30 DAYS CUPID [Chap. 7]

30 DAYS CUPID

Author: Anditia Nurul||Rating: PG-13||Length: Chaptered||Genre: Fantasy, School-life, Friendship||Main Characters: (BTS) Jungkook, (BTS) Jin/Seokjin, (BTS) V/Taehyung & (OC) Oh Shina||Additional Characters: (OC) Jeon Junmi, (BTS) Suga/Yoongi, (A-Pink) Bomi, (OC) Gu Sonsaengnim||Disclaimer: I own nothing but storyline and the OCs. Inspirated by film My Name Is Love, Tooth Fairy 2 & Korean Drama 49 Days||A/N: Edited! Sorry if you still got typo(s).

“Saat ini kau adalah cupid-30-hari. Kau akan diberi kesempatan selama 30 hari untuk menjalankan hukumanmu. Jika kau gagal, kau tidak akan hidup sebagai manusia lagi. Kau akan menjadi cupid selamanya.”

Prolog|Chp.1|Chp.2|Chp.3|Chp.4|Chp.5|Chp.6>>Chp.7

HAPPY READING \(^O^)/


Matahari bersinar sangat cerah di suatu pagi 6 tahun yang lalu. Kicau burung yang bertengger di atas ranting-ranting pepohonan terdengar seperti lantunan lagu yang menambah semangat para siswa-siswi Paran High School untuk memulai hari pertama Pekan Olahraga dan Seni yang diadakan. Sebuah acara tahunan yang dilakukan pihak sekolah sebelum membiarkan murid-muridnya menikmati liburan musim panas.

Usai acara pembukaan yang dilakukan oleh pihak sekolah, para siswa pun menyebar ke berbagai penjuru, mengikuti perlombaan yang mereka ikuti. Tentu saja tidak semua siswa yang berpartisipasi menjadi peserta, hanya beberapa orang saja dari setiap kelas. Namun siswa yang tidak menjadi peserta pun tidak mau kalah semangat untuk memberi dukungan kepada teman-teman sekelasnya yang tengah bertanding.

Di antara beberapa cabang olahraga dan seni yang dipertandingkan pagi ini, pertandingan basket menjadi salah satu pertandingan yang paling banyak mendapat perhatian. Lapangan basket tampak ramai dikerumuni siswa-siswi yang ingin menonton pertandingan pertama, siswa kelas 2.2 melawan siswa kelas 2.4.

“WOOOOO~~~”

Suara riuh rendah terdengar kala beberapa pemuda jangkung dengan tubuh yang dibalut baju kaos tanpa lengan khas pakaian pemain basket berjalan memasuki lapangan. Dari beberapa siswa populer yang pagi ini akan bertanding, terdengar nama lelaki itu diteriakkan hampir seluruh siswi yang menjadi penonton. Kim Seokjin. Pemuda yang saat ini terlihat meneguk air minum sebelum mulai bertanding.

Pemuda yang bertugas sebagai play maker di tim basket sekolah itu tampak tampan seperti biasanya. Malah terlihat lebih tampan dengan baju basketnya. Terlihat cukup mencolok dengan headband hot pink yang ia gunakan untuk menyibak poninya ke belakang.

“SEOKJIN~~!!!”

Entah sudah seberapa sering nama itu keluar dan terdengar ke seluruh penjuru lapangan basket sekolah. Terlebih saat wasit—salah satu siswa kelas 3, mantan pemain tim basket sekolah—meniup peluit tanda pertandingan dimulai.

Tidak jauh dari lapangan basket, di sebuah loteng yang berada di atas ruang laboratorium kimia, seorang gadis tampak tak bisa melepas pandangannya dari pemuda yang mengenakan headband hot pink. Ya, siapa lagi gadis itu kalau bukan Jeon Junmi. Memilih untuk jauh dari kerumunan di bawah sana dan menikmati setiap detik pergerakan Seokjin dari ketinggian.

“YEEE… SEOKJIN!!!”

Teriakan itu terdengar sepersekian detik setelah play maker dari tim kelas 2.4 itu mencetak 3 poin di menit ke-5 pertandingan. Seulas senyum terkembang lebar di wajah manis berkacamata milik Junmi. Meski bukan ia yang mencetak 3 poin itu, namun terbersit perasaan bangga pada dirinya. Ya, bangga terhadap apa yang baru saja dilakukan pemuda pujaan hatinya.

“Hah, aku cari di bawah, ternyata kau ada di sini!”

Sebuah suara cukup berhasil membuat Junmi mengalihkan beberapa detik pandangan matanya ke arah seorang pemuda yang berjalan menghampirinya. Mendapati pemuda itu mengulum senyum, kemudian berdiri di sampingnya.

“Yoongi-ya?” gumam Junmi pelan.

“Melihat Seokjin bertanding, hm?” tanya Yoongi, memandang ke arah pertandingan basket yang tengah berlangsung di bawah.

“Ya~” jawab Junmi singkat, kembali mengalihkan matanya melihat Seokjin yang terlihat men-dribble bola di bawah sana.

“Bagaimana permainannya?” tanya Yoongi lagi, menoleh ke arah Junmi.

Tanpa balas menoleh ke arah Yoongi, Junmi tersenyum samar, lalu menjawab, “Bagus seperti biasa.”

“Oh~” balas Yoongi.

Pemuda itu menatap gadis di sebelahnya lamat. Dengan jelas kedua mata sipitnya itu bisa melihat betapa Junmi begitu mudahnya terlihat bahagia hanya dengan melihat Kim Seokjin. Ya, Kim Seokjin. Pemuda yang sama sekali tidak ada bagusnya—menurutnya. Sampai detik ini, pemuda itu tidak habis pikir, bagaimana bisa Junmi menyukai pemuda yang kerap kali membentaknya!? Dan yang lebih parah, bagaimana bisa Junmi menyukai pemuda yang sama sekali tidak tahu-menahu tentangnya.

“Junmi-ya~” panggil Yoongi kemudian.

“Ada apa?” tanya Junmi, lagi-lagi tidak menoleh ke arah Yoongi. Seperti, menoleh ke arah pemuda berkulit putih itu adalah hal yang membuatnya membuang setiap detik berharga yang bisa ia gunakan untuk memandang Seokjin di bawah sana.

