajar. Tidak jarang kesalahan-kesalahan terjadi cinta terdahulu kita, hingga akhirnya pada cinta selanjutnya, kita telah memahami hal-hal yang telah kita lalui dan tak mengulang kesalahan kita pada orang yang memang  ditakdirkan untuk kita. Atau bisa saja, Tuhan ingin mempertemukan kedua orang yang ditakdirkannya melalui cinta yang terdahulu datang kepadanya.”

Jongwoon sempat tercengang dan mencerna penjelasan Taeyeon dengan seksama. Air muka pria itu nampak melunak meskipun masih tersisa berjuta pertanyaan di wajahnya. “Jadi menurutmu, apakah kemungkinan itu bisa saja terjadi padaku?”

“Tidak menutup kemungkinan Dokter. Lagipula, meskipun anda duda, tapi usia anda belum terlalu tua dan masih mendukung. Kau hanya perlu membuka hatimu, dan biarkan hatimu menilai yang mana pantas untuk anda.  Begitu banyaknya wanita di dunia ini, tidak menutup kemungkinan satu diantara mereka adalah orang yang mungkin akan Tuhan berikan pada Anda. Jangan biarkan hati anda dibutakan oleh prinsip idealis yang selama ini anda pegang. Jangan pernah merasa anda tidak bisa menerima wanita-wanita itu untuk memasuki ruang hati anda. Percayalah, cinta datang karena terbiasa. Mungkin jika anda terbiasa menerima kehadiran mereka di hidup anda, rasa cinta itu bisa tumbuh.”

“Begitukah pandanganmu Taeyeon-ssi? Aku cukup tercengang mendengarmu mengutaran pandangan-pandanganmu itu. Kau memang jauh lebih muda dariku, tapi pemikiranmu sungguh dewasa.”

“Aku hanya berpikir dengan menggunakan pengalamanku serta pengalaman-pengalaman orang-orang di sekitarku sebagai landasan teorinya. Aku juga tak sedewasa apa yang anda pikirkan. Terkadang aku masih  sering menyimpulkan hal-hal begitu saja tanpa tau kebenarannya.  Apakah anda tahu? Dulu sebelum anda memberi tahuku mengenai Ibu Taewoon, aku sempat mengira Dokter Hwang itu adalah istri anda. Hahahaha…Tapi ternyata aku salah.”

“Stephanie maksudmu? Kau adalah orang kesekian yang mengatakan hal seperti itu. Apa mungkin aku jatuh cinta dengan wanita yang bertahun-tahun menjadi sahabatku? Kau bilang cinta muncul karena terbiasa. Aku sudah terlalu terbiasa dengannya dan tak pernah muncul perasaan seperti itu.” Pernyataan Taeyeon berhasil membuat suasana mencekam tadi berubah menjadi suasana yang lebih santai. Bahkan kini Jongwoon menanggapi ucapan gadis itu dengan tawa yang menghiasi wajahnya.

Melihat pria itu tertawa, Taeyeon pun ikut terkekeh, “Bukankah sudah kubilang, tidak menutupi kemungkinan. Bisa saja lambat laun, Dokter Hwang adalah satu dari sekian wanita di dunia yang ditakdirkan untuk anda.”

“Hey, bukankah tidak menutup kemungkinan untukmu juga Taeyeon-ssi? Mengingat kau juga seorang wanita.” Entah apa yang ada dipikiran Jongwoon hingga kalimat itu begitu saja meluncur dari mulutnya.

“Apa?!” Taeyeon yang cukup kaget dengan pernyataan Jongwoon bereaksi seolah meminta Jongwoon mengulang kalimatnya.

“T-tidak. T-tidak ada.” Bantah. Jongwoon. Suasana hening kembali menyelimuti. Baik Jongwoon maupun Taeyeon sama-sama salah tingkah.

“T-Taeyeon-ssi. Aku harus membeli sesuatu, bisakah aku titip Taewoon padamu? Kabari aku jika Taewoon sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.” Jongwoon kali ini membuat dirinya nampak bodoh di depan seorang Kim Taeyeon. Bahkan ia tak berani menatap gadis itu dan berlalu begitu saja tanpa sempat Taeyeon menjawabnya.

‘Kim Jongwoon, kali ini kau nampak sangat bodoh dihadapan Kim Taeyeon!’

                

– Hai Reader!!!!!! –

Maaf agak telat ngepostnya, soalnya saya masih ada trouble ngetik part 7 jadi masih agak ragu buat ngirim ff-nya ini. Maaf juga masih banyak typo.  Oh ya, thanks buat reader yang udah baca apalagi komen, terutama yang komennya berisi kritik dan pendapat yang membangun. Oh ya Cuma mau sekedar ngasi info, kalo kalian pernah baca ff judulnya destiny’s game di yoonwonited, pasti kalian nemuin persamaan sama ff ini. Jujur aja itu ff juga buatanku, Cuma karena hardisk hilang akhirnya gak tak lanjutin dan aku putusin buat ngangkat kisahnya yesung si dokter aja dan mengganti tokoh yuri dengan taeyeon, sehingga jadilah ff ini. Hehehe cuma sekedar bilangin aja biar ga dikira plagiat hohohoho. Oo ya maaf banyak bacot, jika part selanjutnya lama, mohon maaf dan terimakasih sudah membaca. *bow*

35 thoughts on “[FF Freelance] Blind in Love (Part 6)

  1. Asikkk… Critan’nya makin seru aj nihh

    Daebak^^
    Eonni, kira ff’ny sampe part berapa?
    Kayakny tifanny bakalan ama kyu nichh

    Cepet2 share part selnjtny nee..
    Udh gk sabar nihh eonn

    Annyeongg!!!

  2. Wow!! Next, anyeoong. . . .reader baru di sini. . . . .
    Tadi bc.nya pake super jet . . . Mian y bru comment dsni. Wkwkwk yeppa mengharap nieh. . . .next yow. . .

  3. Ceritanya bgus^^
    tpi bnyak typo yg buat gx ngerti 😦 misalnya hyeoyeon jdi Taeyeon. Tpi alur dan gaya bhasanya sya suka^^ apalagi yg dialog TaeYesung di Rs.

    Ditunggu next chapnya^^

  4. woow akhirnya jongwoon-taeyeon dansa juga! 🙂
    jongwoon nya bahagia banget! 😀
    ahahahahahaa jongwoon kalah telak sama omongan nya taeyeon sampe ga sadar ngomong apa! 😀
    makin seru aja nih cerita nya ^^
    good job author fighting! ^^

Leave a reply to kim_jung_ah Cancel reply