[FF Freelance] Genosida – Fire VS Water (Part 7)

PART 1

GENOSIDA

 

Scriptwriter: April (@cici_cimol) | Main Cast: Kwon Jiyong (G-Dragon Of Big Bang), Sandara Park (2NE1) | Support Cast:  Find the other cast while reading^^ | Rating: PG-15 | Genre: Fantasy, Mistery, Romance | Length: 8 Part

PreviousPart 1Part 2Part 3Part 4Part 5, Part 6,

Disclaimer:

Human and thing belong to God. I only own the plot. Terinspirasi dari Novel Harry Potter dan The Hobbit.

GENOSIDA

Sebuah dunia dari dimensi lain yang sedang dalam tahap percobaan gila. Menarik manusia untuk menjadi bagiannya. Genosida merupakan pembantaian besar-besaran secara sistematis pada suatu kelompok dengan maksud memusnahkan. Siapakah diantara mereka yang berhasil keluar hidup-hidup?

 

Previously at Genosida:

Genosida melanjutkan misi! Mereka melanjutkan misi semester 4, Sandara bersama kelompok api memasuki hutan ilusi. Hutan itu dipenuhi kabut tebal putih bagai asap yang melayang bebas kesegala penjuru hutan. Disaat Sandara berusaha melarikan diri dari hutan itu, dia menemukan Jiyong. Jiyong yang terperangkap dalam ilusinya sendiri. Dalam kenangannya sendiri.

 PART 7  [FIRE Vs WATER]

I Wish you could be me,

I Wish I could be you…

I Wish you could feel it for just a day,

Your Heart,

My Heart – 2NE1 ( If I Were You )

“Kenangan dapat membunuh seseorang, berhentilah menengok kebelakang Ji. Rasa sakit adalah pelajaran yang harus setiap manusia dapatkan.” Sandara menggoyangkan lengan Jiyong. Tetapi pria itu tidak bergeming. Jiyong semakin terlihat pucat.

“Apa yang harus aku lakukan?” Sandara bergumam sambil terus menatap Chaerin yang menangis. Dia tidak bisa mendengar apapun yang Chaerin katakan, mulut Chaerin terus membuka dan menutup tetapi tidak ada satu suarapun yang bisa didengar Sandara.

“Kau sudah terjebak terlalu jauh.” Sandara berdiri dihadapan Jiyong, menghalangi pandangan pria itu, menghalanginya melihat Chaerin. “Lihat aku Ji.” Gadis itu merengek, “Kau mencintaiku kan? Kau bilang kau ingin berkencan denganku. Jangan lihat Chaerin lagi, ada aku disini Ji… kumohon…”

Jiyong tetap tidak bergerak, apa yang harus dia lakukan? Sandara menoleh kebelakangnya dan melihat tiga orang yang terus berbicara tanpa bisa didengar Sandara. Dengan bingung Sandara menatap gadis yang lebih kecil, gadis itu berambut ikal dan bayangannya semakin lama semakin memudar. Siapa gadis itu? Gadis itu sepertinya seumur dengan Ha Yi. Kenangan Jiyong berbeda dengan yang Sandara alami sebelumnya. Sebelumnya dia bisa melarikan diri dan berusaha menyadarkan dirinya sendiri, tetapi Jiyong malah beku bagai patung. Apa karena Jiyong benar-benar sudah terjebak?

Sandara kembali menghadap Jiyong, mata cokelat Jiyong terbuka, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Tidak ada pilihan lain untuk membawa Jiyong kembali, dia hanya berharap idenya ini bisa berhasil. Sandara mulai melingkarkan kedua tangannya di leher Jiyong dan sedikit berjinjit. Gadis itu mulai menatap bola mata cokelat Jiyong lekat-lekat. Bawa aku masuk… kumohon Ji…

Seolah mendengar permintaan Sandara, Sandara mulai merasa tersedot masuk. Kepalanya seperti ditekan kuat-kuat oleh sesuatu, kakinya menjejak tanah lembab hingga dia terjerembab dan tersungkur, bau rumput basah yang habis diguyur hujan mulai memenuhi paru-parunya. Sandara kehabisan napas, rasanya dia sudah berlari sekuat tenaga kesuatu tempat, kepalanya terasa ditusuk-tusuk. Sambil mengeluh gadis itu mulai bangkit dengan tangan gemetar. Matanya belum fokus, apa yang dilihatnya hanya bayang-bayang, tetapi dia bisa mendengar suara-suara. Suara orang yang tengah sibuk berdebat.

Jadi kau memancingku kesini… untuk ini?

Suara Jiyong menyambut Sandara. Sandara menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha membuat penglihatannya berhenti berputar-putar.