“Boleh aku tanya sesuatu padamu?”

“Apa?”

Yoongi menghela napas. “Aku penasaran, kenapa kau begitu menyukai Kim Seokjin. Apa karena… dia tampan?”

Junmi mengulum senyum di wajahnya. “Jika aku menyukainya hanya karena fisik, bukankah itu menunjukkan bahwa aku manusia yang hina, hm? Hanya menilai seseorang dari kesempurnaan fisiknya saja.”

“Lantas?”

Gadis itu mengembuskan napasnya. Kedua matanya masih memandang ke arah Seokjin di bawah sana. “Aku tidak tahu apa yang membuatku begitu menyukainya, Yoongi-ya. Yang aku tahu, seperti ada sesuatu yang mendorongku untuk terus melihat ke arahnya. Sesuatu yang membuatku merasa bahagia dan berhasil membuatku kecanduan.”

“Meski seminggu lalu Seokjin membentakmu, menghina maket buatanmu dan tidak mau bertanggung jawab setelah ia merusak tugasmu itu, hm?” tanya Yoongi. Sekilas, nada bicara pemuda itu terdengar geram.

Junmi terkekeh samar. “Kau masih mengingat kejadian itu, hm?”

“Tentu saja, Junmi!” ucap Yoongi terdengar mantap. “Kau pikir aku semudah itu melupakan wajah menyebalkan Kim Seokjin yang menghina hasil karyamu?”

Tidak lama, Junmi menolehkan wajahnya ke arah Yoongi. Menatap kedua mata sipit pemuda itu dalam. “Kenapa?”

“Apanya yang kenapa?” Yoongi bertanya balik. Beberapa garis kerutan menghiasi dahinya.

“Kenapa kau begitu tidak suka jika Seokjin melakukan itu padaku?” jelas Junmi. “Aku tidak pernah marah atau kesal sedikit pun jika ia membentakku. Tapi…, kenapa malah kau yang kesal, Yoongi?” tanya Junmi polos.

Pemuda itu mengalihkan wajahnya dari gadis polos di sebelahnya. Gadis yang sama sekali tidak mengerti apa-apa tentangnya, meski gadis itu sering mengakui diri sebagai sahabatnya. Yoongi mengembuskan napas, lalu dengan rakusnya menghirup oksigen hingga nyaris memenuhi rongga paru-parunya. Sedetik kemudian, ia kembali menatap Junmi yang tengah menunggu jawaban darinya.

“Kau mau tahu kenapa aku seperti itu, Jeon Junmi?”

Gadis itu mengangguk pelan.

“Karena aku mencintaimu.”

Junmi tertegun. Kedua matanya membulat. Seluruh tubuhnya bergetar saking kagetnya. Kedua bahunya bahkan terlihat naik-turun. Nafasnya tersengal. Ia menggeleng pelan. Berusaha menyangkal apa yang baru saja didengarnya. Sahabatnya, Min Yoongi, mencintainya!? Tidak! Itu mustahil! Dia pasti salah dengar!

Sementara Yoongi pun tidak kalah terkejutnya. Meski begitu, ia sama sekali tidak menyesal. Entah ini waktu yang salah atau tidak, namun… pemuda itu merasa lega karena perasaan yang sudah lama dipendamnya, kini terucap.

“Ya, aku mencintaimu sejak lama. Karena itu aku sengaja mendekatkan diri padamu, menjadi temanmu dan sekarang menjadi sahabatmu,” tutur Yoongi.

Mulut Junmi masih terkatup rapat. Tidak tahu harus merespon seperti apa.

“Kau pasti terkejut dengan pengakuanku ini, kan!? Aku mengerti. Lagi pula, bagimu, aku ini hanya sahabat, bukan!?”

Entah sejak kapan bulir-bulir air mata itu menggenang di kedua pelupuk mata Junmi. “Yoongi-ya~” gumamnya pelan.

Yoongi mengembuskan napas, lalu tersenyum. Tepatnya, memaksakan dirinya untuk tersenyum karena ia tidak mau terlihat begitu sedih di depan Junmi. Keduanya saling bertatapan satu sama lain dalam keheningan yang tercipta di pikiran dan hati masing-masing.

“YEEEEE~~!!!”

“WOOO~~!!!”

Dan, suara riuh di bawah sana sukses membuat keduanya mengalihkan pandangan ke arah lain. Menghentikan adegan tatap-menatap, menghentikan pergumulan dalam diri masing-masing.

“Sepertinya, babak pertama sudah selesai,” ujar Yoongi, mengalihkan topik pembicaraan.

“Ya~” lirih Junmi, nyaris tidak terdengar.

“Ah, sebentar lagi aku harus ikut lomba rapp di ruang kesenian,” kata Yoongi lagi. “Kau… mau… datang untuk melihat dan mendukungku, kan?” tanyanya terdengar hati-hati.

Namun, Junmi malah menundukkan kepalanya. Ah, Yoongi tahu maksud dari gerakan Junmi ini. “Maaf, Yoongi-ya. Aku…”

Untuk kedua kalinya, Yoongi memaksakan dirinya untuk mengukir seulas sabit tipis di wajah manisnya. “Ya, tidak apa-apa. Aku tahu kau akan memilih melihat Seokjin,” katanya, terdengar sedikit serak karena menahan perasaan sakit hati yang semakin menyeruak di dalam rongga dadanya. “Kalau begitu…, aku pergi. Semoga Seokjin menang,” ujarnya, kemudian berlalu dari hadapan Junmi.

@@@@@

Awan abu-abu yang berarak dari arah timur sedikit demi sedikit menghalangi sinar matahari yang menerangi kegiatan perkemahan di hari selanjutnya. Setelah berolahraga pagi dan sarapan bersama, kali ini para siswa kembali berkumpul di hadapan Gu Sonsaengnim dan para guru pendamping, berbaris sesuai kelas masing-masing.

“Apa semuanya sudah berkumpul?” tanya Gu Sonsaengnim lewat toa yang dipegangnya.

“YA, SONSAENGNIM~~!!!” teriak para siswa.

“Baiklah. Hari ini kita akan melakukan kegiatan sesungguhnya. Kita datang ke tempat ini bukan hanya untuk merasakan bagaimana hidup di alam, tapi… di tempat ini kita juga akan melatih kerja sama kalian. Karena itu, saya dan guru pendamping telah menyiapkan sesuatu di dalam hutan. Namun sebelumnya, kami akan membagi kalian ke dalam beberapa kelompok, paham?”