Aku… terpaksa… aku benar-benar tidak punya pilihan lain oppa…

Pandangan Sandara mulai fokus, dan hal pertama yang dilihatnya adalah batu bata berwarna abu-abu yang sudah rusak. Dia sedang berada ditempat terbuka, namun disekelilingnya dipenuhi rerumputan setinggi lututnya dan reruntuhan bangunan eropa abad pertengahan yang berhamburan disekitarnya. Angin berhembus kencang dan membawa tetes-tetes air yang dijatuhkan oleh langit. Sandara menengadah dan melihat awan mendung yang menghiasi langit. Gerimis ringan itu membuat wajahnya mulai basah.

Terpaksa?” Jiyong berkata dengan nada sinis. Sandara mulai memperhatikan apa yang sedang terjadi dan jantungnya berdegub kencang. Jiyong memakai jaket Dark Blue. Itu artinya dia dari elemen air? Tapi kenapa?

Sandara memperhatikan sekelilingnya dan ternganga dengan apa yang didapatinya. Dia tengah berdiri dibalik punggung Jiyong dengan anggota elemen air yang tidak dikenal Sandara mengelilinginya sambil mengacungkan senjata mereka masing-masing. Bahkan Sandara melihat salah satu dari mereka tengah menarik pelatuk dari senjata api berlaras panjang.

Jiyongie…, ternyata benar kata Chaerin. Kau bisa bertindak gila jika sedang jatuh cinta. Aku tidak menyangka akan semudah ini membodohimu.”

Siwonieee… aku tidak pernah merasa sedekat ini denganmu. Apakah kita berdua biasa tidur bersama sampai kau bisa memanggil namaku seperti itu?” Jiyong mendengus geli, orang yang bernama Siwon itu malah tertawa sambil membidikan anak panahnya lebih teliti kearah Jiyong.

Tahan dia lebih lama, sebentar lagi Genosida akan menemukannya.” Jo Kwon, yang berdiri disamping Chaerin memberikan instruksi pada teman-temannya.

Unni…” Gadis kecil disamping Chaerin merintih sambil memegang dadanya, gadis kecil itu sangat pucat dan kurus, Dengan gemetar, Chaerin menggenggam tangan mungil gadis itu dengan erat dan berjongkok dihadapannya.

Jennie, sabar sebentar ya? Bertahanlah sebentar lagi, Genosida akan datang dan membawamu keluar dari sini, sebentar lagi…” Chaerin hampir terisak saat mengatakannya. Jiyong hanya mendengus geli mendengar suara Chaerin yang bergetar hebat.

Rasanya, Sandara ingin sekali memukul kepala Jiyong dan membuatnya sedikit merasa iba pada Chaerin. Tetapi dia tidak bisa, dia tidak berani menyentuh apapun disini. Karena ini adalah kenangan Jiyong dan sudah pasti dia sama sekali tidak terlihat oleh mata orang-orang yang sekarang wajahnya sangat tegang. Sandara berjalan pelan dan memperhatikan gadis kecil yang bernama Jennie. Ada air bening disudut matanya dan dia terlihat sekuat tenaga menahan rasa sakit. Jennie benar-benar sakit parah dan kenapa dia bisa masuk kesini? Ketempat dimana dia harusnya bertarung mati-matian demi hidupnya.

Jadi kau benar-benar menusukku dari belakang? Ini benar-benar kejam.” Jiyong berkata santai, dia bahkan memasukkan kedua tanggannya kedalam saku jaket. “Uhmmm… jadi kita disini harus menunggu… eerr, siapa? Genosida?” Jiyong lagi-lagi menahan tawanya agar tidak meledak. “Konyol sekali, memangnya Genosida itu seperti apa sampai kalian sangat takut pada mereka?!

Kau mungkin bisa menganggap ini hanya main-main karena kau baru disini. Tapi, sebentar lagi kau akan tahu, kau akan tahu kalau kehidupanmu sekarang benar-benar tergantung pada ‘orang-orang’ itu.” Junhyung, yang tengah sibuk pada tombaknya berkata acuh.

Orang-orang itu juga manusia seperti kita bukan?” Jiyong menyeringai, “kenapa kau takut sekali pada manusia seperti kita, memangnya kita terlalu lemah dan bodoh untuk melawan mereka? Yeah, mereka bukan alien atau semacamnya, setidaknya aku sekarang penasaran pada mereka.

Diluar dugaan, seluruh orang yang mengelilingi Jiyong malah tertawa lepas, seolah kata-kata yang Jiyong keluarkan adalah lelucon yang sangat menarik.

Kau tidak akan penasaran lagi, karena dalam hitungan lima detik mereka akan datang.” Jo Kwon tersenyum lebar. Dengan cepat dia menarik Chaerin yang masih menangis dan memaksanya berdiri memandang Jiyong. “Ini mungkin terakhir kalinya kau akan melihatnya, katakan sesuatu, aku akan mulai hitung mundur.