“PAHAM, SONSAENGNIM!!!”’

“Kalau begitu, dimohon kepada masing-masing guru pendamping kelas untuk membagi kelompok,” perintah Gu Sonsaengnim.

Min Sonsaengnim dan guru pendamping lainnya bergerak menghampiri para siswa-siswi. Secara acak membagi siswa-siswi tersebut ke dalam 1 kelompok yang terdiri dari 8 orang. Terlihat Jungkook mendengus kesal di antara barisan teman-teman yang menunggu namanya disebut. Selain tidak suka dengan kegiatan berkelompok, ia juga kesal karena… huh, ia masih ingin tidur. Setelah mendengar cerita Min Sonsaengnim semalam, ia baru bisa terlelap pukul 02.00 dini hari.

“…, …, …, …, …, …, Jeon Jungkook dan Oh Shina. Kalian satu kelompok,” sebut Min Sonsaengnim di depan sana.

Lagi-lagi, Jungkook mendengus. Dia satu kelompok dengan Shina? LAGI? Ck! Ayolah. Bisakah ia mendapat hal yang lebih buruk dari itu?

“Yah, sayang sekali kita tidak sekelompok, Jungkook-ah,” ujar Taehyung yang berdiri di sebelah Jungkook—terdengar sedikit kecewa—sembari menepuk pundak sahabatnya.

Oh, well, ini benar-benar buruk! Dia sekelompok dengan Shina, tapi tidak sekelompok dengan Taehyung? God. Meski menyebalkan, tapi Jungkook lebih suka sekelompok dengan Taehyung dibanding dengan Shina. Sialnya, ia bahkan tidak mendengar siapa lagi yang menjadi teman kelompoknya. Tadi, ia hanya mendengar namanya dan nama gadis itu. Ck!

Sekitar beberapa menit kemudian, semua kelompok dari setiap kelas telah terbagi. Pemilihan kapten tim pun sudah dilakukan dan… haha… mungkin ini memang hari sial untuk Jungkook, dia menjadi kapten di kelompoknya. Masing-masing kapten tim pun telah diberi selembar kain berbeda warna—yang nantinya akan menjadi warna identitas kelompoknya. Setelah semua persiapan selesai, semua kelompok pun kembali berkumpul di hadapan Gu Sonsaengnim dan guru pendamping.

“Semuanya…, mohon dengar! Peraturan dari permainan ini adalah kalian harus menemukan sebanyakan mungkin bendera yang sesuai dengan warna kelompok kalian yang telah kami sebar di dalam hutan. Ada 15 bendera untuk masing-masing kelompok. Kalian akan diberi waktu selama 2 jam untuk mencari bendera tersebut. Untuk itu kalian semua perlu bekerja sama agar tugas ini cepat selesai. Untuk 4 kelompok yang menang, kalian akan mendapat makan siang yang sudah para guru siapkan Paham?” jelas Gu Sonsaengnim melalui toa yang dipegangnya.

“PAHAM, SONSAENGNIM!” teriak para siswa yang tampak semangat.

“Baik. Masing-masing tim akan dibekali peta dan kompas agar tidak tersesat. Jadi, kapten kelompok harus bertanggungjawab atas seluruh anggotanya. Kalian dinyatakan menang jika kalian berhasil menemukan bendera paling banyak dan kembali ke tempat ini dengan jumlah anggota yang lengkap. Paham?”

“PAHAM, SONSAENGNIM~~!!!”

“Oke. Baiklah. Waktu pencarian akan dimulai dari sekarang. 3… 2… 1… GO!”

Dan para tim pun menyebar ke dalam hutan, termasuk tim merah, tim Jungkook.

“Itu! Aku lihat bendera merah di atas pohon itu!” seru salah seorang anggota tim Jungkook, menunjuk ke sebuah bendera berwarna merah yang diikat di salah satu dahan sekitar 4 meter di atas sana. Bendera itu adalah bendera merah pertama yang mereka lihat setelah 10 menit dari waktu dimulainya permainan.

Jungkook dan ke-6 anggota tim lainnya menghampiri teman mereka itu. Melihat ada bendera merah di atas sana.

“Sekarang siapa yang bisa memanjat pohon?” tanya Jungkook, menatap satu per satu wajah keempat anggota laki-laki di dalam timnya.

Oke. Sepertinya tidak ada yang bisa… atau mungkin tidak ada yang mau.

Pemuda berambut merah marun itu menghela napas. “Baiklah, aku yang ambil!” ujarnya pasrah, sedikit kesal. “Tolong pegang ini!” katanya sembari menyerahkan peta dan kompas kepada teman di sampingnya.

Jungkook lantas memanjat pohon. Terlihat tidak begitu cekatan dalam hal memanjat, tapi… setidaknya ia sedang berusaha mengambil bendera pertama untuk timnya. Sekitar 5 menit lebih waktu terlewat untuk mengambil sebuah bendera merah yang berada di ketinggian sekitar 4 meter.

“Ayo, jalan! Sudah 15 menit waktu terlewat, tapi kita baru mendapat 1 bendera!” perintah Jungkook setelah kedua kakinya menapak pada tanah.

Pemuda berambut merah marun itu pun mulai mengayunkan kakinya, memimpin langkah teman-temannya mencari bendera berwarna merah yang bisa berada di mana saja. Beberapa kali mereka bertemu dengan tim lain yang sialnya sudah lebih banyak mendapatkan bendera dibanding kelompok mereka.

Entah sudah berapa puluh menit menyusuri hutan, tim yang dipimpin Jungkook berhasil menemukan 8 bendera merah yang diikat di dahan pohon, disembunyikan di balik batu, di sembunyikan di balik tumpukan dedaunan atau ditancapkan pada tanah di tepi sungai.

“Hei! Sisa berapa menit lagi waktu kita?” tanya Jungkook dengan napas yang agak tersengal, menoleh ke anggota tim yang berada di belakangnya.

“Sekitar 15 menit lagi, Jungkook-ssi,” jawab pemuda yang berdiri di belakang Jungkook.

“Oke. Kita istirahat 5 menit,” ucap pemuda itu, lalu beringsut ke arah sebuah pohon di dekatnya, duduk bersandar pada batangnya. Namun tiba-tiba, salah seorang gadis di kelompok Jungkook bersuara.

“Hei! Dimana Shina?!” serunya panik.

Sontak, seluruh anggota kelompok yang hendak beristirahat pun menoleh ke arah gadis tersebut. Menyadari bahwa… ya, gadis manis itu tidak ada di antara mereka.

“Bukannya Shina berjalan di belakangmu tadi!?” sahut gadis lain.

Gadis yang pertama kali menyadari ketidakberadaan Shina pun berkata, “Iya. Dia berjalan di belakangku tadi, tapi… kenapa dia tidak ada?”

Jungkook yang mendengar semua ucapan itu pun menghela napas. Aish! Ayolah, di saat semua orang sudah lelah dan ingin kembali ke perkemahan, kenapa gadis itu malah menghilang dari kelompok? Yang benar saja!

“Bagaimana ini, Jungkook? Shina hilang! Kita tidak bisa kembali kalau dia tidak ada,” seru pemuda yang selalu berdiri di belakang Jungkook di sepanjang proses pencarian bendera.

Jungkook mendecak sebal. Aish! Gadis itu merepotkan saja.

“Kalau begitu kita cari gadis itu sekarang!” ucap Jungkook, berdiri dari duduknya.

“Sebaiknya kita berpencar mencarinya,” usul salah satu gadis di dalam kelompok Jungkook. “Sebentar lagi hujan. Lihat, langit mulai gelap!” lanjutnya sembari melihat ke arah langit, membuat semuanya menoleh ke arah yang sama. Mendapati awan tebal kehitaman menyelimuti hutan.

“Oke. Kita berpencar. Masing-masing pergi berdua, aku akan pergi sendiri. Menemukan Shina atau tidak, 10 menit lagi kita harus berkumpul di tempat ini, paham?” perintah Jungkook. Setidaknya, untuk saat seperti ini, ia bisa diandalkan.

“Paham!” ucap seluruh anggota kelompok Jungkook.

“Kita berpencar sekarang!”

@@@@@

Jungkook terlihat merapatkan jaket biru yang sejak tadi dikenakannya kala menyusuri hutan sendirian untuk mencari Shina. Suara bergemuruh di langit dan angin yang bertiup meliukkan dahan-dahan pepohonan menjadi tanda bahwa Jungkook harus bergerak cepat untuk mencari si ‘gadis-yang-hilang’. Sesekali ia bertanya pada kelompok lain yang ditemuinya, berharap kelompok tersebut melihat gadis yang tengah dicarinya. Namun sayang, tidak ada seorang pun yang melihat gadis manis dari kelas 1.2 itu.

“Aish! Dia itu dimana sekarang!?” gerutu Jungkook.

Pemuda berwajah bulat itu kini berada di tepi sungai. Berdiri sambil berkacak pinggang dengan pandangan yang menyapu sekitar tepi sungai. Hampir ia memutuskan untuk kembali ke tempat dimana ia dan anggotanya berkumpul, ekor matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang mengenakan sesuatu berwarna biru mudah di balik sebuah batu di kejauhan sana.

Hei! Bukankah tadi Oh Shina mengenakan jaket berwarna biru muda?

Jangan-jangan…

Meski sebenarnya Jungkook sangat malas untuk mendekati gadis itu, tapi… mau tidak mau ia harus ke sana. Dia tidak punya pilihan. Mengambil langkah lebar dan agak tergesa-gesa, Jungkook menghampiri gadis berjaket biru muda itu.

“Hei! Apa yang kau lakukan di situ?” tegurnya dengan sedikit nada membentak saat mendekati Shina. Namun sedetik kemudian, pemuda itu tahu apa yang dilakukan gadis yang tengah duduk di atas batu sambil meluruskan kaki sebelah kanannya. “Kakimu terkilir?” tanya Jungkook.

Gadis itu menoleh ke arah Jungkook, lalu mengangguk pelan. Pergelangan kaki kanan gadis itu mulai terlihat keunguan, mimik wajahnya pun nampak meringis menahan sakit.

Pemuda itu lantas berjongkok di dekat kaki Shina yang terkilir, menatap kaki itu untuk sejenak, lalu menatap wajah Shina. “Apa kau tidak bisa berjalan?”

Shina menghela napas. Hah! Ayolah, Jungkook! Dengan keadaan kaki yang seperti itu, mana mungkin dia bisa berjalan, hah!?

“Tidak bisa,” jawab Shina singkat.

Jungkook mendengus. Bingung harus melakukan apa. Shina tidak bisa berjalan. Belum lagi, saat ini hujan rintik-rintik mulai mengguyur bumi. Jika kembali ke tempat perkumpulan untuk memanggil teman-temannya, itu akan memakan waktu. Ck!

Pemuda itu menghela napas. “Ayo kembali ke perkemahan.”

“Tapi, aku tidak bisa jalan, Jungkook-ssi,” sahut Shina.

Jungkook mendekat ke arah Shina, berjongkok di dekat batu yang diduduki gadis tersebut dalam posisi membelakang. “Naik ke punggungku. Kugendong kau sampai ke perkemahan.”

“JGEEER!!!”

Suara guntur menggelegar, membuat siapa pun terkejut mendengarnya. Begitu juga dengan Shina. Tapi, gadis itu 2 kali lebih terkejut mendengar ucapan Jungkook sesaat sebelum suara guntur itu terdengar.

“Cepat naik ke punggungku!”

“Tapi…”

“Cepatlah!” bentak Jungkook. “Kalau kau bilang ‘tapi’ lagi, akan kutinggalkan kau di sini!” tambahnya.

“Baiklah~”

Hati-hati sekali, Shina bergerak naik ke punggung Jungkook. Aroma wangi yang tercium dari rambut merah marun pemuda itu langsung menyambut indera penciuman gadis itu. Kedua tangannya melingkar di bagian depan leher pemuda itu. Perlahan, Jungkook berdiri sembari melingkar kedua tangannya ke belakang untuk menyangga tubuh Shina.

“Astaga! Kau berat sekali!” celetuknya.

Gadis manis itu terlihat sedikit memanyunkan bibirnya. “Kalau berat, turunkan saja,” katanya.