Lima…” Jo Kwon memulai, dan detik itu juga deru angin yang sangat besar datang. Membuat seluruh rumput bergoyang dengan heboh, Sandara berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya, air yang menerpa wajahnya semakin banyak dan pandangannya mulai kabur, Sandara hanya bisa melihat siluet orang-orang disekitarnya. Dan siluet dari Chaerin yang berjalan perlahan menghampiri Jiyong yang berdiri dalam diam.

Empat…” Langit diatas Sandara mulai membelah dan menampilkan sesuatu yang membuat Jantung Sandara berdegub dengan kencang. Suara bising dari mesin pesawat yang sangat besar memenuhi tempat itu, Sandara mengalihkan pandangannya pada Jiyong dan Chaerin, dan hatinya terasa sangat sakit menerima kenyataan bahwa mereka berdua tengah berciuman panas.

Tiga…” Cahaya yang begitu menyilaukan menggantikan kegelapan abu-abu yang beberapa menit lalu menyelimuti mereka, cahaya itu sangat menyilaukan dan membuat mata Sandara sakit. Dia berusaha melindungi matanya dari cahaya itu dan mencari sosok Jiyong. Sandara menemukan Jiyong yang sedang menatap Chaerin dengan sedih bercampur marah. Dengan sekuat tenaga, Sandara memaksa kedua kakinya bergerak mencapai Jiyong.

Dua…” Beberapa senti dari tubuh Jiyong Sandara berhenti. Dia sadar kalau Chaerin berdiri dihadapan Jiyong sambil menggandeng tangan Jennie, Jennie yang mulai lemah, dan disamping Chaerin, Jo Kwon masih menarik busurnya kearah Jiyong dan tidak memperdulikan kekacauan yang tengah terjadi.

A, Aku mencintaimu, kau akan mengerti kan? Aku melakukan ini untuk Jennie dan untuk kita berdua… kumohon, maafkan aku…” Itu adalah kata-kata yang dikeluarkan Chaerin dan tidak bisa Sandara dengar saat dihutan ilusi, bersamaan dengan itu, sesuatu melaju cepat diudara dan mendarat tepat didada Jiyong. Jiyong meringis melihat benda yang menempel didadanya. Sandara terpekik dan melihat sebuah alat suntik yang sangat besar tertancap, cairan berwarna ungu mulai memasuki tubuh Jiyong.

Satu”  Sandara menyentuh Jiyong dan dengan cepat menghadapkan wajah Jiyong padanya. Jiyong mulai memejamkan matanya, kesadarannya mulai hilang, perlahan tubuhnya terangkat naik, tersedot kedalam pesawat putih diatas mereka, Sandara tetap mencengkram Jiyong, memeluknya, tubuh Sandara ikut terangkat naik.

“Ji… Kumohon Ji, kumohon lihat aku! Ini aku, Sandara Park! Sandarlah! Ini hanya kenanganmu!” Sandara terisak sambil menatap Jiyong yang masih memejamkan matanya. Tubuhnya semakin terangkat naik keudara bebas. Apa yang sebenarnya menanti diatas sana? Didalam pesawat itu? Sebuah meja operasi? Apapun itu, Sandara tidak mau masuk kesana dan tidak akan membiarkan Jiyong masuk.

“Jiyong… Kwon Jiyong, jangan tinggalkan aku… jangan…” Sandara mulai kehabisan napas, apa ini? Apa karena dia sudah ikut campur dalam kenangan Jiyong, makanya dia merasa seperti ini? Seperti ada sepasang tangan yang mencekiknya dengan kuat.

“HHhah… Ji… Jangan… per… gi…” Kesadaran Sandara mulai hilang dan pandangannya mulai kabur, dia hanya merasakan ada tangan kuat yang mencengkram pergelangan tangannya. Menariknya dengan kuat. Berusaha melepaskan pelukan Sandara pada Jiyong.

“Tidak…” Pelukan Sandara terlepas. Jiyong pergi, dia melepaskan Jiyong. “TIDAAAK!!! AAARRGH!!! TIDAK!!!”

“DARA!!! SANDARA PARK!!! SADARLAH!!!”

“TIDAK!!! AARGHHH! JANGAN PERGI!!! JANGAN!!!”

“SADARLAH, DARA-YAAA!!!”

Sepasang tangan menarik Sandara yang kedinginan dan kebasahan akibat air hujan yang tadi menerpanya dibangunan tua itu dan memeluknya dengan erat. Sambil bernapas tak beraturan seolah berlari ratusan meter jauhnya, Sandara membuka matanya dan sadar kalau dirinya tengah tersungkur ditanah lembab dengan seseorang yang sedang memeluk dan membelai kepalanya. Berusaha menenangkannya.

“Sadarlah Dara-yaaa… semuanya akan baik-baik saja…” Seungri terus membelai rambut Sandara. Tetapi yang ada dipikiran gadis itu adalah Jiyong, Jiyong yang tadi terlepas dari pelukannya. Jiyong yang masuk kedalam pesawat raksasa itu. Tubuhnya terus menggigil tak terkendali, seberapa eratnya Seungri memeluk Sandara, Sandara masih tetap merasa dingin.

“Hyung, kau sudah sadar? Baik-baik saja? Dara benar-benar shock. Dia tidak berhenti gemetar dan aku takut dia bisa jadi gila.” Sandara mendengar Seungri berkata pada seseorang.

Suara langkah menerobos dedaunan kering menuju kearah Sandara dan Seungri. Seungri melonggarkan pelukannya, dengan perlahan, seseorang menarik lengan Sandara.

“Maaf…” Jiyong. Itu suara Kwon Jiyong dan Sandara hampir tidak mempercayai pendengarannya.

Sandara berusaha fokus pada penglihatannya dan sadar kalau apa yang dilihatnya bukan hanya imajinasi liarnya. Kwon Jiyong berjongkok dihadapannya. Menatapnya dalam.

“K, kenapa? Kenapa kau tidak menjawab saat aku memanggilmu?” Air mata Sandara kembali meleleh. Apa karena kau masih mencintai Chaerin? Apa karena aku hanya gadis lain? Gadis lain yang tidak berarti?

Jiyong menarik Sandara dan memeluknya. Saat itu, dia merasa hangat. Hanya didalam pelukan Jiyong, dia merasa hangat. “Maafkan aku…” Jiyong berbisik “Maaf…”

Maaf untuk apa? Karena kau tidak bisa mendengarku? Atau karena kau sadar kalau kau masih mencintainya? Lalu aku harus bagaimana? Bagaimana kalau aku tidak bisa hidup mandiri tanpa kehadiranmu? Bagaimana aku melanjutkan hidupku?

Seluruh pertanyaan yang berputar diotak Sandara tidak diucapkan sepatah katapun, akan tetapi, Seungri yang bisa mendengar pikiran bingung gadis itu hanya bisa menghela napas dalam. Sambil mengencangkan tali Sneakers-nya, pria itu hanya bisa bergumam “Ayo, keluar dari sini.”

***

“Kita benar-benar terpisah dari yang lain? Ini bencana!” Seungri duduk dikayu lapuk sambil memandang padang rumput yang sekarang dihiasi semburat orange. Hari mulai gelap saat mereka sampai diseberang hutan.

“Mereka pasti berhasil. Mereka akan baik-baik saja.” Jiyong mengamati keadaan sekitarnya yang perlahan mulai gelap, dia memicingkan matanya saat menangkap sesuatu. Tiga orang yang nampak tidak asing lagi sedang berjalan kearah mereka dari arah bibir hutan disebelah barat.

“Siapa mereka?” Seungri ikut memperhatikan.

“Seorang perempuan dan dua orang laki-laki.” Sandara yang tengah duduk direrumputan dan sibuk dengan air mineralnya merasa mengenali tiga sosok itu dengan sangat baik. “Ya Tuhan…” Sandara menyadari sesuatu dan membekap mulutnya tidak percaya.

“Apa? Apa? Apa?” Seungri bertanya sambil menaik turunkan alisnya, membuat ekspressi wajahnya lucu. Tetapi, bukannya tertawa, Sandara malah membeku. Benar, itu mereka. Kelompok yang selama ini dicari-cari oleh kelompok api.

“Lee Chaerin, Jo Kwon, Kang Daesung.” Sandara berkatap pasrah sambil melirik kearah Jiyong yang malah menyeringai dengan senang.

“WHAAAT?!!!” Seungri bangkit dengan cepat dan mulai mengaduk isi ranselnya. Mencari senjata untuk bertarung.

Sandara ikut bangkit. Tiga orang itu semakin dekat. Dia tidak tahu harus senang atau takut. Sandara bukan bagian kelompok itu lagi, dan sudah sangat lama tidak bertemu dengan mereka. Apa itu artinya dia juga musuh mereka? Apa itu artinya mereka juga musuh bagi Sandara?

“Hal yang paling penting adalah Jo Kwon. Kita harus membawa Jo Kwon.” Jiyong memasukkan tangannya pada saku jaket dan berdiri dengan santai.

“Apa benar-benar harus bertarung?” Sandara merasa takut membayangkan dirinya harus menyakiti teman-teman yang pernah menolongnya itu.

“Kau tidak perlu ikut campur jika kau merasa tidak bisa.” Jiyong tersenyum menenangkan, dia tahu apa yang sedang dirasakan gadisnya. Dulu, dia juga pernah mengalaminya. Bingung antara teman atau musuh. “Lindungi dirimu sendiri, ya?”