Jungkook mendecih. “Aku bercanda! Begitu saja diambil hati! Dasar perempuan!” gerutunya. Namun, mendengar kalimat itu, Shina mengulum senyum. Meski kedengarannya tidak lucu, tapi… bukankah itu kalimat pertama yang—bagi Shina—terdengar manis dari bibir Jungkook!?

Sambil menggendong Shina, pemuda itu mulai berjalan menyusuri hutan untuk kembali ke perkemahan. Hujan yang mulai deras mengguyur cukup membuatnya sulit melihat. Setiap sisi hutan terlihat sama di matanya.

“Hei! Bukankah kita sudah melewati jalan ini tadi?” gumam Shina.

Jungkook berhenti melangkah. Terdiam sejenak sambil melihat sekitar. Oh, ya. Dia sudah melewati tempat ini tadi. Batang pohon yang rebah di atas tanah menjadi penandanya. Jungkook menelan ludah. Sesuatu yang buruk mulai terpikir olehnya: MEREKA… TERSESAT!

“Bagaimana ini, Jungkook-ssi?” tanya Shina terdengar panik. “Kita… sepertinya tersesat,” lanjutnya.

“Bukan ‘sepertinya’ lagi. Tapi, kita memang benar-benar tersesat!” sahut Jungkook datar.

“Apa? Lalu, kita harus bagaimana?” Shina semakin panik.

Sekali lagi Jungkook melihat sekitar. Oh, God. Dia benar-benar lupa jalan untuk kembali ke perkemahan.

“JGEEERRR!!!”

Suara guntur yang sekali lagi terdengar, membuat pemuda itu berkata, “Kita cari tempat berteduh dulu. Setelah hujan reda, baru kita cari jalan ke perkemahan atau… ya, paling tidak menunggu sonsaengnim dan teman-teman yang mencari kita,” kata Jungkook kemudian.

Masih menggendong Shina di punggungnya, Jungkook kembali melangkah. Mencari tempat yang setidaknya bisa ia dan gadis itu gunakan untuk berteduh. Beruntung, ia menemukan sebuah gua kecil.

“Kita berteduh di gua itu saja!” kata Jungkook, melangkah ke arah mulut gua yang tidak jauh di depan.

Setibanya di mulut gua, pemuda itu menurunkan Shina. Mendudukkan gadis tersebut di tanah, bersandar pada dinding mulut gua. Pemuda itu sendiri duduk di sebelah Shina—dengan sedikit membuat jarak, tentu saja—sambil ikut menyandarkan punggung yang sudah pasti sangat kelelahan. Keduanya terdiam, menunggu hujan reda sekaligus menunggu orang-orang di perkemahan mencari mereka.

Pemuda itu menghela napas panjang.

“Apa aku benar-benar berat?” tanya Shina ketika menyadari pemuda di sebelahnya menghela napas seperti orang yang benar-benar kelelahan.

Jungkook menoleh ke arah gadis itu sekilas. “Tentu saja. Kau pikir kau ringan, hah!?” balas Jungkook sedikit ketus.

Shina memanyunkan sedikit bibirnya. “Kalau begitu, kenapa memaksakan diri untuk menggendongku?”

Pemuda berambut merah marun itu menoleh, memandang wajah Shina sembari menunjukkan wajah datarnya. “Aku sengaja menggendongmu agar kita impas!”

Alis gadis manis itu meliuk. “Maksudmu?” tanyanya heran.

“Aku sudah dengar dari Taehyung. Kau yang menyelamatkanku ketika aku tenggelam saat pengambilan nilai renang, bukan!?”

Shina membulatkan kedua matanya. Astaga. Apa… Taehyung juga menceritakan tentang—Ya Tuhan, mudah-mudahan saja Taehyung tidak menceritakan bagian itu.

“Kau sudah menyelamatkan nyawaku dan sekarang aku sedang menyelamatkan nyawamu. Jadi, aku sudah tidak ada hutang budi lagi padamu, paham?!”

Shina mengangguk.

Oh, well, sepertinya Taehyung tidak menceritakan bagian dimana bibirnya… ehm, menyentuh bibir Jungkook saat memberi napas bantuan. Syukurlah. Tapi… hei, bukankah… pertolongan Jungkook kali ini terkesan terpaksa!? Benar, bukan!? Jika mungkin hari itu ia tidak menolong Jungkook, apa mungkin pemuda berambut merah marun itu mau menggendongnya?

@@@@@

“Shina-ssi? Oh Shina, bangun! Hei. Bangunlah~”

Shina membuka kedua matanya perlahan setelah tertidur entah untuk berapa lama. Suara berat dan sedikit serak yang manyapa gendang telinganya membuatnya merasa ada Taehyung di sekitarnya. Kedua matanya yang mulai terbuka lebar, mendapati rambut dengan warna mencolok milik Taehyung itu sontak membuat seluruh nyawanya terkumpul dalam sedetik.

“Taehyung-ssi?” gumam Shina, mendapati Taehyung duduk di dekatnya.

Pemuda berambut light caramel itu menghela napas lega. “Syukurlah, kau akhirnya bangun,” katanya.

“Bagaimana kau bisa berada di sini?” tanyanya gadis itu. “Dimana Jungkook?” tanyanya lagi setelah sadar tidak ada Jungkook di sampingnya.

“Siswa dari kelas 1.1 menemukan kau dan Jungkook di gua ini. Semua siswa, Gu Sonsaengnim dan Min Sonsaengnim mencari kalian setelah tim kalian kembali ke perkemahan dan melapor kalau kalian hilang,” jelas Taehyung. “Jungkook baru saja dibawa ke perkemahan,” tambahnya kemudian.

Shina mengernyitkan dahinya seraya bergumam pelan, “Dibawa?”

“Jungkook pingsan. Dia demam lagi.”

“Apa? Dia demam?” ulangnya memastikan. Taehyung mengangguk pelan. “Astaga. Ini semua salahku, Taehyung-ssi. Salahku Jungkook jadi sakit. Kalau aku ti—”

“Cukup!” potong Taehyung. “Jangan menyalahkan dirimu, Shina-ssi. Keadaan Jungkook memang belum pulih saat ia ikut perkemahan ini.”

“Tapi…” Shina tetap merasa bersalah.