Sandara hanya mengangguk dengan gugup. Kenapa dia jadi gugup? Apa karena akan bertemu kembali dengan kelompok air? Atau takut melihat Jiyong dan Chaerin bersama-sama?

Akhirnya, ketiga orang dari kelompok air itu menghentikan langkahnya, mereka menatap Jiyong, Seungri, dan Sandara dengan dingin. Sandara sedikit mundur kebelakang. Rasanya dia benar-benar tidak sanggup jika harus berhadapan dengan mereka sebagai musuh. Bisakah dia hanya bersembunyi saja? Teman yang menjadi musuh membuat kepercayaan dirinya menghilang. Sandara benar-benar tidak memiliki keberanian menatap mata CL.

“Kapan terakhir kali aku bertemu denganmu, Dara-yaa?!” Daesung tersenyum hangat hingga matanya menghilang. Sandara hanya tersenyum lemah dan melambai pada Daesung. Daesung sangat senang seakan dia bisa saja berlari dan merangkul Sandara sambil bercanda, saat kakinya mulai ingin melangkah, Jo Kwon langsung menarik kerah jaket Daesung dan menatapnya dengan pandangan mengancam sehingga senyum Daesung langsung lenyap.

Chaerin mengalihkan pandangannya dari Jiyong dan menatap Sandara yang tengah berdiri agak menjauh. Dara menyadari tatapan Chaerin dan meringis. Entahlah, Sandara hanya merasa tidak nyaman pada Chaerin. Apakah karena rasa bersalah telah menyukai Jiyong? atau karena Sandara membenci Chaerin yang telah membuat Jiyong menjadi pria yang sangat dingin.

Now… What?” Chaerin menaikan sebelah alisnya bertanya. Tangannya terlipat didepan dada dan dia terlihat sangat sangat angkuh.

Mereka berdua memiliki kemiripan. Jiyong dan Chaerin. Angkuh, keras kepala, dan egois. Bukankah mereka terlihat sempurna? Dengan kemiripan sifat seperti itu, mereka harusnya bisa bersama selamanya.

“Aku akan  menghancurkan Genosida.” Jiyong berkata datar, matanya bergerak menatap Jo Kwon yang tengah menyeringai. “Bekerja sama dengan kami. Kita akan menghancurkan tempat ini.”

“Kau bercanda?” Chaerin berkata cepat, nada marah mulai tersirat dalam setiap suku kata yang gadis itu ucapkan. “Kenapa kau melakukan itu? Apa demi dia?” Chaerin menunjuk Sandara dengan ujung dagunya kemudian mendengus mengejek.

Sandara mengerutkan keningnya. Oke, jadi Chaerin benar-benar menganggapnya sebagai musuh. Dia mulai membuat Sandara kesal.

“Kau… sama sekali tidak berubah semenjak lima tahun yang lalu. Masih seorang pria yang bodoh. Apa kau pikir dia juga tidak akan mengkhianatimu? Kau tidak pernah belajar dari pengalamanmu.” Chaerin melanjutkan.

Sandara mengepalkan tangannya dan berusaha meredam emosi yang mulai menyebar ditubuhnya.

“Bukankah hanya rubah sepertimu yang sanggup melakukan itu?” Jiyong menjawab santai, “Aku bisa menilai orang dengan lebih baik sekarang. Aku berterimakasih padamu.”

“Jadi, maukah kalian bergabung?” Seungri berkomentar. Dia sudah bosan melihat Jiyong dan Chaerin saling pandang dengan sengit seperti itu dan mencatat dalam hati kalau dia tidak akan mau punya pacar mengerikan seperti Chaerin.

Jo Kwon tertawa terbahak mendengar tawaran Seungri, dia bahkan memegangi sisi perutnya. “Kau bermimpi?” Jo Kwon berkata diantara tawanya. “Hey, Flower boy, berhenti membuat masalah jika tidak ingin mati.” Jo Kwon tersenyum mengejek.

“Aku ingin mati, makanya aku mau melakukannya.” Seungri tersenyum, walau hatinya benar-benar berniat ingin menguliti pria yang wajahnya seperti banci itu hidup-hidup. “Dan terimakasih untuk menyadari kalau aku memang Flower Boy disini.”

“Kalian serius?” Daesung mencondongkan tubuhnya dibalik bahu Jo Kwon. “Kalian hanya main-main kan?”

“Kami serius, Hyung…” Seungri berkata ramah. “Jadi, sedikitlah membantu kami dengan menyerahkan pria dengan wajah banci itu.”

Bibir Jo Kwon bergetar mendengar ocehan Seungri, dengan marah dia melotot hingga matanya hampir keluar dari rongganya. “Kau ingin mati disini? Dengan senang hati aku akan langsung mengabulkan permintaanmu!” Jo Kwon berkata marah.