“Sudah. Tidak apa-apa. Aku yakin Jungkook akan segera sembuh.”

Shina menghela napas. “Ya, aku harap juga begitu,” katanya.

“Ayo, kembali ke perkemahan. Sebentar lagi gelap. Kau tidak mau tersesat untuk kedua kalinya, bukan!?” ujar Taehyung, berdiri dari duduknya.

Shina mengangguk, lalu mencoba untuk berdiri, namun… “AWW!”

“Kau kenapa?” tanya Taehyung cemas.

Shina meringis. “Kakiku…,” sahutnya.

Taehyung mengarahkan kedua matanya ke arah kaki Shina dan melihat warna keunguan di kaki gadis manis itu. “Astaga! Kakimu terkilir?! Kenapa kau tidak bilang, hah?” cemas Taehyung. “Kalau begitu, ayo, naik ke punggungku. Aku gendong sampai ke perkemahan,” ujar pemuda itu, lalu berjongkok membelakangi Shina. Persis seperti apa yang dilakukan Jungkook saat di tepi sungai tadi.

“Apa?”

“Sudahlah. Cepat naik, Shina-ssi.”

Shina mengembuskan napasnya. Ini sudah kedua kalinya ia merepotkan 2 pemuda di kelasnya. Pemuda yang saling bersahabat pula. Hmm~

Beberapa menit kemudian, terlihat Taehyung memasuki area perkemahan sambil menggendong gadis manis itu di punggungnya. Bergegas pemuda itu menghampiri guru pendamping, melaporkan bahwa kaki Shina terkilir. Setelah memastikan Shina mendapat penanganan, ia beranjak ke tendanya, tempat dimana Jungkook beristirahat—begitu kata seorang temannya.

“Bagaimana keadaan Jungkook, Ssaem?” tanya Taehyung setelah masuk ke dalam tenda. Jungkook tampak terbaring lemah di dalam. Tubuhnya menggigil, wajahnya pucat dan bibirnya berwarna kebiruan.

Min Sonsaengnim yang juga berada di dalam tenda, duduk di dekat tubuh Jungkook pun menjawab, “Dia tidak bisa melanjutkan acara perkemahan hingga Minggu pagi. Kondisinya tidak memungkinkan.”

“Apa sebaiknya dia dibawa ke rumah sakit terdekat, Ssaem?” tanya Taehyung lagi, cemas melihat keadaan sahabatnya.

“Kupikir Jungkook hanya perlu beristirahat di rumah, tidak perlu sampai dibawa ke rumah sakit. Aku sudah bicara dengan Gu Sonsaengnim dan guru pendamping lainnya, sore ini juga Jungkook akan dibawa pulang ke rumahnya,” jelas guru muda itu.

“Boleh aku ikut mengantar Jungkook, Ssaem?”

Min Sonsaengnim menghela napas pelan, lalu berkata, “Tidak usah. Kau di sini saja. Ada aku yang mengantar anak ini pulang. Saat ini kita hanya perlu menunggu mobil sekolah yang dikirim oleh kepala sekolah untuk mengantar Jungkook pulang.”

“Baiklah, Ssaem. Aku mengerti,” pasrah Taehyung. Pemuda itu menatap Jungkook sesaat, lalu pamit keluar dari tenda, meninggalkan Yoongi yang menunggui Jungkook.

Tiba-tiba…, beberapa detik setelah Taehyung keluar, Jungkook mengigau, “Waktuku tinggal sedikit. Aku haru segera menyatukan Junmi Noona dengan…”

Sebuah igauan yang membuat Yoongi penasaran, tapi… Jungkook tidak ada kelanjutan dari igauan itu.

@@@@@

Suara sesuatu yang dimasukkan ke dalam minyak panas terdengar dari arah dapur dimana Junmi berada. Terdengar meletup-letup menandakan sesuatu yang digoreng itu mungkin tercampur air. Bersamaan dengan suara letupan itu, aroma sesuatu yang direbus pun ikut tercium. Ya, gadis itu sedang menyiapkan makan malam. Tidak begitu banyak yang ia buat mengingat hanya ada ia sendiri di rumah, namun… setidaknya makanan yang ia buat malam ini cukup untuk membuatnya tidak perlu memasak lagi keesokan paginya.

Tidak terlalu lama gadis itu memasak. Ikan goreng, sup daging dan kimchi kini terhidang di meja makan. Sedikit lelah, gadis itu memutuskan untuk duduk sebentar di ruang televisi. Toh, ia belum begitu lapar. Lagi pula, ini baru pukul 6 sore lewat 20 menit. Terlalu cepat jika ia makan malam sekarang.

Beberapa kali gadis itu terlihat menertawakan sesuatu di televisi. Sebuah acara variety show yang tengah ia tonton cukup sukses menghiburnya. Paling tidak, untuk beberapa menit ia lupa kalau ia sendirian di rumah. Bibi tetangga yang menemaninya saat Jungkook berada di perkemahan belum datang. Mungkin sibuk menyiapkan makan malam untuk anak-anak dan suaminya.

“Hahaha… astaga,” gumam Junmi ketika melihat kekonyolan para pemain di variety show tersebut.

“Tok! Tok! Tok!”

Namun, suara ketukan pintu itu berhasil menginterupsinya.

“Uh, apa itu Bibi Byun?! Cepat sekali dia datang,” monolognya.

Gadis itu pun beranjak dari sofa hitam di ruang keluarga menuju pintu depan. Seseorang yang ia kira Bibi Byun pun terus saja mengetuk pintu, seperti tidak sabaran. Aish!

“CKLEK!”

Pintu pun terbuka dan…

“K-kau…,” lirih Junmi saat melihat Yoongi ada di hadapannya. Tapi, sedetik kemudian, gadis itu menyadari Yoongi membopong seseorang. “ASTAGA! JUNGKOOK!? Apa yang terjadi padanya?” paniknya, sontak membantu Yoongi membopong Jungkook yang terlihat setengah sadar.

“Jungkook sakit. Dia demam,” jawab Yoongi.

Junmi dan Yoongi membopong pemuda 18 tahun itu ke kamarnya. Membaringkan pemuda itu di atas tempat tidur setelah melepas sepatu, melonggarkan sabuk celana dan mengganti bajunya. Junmi bergegas mengompres dahi Jungkook dengan handuk yang telah basahi dengan air hangat.