“Jadi, kalian memutuskan untuk tidak mau bekerja sama?” Jiyong mulai mengeluarkan tangannya dari dalam saku jaket dan menggulung lengan jaketnya dengan santai. “Kita selesaikan saja sekarang.”

“Kau mencintainya?” Chaerin berkata pada Sandara yang sedari tadi sibuk menonton. Sandara menatap mata kucing Chaerin. Mata itu tengah mengancamnya, tetapi dia tidak takut. Dia bukan Sandara yang dulu tidak tahu apa-apa. Dia sudah menerima banyak keberanian dari teman-temannya yang ada dalam kelompok api.

“Yeah, kupikir kau tidak bodoh untuk menyadarinya kan?” Sandara tersenyum, tetapi kemudian matanya  menatap tajam pada Chaerin. Kau yang telah melepaskannya Chaerin, kau yang telah membuangnya, membuang orang yang benar-benar mencintaimu adalah hal paling bodoh yang pernah kutemui didunia.

“Kau tahu, Dara-yaa?” Chaerin menyahut dengan nada geli yang dibuat-buat. “Kau tahu apa yang akan terjadi pada Jiyong jika Genosida hancur?”

“Berhenti membual atau aku akan memanggang mulutmu itu!” Jiyong membentak. Amarah yang sedari tadi berusaha disembunyikannya mulai terlihat.

“Kenapa? Kau mau memanggang bibir ini?” Chaerin tersenyum dan menyentuh bibir cherry-nya dengan telunjuk tangannya yang ramping. “Aigooo, kau munafik sekali Ji, ingat bagaimana bibir ini pernah membuatmu mendesah?”

Sandara membeku. Kecemburuan mulai merasukinya. Kecemburuan yang membuatnya benar-benar membenci tingkah Chaerin yang seperti gadis nakal dan sedang menggoda pacarnya.

“Santai sedikit Dara-yaa…” Chaerin yang benar-benar berhasil mempermainkan Sandara tersenyum puas. “Jika Genosida hancur, maka…”

“HENTIKAN!” Jiyong mulai melangkah maju menghampiri Chaerin.

“Maka, Jiyong juga akan menghilang.” Chaerin tertawa keras, seperti baru saja memberitahu sesuatu yang sangat lucu. Bahkan matanya sampai mengeluarkan air mata.

“Aku sudah memperingatkanmu” Jiyong mendesis dan mencengkram lengan Chaerin dengan kuat. “Jangan menyesali keputusanmu untuk tidak mendengarkan.” Dengan marah, Jiyong membuat bola api ditangannya yang bebas, Chaerin malah tersenyum, gadis itu menatap wajah Jiyong yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Sudah sangat lama, sangat sangat lama wajah tampan itu tidak datang mendekat padanya. Chaerin tidak peduli Jika bola api ditangan Jiyong akan langsung menghantam bagian tubuhnya dan membakarnya sampai hangus. Sekarang, hanya rasa sakit yang selalu dia rasakan. Mati ditangan Jiyong memang impiannya.

Jiyong mulai menggerakan api ditangangannya saat dia mendengar Sandara menjerit keras. Dengan panik, Jiyong menoleh. Dan detik berikutnya sesuatu menghantam bagian belakang kepalanya. Jiyong terhuyung dan mencoba waspada pada situasi yang mereka hadapi sekarang.

Disana, berjarak kurang lebih satu meter dari tempat Jiyong berdiri. Sandara tersungkur pada tanah lembab dengan belati yang mengancam lehernya. Junhyung dengan kuat menahan bahu Sandara dan menatap Jiyong dengan dingin. Disisi lain, Seungri sedang berusaha mempertahankan diri dari serangan Daesung.

Jiyong menoleh dan melihat Jo Kwon memegang sebongkah kayu besar dan bersiap untuk memukulnya lagi.

“INI TIDAK ADIL!!!” Seungri menjerit seperti seorang gadis berumur 15 tahun “TIGA LAWAN EMPAT!!! KALIAN CURANG!!!” Seungri berteriak sambil menebaskan pedangnya yang langsung dihindari Daesung dengan cepat. Daesung tidak memberikan kesempatan pada Seungri untuk menggunakan apinya. Mereka tidak memiliki air disini. Ini adalah bencana.

Sandara terpekik saat menyadari Jo Kwon berhasil memukul kepala Jiyong untuk kedua kalinya. Darah segar menetes dari rambut halus Jiyong menuju ke rahangnya. Tetapi – sulit dipercaya – Jiyong berusaha bangkit dan mengeluarkan api dari tangannya dan langsung melemparnya asal kesegala arah. Chaerin menyingkir, matanya bergerak mencari sesuatu. Air, gadis itu pasti sedang sibuk mencari sumber air yang bisa dia gunakan. Tapi sayangnya. Padang rumput sangat jauh dari sumber air dan matahari benar-benar sudah tenggelam sehingga batas penglihatannya sedikit.