“Dia memang belum pulih saat berangkat ke perkemahan,” kata Junmi disela-sela kegiatannya mengompres dahi Jungkook, duduk di tepi tempat tidur. “Aku sudah melarangnya ikut, tapi dia memaksa,” lanjutnya.

“Ya. Dia memang terlihat sangat pucat saat berangkat,” respon Yoongi yang duduk di kursi di dekat meja belajar Jungkook.

Junmi mengembuskan napas setelah ia meletakkan handuk hangat di dahi Jungkook, membiarkan benda itu berada di sana untuk beberapa saat. “Aneh. Padahal, setahuku, Jungkook tidak begitu suka dengan kegiatan seperti perkemahan,” ujar Junmi, memandang adiknya yang terlelap itu.

“Apa mungkin… karena ia tahu aku ikut, jadi dia memaksakan diri untuk ikut!?” sahut Yoongi. Junmi menolehkan wajahnya ke arah pemuda yang entah sudah berapa tahun tidak pernah ia temui. Menatap lelaki itu sambil meliukkan kedua alisnya.

“Apa maksudmu?”

“Sebaiknya kita bicarakan di luar. Aku tidak mau mengganggu tidur Jungkook.”

Junmi menatap pemuda itu untuk beberapa detik, lalu mengangguk pelan seraya berkata, “Baiklah~”

Beberapa menit kemudian, Junmi dan Yoongi duduk berhadapan di ruang keluarga. Di antara 2 buang cangkir teh yang baru saja diletakkan Junmi di atas meja. Gadis itu menghela napas, kemudian menatap pemuda di hadapannya, menunggu pemuda itu menjelaskan maksud ucapannya saat di kamar Jungkook.

“Aku tidak tahu apa pentingnya bagi Jungkook, tapi… beberapa hari belakangan ini, anak itu selalu menanyakan tentang masa lalumu padaku,” ujar Yoongi memulai pembicaraan.

Dahi Junmi mengernyit. “Maksudmu?”

“Dia… ingin tahu tentang laki-laki yang dekat denganmu pada saat kita masih sekolah,” jawab Yoongi terdengar agak ragu.

Junmi terdiam beberapa saat, mencerna apa yang diucapkan Yoongi barusan. Tidak lama kemudian, ia bergumam pelan, “Seokjin.”

Yoongi membulatkan kedua matanya sembari mengulang satu kata yang diucapkan Junmi, “Seokjin? Maksudmu…?”

Gadis itu mengangguk pelan. “Ya, Kim Seokjin. Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengannya dan itu semua karena Jungkook. Aku tidak tahu bagaimana anak itu bisa mengenal Kim Seokjin.”

“Bukankah Seokjin sudah lama hilang!? Kenapa… dia tiba-tiba muncul lagi?”

Junmi menggeleng pelan. “Aku juga tidak mengerti, Yoongi-ya. Aku pikir… ada sesuatu yang disembunyikan Jungkook dariku,” sahut gadis itu curiga, “Dan… ada kaitannya dengan… Seokjin.”

Kedua orang itu pun terdiam. Tangan kanan Yoongi bergerak meraih cangkir, meminum tehnya sedikit. Sedangkan gadis di hadapannya menatap kosong ke arah permukaan teh di dalam cangkir di hadapannya. Bergelut dengan pikiran-pikirannya sendiri. Memikirkan apa yang disembunyikan Jungkook darinya.

“Apa yang kau dan Seokjin bicarakan saat kalian bertemu?”

Pertanyaan Yoongi sukses membuyarkan lamunan Junmi. Gadis itu menatap pemuda di hadapannya, lalu menghela napas. “Dia… dia bilang dia minta maaf padaku.”

“Minta maaf?”

Junmi mengangguk pelan. “Ya. Dia minta maaf karena sudah menyakitiku semasa kita sekolah, dia minta maaf karena untuk semua perbuatan jahatnya padaku dan…,” dengan rakusnya Junmi menghirup oksigen di sekitarnya, kemudian menghembuskannya perlahan seraya berkata, “dia minta maaf karena telah menghilang tiba-tiba,” lanjutnya, kemudian mengalihkan pandangannya dari tatapan lamat Yoongi.

“Lalu…, kau bilang apa?”

Junmi menghela napas pelan. “Aku… aku bilang dia terlambat.”

Suasana seketika hening. Yoongi tidak merespon ucapan gadis itu atau mungkin ia tengah memikirkan sesuatu untuk merespon 1 kalimat dari Junmi.

“Jadi…,” gumam Yoongi, “kau… tidak… mencintai pria itu lagi, hm?” tanyanya terdengar hati-hati.

Gadis itu tidak menjawab.

“Kau… masih mencintainya?” Yoongi mengganti pertanyaannya. Kedua matanya masih menatap lekat Junmi yang mengalihkan pandangan darinya, menunggu jawaban gadis itu. Dan sepersekian detik kemudian, Yoongi mendapatkan jawabannya.

“Ya.”

@@@@@

“Apa mungkin… karena ia tahu aku ikut, jadi dia memaksakan diri untuk ikut!?”

“Apa maksudmu?”

“Sebaiknya kita bicarakan di luar. Aku tidak mau mengganggu tidur Jungkook.”

“Baiklah~”

Jungkook mendengar dengan jelas percakapan itu. Ya, sebenarnya pemuda itu tidak tidur. Ia hanya memejamkan matanya, itu saja. Tapi, jangan berpikir bahwa ia hanya pura-pura sakit untuk membuat Yoongi bertemu dengan Junmi. Tidak! Dia memang sakit.

Mendengar suara pintu kamarnya ditutup—tanda Junmi dan Yoongi keluar dari kamarnya, pemuda itu membuka matanya. Namun, tepat di saat itu, ia mendapati Jin yang duduk di tepi tempat tidurnya.

“Kau? Sejak kapan di sini?” tanya Jungkook dengan suara pelan.

“Baru saja,” jawab Jin singkat. “Bagaimana keadaanmu?”

“Kau bisa lihat sendiri, kan!?”

Jin mengangguk. “Ya. Sepertinya kau tidak bisa melakukan apa-apa.”