“Padahal, aku tidak pernah membayangkan ini.” Junhyung berkata pelan pada Sandara. “Mengancammu dengan ujung belati yang dulu pernah kutajamkan tepat didepan hidungmu. Benar-benar tragis.”

“Junhyung. Apa maksudnya?” Sandara tahu, kalau ini bukan waktunya untuk mengobrol. Akan tetapi rasa penasaran akibat kata-kata Chaerin membuatnya tidak bisa menahan diri.

“Apa? Apa yang kau maksud?”

“Jika Genosida hancur, maka Jiyong akan menghilang?”

“Tentu saja, dia itu sudah terikat sumpah hidup dan mati. Artinya dia tidak akan pernah bisa bebas dari sini. Kau pikir apa jadinya kalau rumah yang kau tinggali selama bertahun-tahun tiba-tiba hancur? Rumah yang memberimu makanan, pakaian, tempat tidur, selimut? Lagi pula jika dipikir dengan logika. Orang yang menciptakan dimensi ini pasti akan membunuh semua orang yang terlibat untuk menutupi rahasia mereka bukan?”

Sandara tiba-tiba merasa sesak. Dia mendongak dari balik rerumputan dan melihat Jiyong yang sedang bertarung sengit dengan Jo Kwon. Jo Kwon memegang kayu besar dan Jiyong yang hanya bisa mengandalkan kemampuan apinya. Apa-apaan itu? Dia berjuang seperti itu untuk siapa? Yang pasti bukan untuk dirinya sendiri karena sudah dipastikan dia akan mati.

“Cih, dia benar-benar ingin jadi pahlawan.” Sandara bergumam sambil meneteskan air mata.

“Chaerin dan pemimpin lainnya juga akan hilang…” Junhyung berkata lemah “Genosida benar-benar sudah membuat tragedi yang sangat besar… aku sebe… arrrgghh!!!” Junhyung belum sempat menyelesaikan perkataannya. Akan tetapi, tanah disekitarnya tiba-tiba terangkat dan melingkupi seluruh tubuhnya seperti sushi hingga dia tidak bisa bergerak sama sekali.

Sandara bangkit dan memungut belati Junhyung yang tadi sempat terjatuh dan melihat empat siluet dikeremangan cahaya bulan mendekat kearah mereka.  Sandara mengenali Ailee yang berlari menghampirinya. Akan tetapi dia tidak mengenali ketiga orang dibelakangnya.

“Dara-yaaa!” Ailee memeluk Sandara dengan khawatir. “Aku akan membantu mereka.” Ailee segera berlari kearah Jiyong. Jiyong mulai kepayahan dari Jo Kwon yang terus memainkan kayunya dengan sembarangan.

“Kau baik-baik saja?”

Sandara menoleh dan mendapati dua orang laki-laki manis dengan satu wanita cantik yang tampak tidak tertarik saat menonton Seungri dan Daesung bertarung sambil saling berteriak seperti anak remaja di konser.

“Uhmm, yeah. Teriamaksih banyak.” Sandara membungkuk kepada tiga orang asing itu.

“Kami tiga orang terakhir dari elemen tanah pada semester tahun ini.”

“Hah?! Hanya kalian bertiga?!” Sandara bekata panik. Mereka tinggal bertiga?

“Yeah. Teman kami terjebak disana.” Wanita cantik dengan rambut hitam kelam menggedikan kepalanya kearah hutan ilusi.

“Aku mendengar tentangmu dari Ailee, Sandara-ssi. Perkenalkan, Aku Jung Yonghwa. Pemimpin kelompok tanah yang tersisa. Dan ini Cho Kyuhyun, dan gadis yang tidak tahu malu itu, HyunA.”

HyunA mendelik pada Yonghwa yang langsung dibalas cengiran. “Aku rasa kita harus segera menyelesaikan ini.” HyunA berjalan seksi walau memakai jeans dan jaket tebal. “Ini bukan waktunya untuk mengobrol.”

Sandara mengangguk setuju dan berjalan menyusul HyunA, diikuti Yonghwa dan Kyuhyun. Tetapi langkahnya terhenti saat mendengar rengekan seseorang diantara rerumputan.

“Yah! Kalian benar-benar akan meninggalkanku seperti ini?!” Junhyung berkata kesal.

“Tenang saja baby boy…,” HyunA mengedipkan matanya. “Sebentar lagi teman-temanmu akan menyusul, menjadi sushi yang kelihatan sangat lezat sepertimu.”

Tiga orang terakhir yang bisa mengendalikan tanah itu berjalan cepat mendahului Sandara yang meringis pada Junhyung yang sedang menyemburkan sumpah serapahnya. Sandara melihat Ailee yang sedang mengendalikan udaranya, mendorong tubuh Chaerin hingga melayang diudara dan mendarat dengan membentur batang pinus dengan keras. Jiyong masih berusaha mengalahkan Jo Kwon dengan apinya. Sandara berlari pelan kearah Jiyong dan merasakan hawa panas akibat semburan-semburan api dari tangan Jiyong.

Sandara ingin menghentikan Jiyong. Entah kenapa, sebagian dirinya TIDAK ingin rencana menghancurkan Genosida ini berhasil. Kalau Jiyong kehilangan Jo Kwon, maka otomatis rencana mereka akan segera menemui jalan buntu. Tetapi, apakah dia harus melakukan hal itu? Sandara memejamkan mata dan langsung membayangkan wajah kecewa Jiyong yang tergambar jelas dimatanya. Apa seperti kata Chaerin? Apa Jiyong melakukan semua itu demi dirinya? Demi mengeluarkannya dari sini? Sandara menggeleng dengan cepat. Itu tidak mungkin. Jiyong tidak mungkin melakukan hal bodoh itu.

Ailee mulai kewalahan dengan Chaerin. Pemimpin air itu benar-benar kuat dan keras kepala, dia berkelit dan berguling menghindari serangan-serangan udara Ailee. Hingga Yonghwa datang mendekat dengan cekatan dan menggerakan tanah dibawah kakinya. Sandara merasakan tanah yang di injaknya bergerak kearah Yonghwa dan membentuk sebuah gundukan. Bersiap menangkap tubuh Chaerin. Tetapi lagi-lagi, gadis itu dapat menghindar.

Jo Kwon kembali berlari kearah Jiyong dengan – Entah dapat dari mana benda itu – sebuah bonggolan kayu yang biasa dibawa Troll. Sepertinya Jo Kwon bertekad untuk menumbuk Jiyong dengan benda itu, namun dia sedikit kesulitan karena benda itu cukup berat dan besar. Ketika Jo Kwon tengah sibuk melakukan hal bodoh, Kyuhyun berlari melewati Sandara dan dengan mudahnya menggerakan tanah hingga melayang diudara. Membentuk sebuah siluet besar dilangit malam yang dihiasi bulan dan bintang. Detik berikutnya tanah itu melayang bebas menuju Jo Kwon yang tidak menyadari bahaya yang mengancamnya, Sandara hanya menonton dengan takjub, hingga tanah itu hampir mencapai tubuh Jo Kwon dan melilitnya. Sandara sadar, Kyuhun tidak boleh menangkap Jo Kwon. Hatinya berkata kalau dia bersedia tinggal disini bersama Jiyong selamanya. Dengan cepat, Sandara berlari mendekati Kyuhyun dan mendorong punggung pria itu. Kyuhyun memekik kaget dan tersungkur. Akan tetapi, tanah yang menari diudara berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tanah itu melilit Jo Kwon yang juga memekik bersamaan dengan terjatuhnya Kyuhyun ketanah lembab.

Hening

Seluruh orang ditempat itu sadar, kalau target utama dari kekacauan disini sudah ditangkap. Mereka mulai menurunkan senjata mereka masing-masing. Sandara dapat mendengar suara tanah yang bergerak. Melilit tubuh Chaerin dan Daesung yang sama-sama sadar kalau mereka tidak mungkin bisa menang. Sandara melirik Jiyong yang memegangi kepalanya yang berdarah. Darah itu mulai mengering dikulit pucatnya.

Tiba-tiba tubuh Sandara terasa berat. Seperti ada seseorang yang menaruh sebongkah batu besar diatas pundaknya. Air matanya mengalir dalam diam, kakinya yang lemas seketika tidak dapat menahan berat tubuhnya hingga Sandara terjatuh duduk sambil terus menatap Jo Kwon yang hanya bisa terdiam pasrah.

Mereka menang.

Dan dalam hitungan jam, Sandara akan kehilangan Jiyong selamanya…

TO BE CONTINUED

 

Note:

Annyeooong!!! Saya disini sangat meminta maaf atas update FF yang terlalu lama! Maaf ya teman-teman! Saya sedikit sibuk dengan kerjaan dan kehidupan didunia nyata -___- MOHON DIMAAFKAN! J Dan, tidak terasa sudah mau nyampe ending. Mungkin akan ditambah satu part lagi untuk epilogue! Terimakasih untuk teman-teman yang selalu baca, komen, dan memberi semangat untuk saya. Semua kata-kata itu sangat berharga bagi seorang penulis ^^ makasih juga buat admin RFF yang sudah susah payah buat nge-post FF saya! See you soon! HENSHOOOOW!

 

 

 

 

 

27 thoughts on “[FF Freelance] Genosida – Fire VS Water (Part 7)

  1. Sungguh masih sangat berharap author mau ngalanjutin ff ini!!! Tambah sedih nih nungguin mpe skarang g ada..
    Bagaimana pun semangat buat author!!!

Leave a reply to ria Cancel reply