Jungkook mendengus. Bisa ia rasakan napasnya yang panas di permukaan philtrum-nya. “Apa kau melihat Junmi Noona dan Yoongi Hyung?” tanya Jungkook.

Lagi, Jin mengangguk. “Ya, mereka baru saja keluar dari kamarmu.”

“Aku pikir mereka sedang membicarakan sesuatu.”

“Maksudmu?”

“Tentang kelakuanku yang belakangan ini selalu menanyakan masa lalu mereka,” jawab Jungkook. “Aku rasa ini ada kaitannya denganmu. Apa kau tidak mau mendengar apa yang mereka bicarakan, hm?” Pertanyaan Jungkook seperti sebuah pancingan untuk Jin.

“Kau ingin menyuruhku menguping pembicaraan mereka, hah?”

“Kalau kau mau.”

Jin menunjukkan senyum kecutnya. “Baiklah. Karena kau sakit, aku akan menolongmu lagi kali ini,” ucap Jin yang disambut sebuah kuluman senyum dari Jungkook.

Makhluk bersayap itu pun keluar dari kamar Jungkook. Toh, untuk apa menguping jika ia bisa berada di antara Junmi dan Yoongi tanpa ketahuan. Bukankah ia memakai pakaian cupidnya!? Dia tidak akan terlihat oleh manusia.

“Aku tidak tahu apa pentingnya bagi Jungkook, tapi… beberapa hari belakangan ini, anak itu selalu menanyakan tentang masa lalumu padaku.”

Jin, cupid itu duduk di sebelah Junmi, sedikit memberi jarak di antara mereka. Kedua matanya menatap lamat Yoongi yang memulai pembicaraan.

“Maksudmu?” Kali ini Jin menoleh pada Junmi.

“Dia… ingin tahu tentang laki-laki yang dekat denganmu pada saat kita masih sekolah,” jawab Yoongi terdengar agak ragu.

Jin menoleh lagi ke arah Jumi, melihat gadis itu terdiam. Namun, tidak lama kemudian, gadis itu menggumamkan namanya. “Seokjin.”

Aku? Kenapa dia menyebut namaku?

“Seokjin? Maksudmu…”

Dilihatnya Junmi mengangguk pelan. “Ya, Kim Seokjin. Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengannya dan itu semua karena Jungkook. Aku tidak tahu bagaimana anak itu bisa mengenal Kim Seokjin.”

Aku sudah bilang, ceritanya panjang, Junmi-ya. Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Kau tidak akan percaya!

“Bukankah Seokjin sudah lama hilang!? Kenapa… dia tiba-tiba muncul lagi?”

Junmi menggeleng pelan. “Aku juga tidak mengerti, Yoongi-ya. Aku pikir… ada sesuatu yang disembunyikan Jungkook dariku,” sahut gadis itu curiga, “Dan… ada kaitannya dengan… Seokjin.”

Junmi dan Yoongi terdiam. Sementara Seokjin bergantian menatap wajah kedua orang itu. Sepertinya Jungkook harus mempersiapkan diri untuk ini. Junmi mulai mencurigainya. Jangan sampai anak itu membocorkan identitasnya sebagai cupid-30-hari. Aku harus memberitahunya nanti.  

“Apa yang kau dan Seokjin bicarakan saat kalian bertemu?”

Pertanyaan Yoongi sukses membuyarkan lamunan Junmi, juga Jin. Cupid itu lantas menatap lamat gadis di sebelahnya, menunggu jawaban. “Dia… dia bilang dia minta maaf padaku.”

“Minta maaf?”

Dilihatnya Junmi mengangguk pelan. “Ya. Dia minta maaf karena sudah menyakitiku semasa kita sekolah, dia minta maaf karena untuk semua perbuatan jahatnya padaku dan…,” dengan rakusnya Junmi menghirup oksigen di sekitarnya, kemudian menghembuskannya perlahan seraya berkata, “dia minta maaf karena telah menghilang tiba-tiba,” lanjutnya, kemudian mengalihkan pandangannya dari tatapan lamat Yoongi.

“Lalu…, kau bilang apa?”

“Aku… aku bilang dia terlambat.”

“Jadi…,” gumam Yoongi, “kau… tidak… mencintai pria itu lagi, hm?” tanyanya terdengar hati-hati.

Gadis itu tidak menjawab. Sementara Jin mulai menggigiti bibir bagian bawahnya. Kenapa Yoongi harus mengeluarkan pertanyaan seperti itu? Itu… pertanyaan yang terlalu pribadi, bukan!? Maksudku…, Yoongi sama sekali tidak ada kaitannya dengan perasaan Junmi padaku, kecuali…

“Kau… masih mencintainya?” Jin mendengar Yoongi mengganti pertanyaannya.

“Ya.”

Dan Jin benar-benar terkejut mendengar 1 kata yang keluar dari mulut Junmi. Tidak! Junmi harus berhenti mencintaiku sekarang. Dia harus berhenti mencintaiku! Kalau tidak… kalau tidak, Jungkook akan gagal dan—tidak! Ini tidak boleh dibiarkan!

Aku… aku harus bicara dengan Junmi sekali lagi.

Harus!

-TaehyungBelumCebok (^/\^)-

Anditia Nurul ©2014

-Do not repost/reblog without my permission-

-Do not claim this as yours-

Also posted on author’s personal blog (Noeville) & Read Fanfiction / Fanfiction Side

Hehehe… pasangan ketiga belum jadi juga, ya!? Emang sengaja kok, pasangan ketiga (dan terakhir) ceritanya agak dipanjangin dari 2 couples sebelumnya. Tenang aja, penyelesaian cerita dari couple ketiga dan nama untuk target ke-4 ada di chapter depan. Jadi, buat yang kemarin-kemarin nebak siapa target ke-4, jawabannya minggu depan, ya~ hehe. Sebenarnya udah ada sih yang tebakannya bener XD *jadi malu, ceritanya gampang ketebak -__-v*. Oh ya 1 lagi nih, di chapter sebelumnya ada yang nanya ya, FF ini sampai chapter berapa? Ehm, FF ini sampai… chapter 13 (udah bareng epilog-nya). Masih lama… heheh… sabar ya~~~ Berharap kalian tetep baca FF ini sampe end. T/\T

18 thoughts on “30 DAYS CUPID [Chap. 7]

  1. Eonni, sialan banget itu TBCnya. Kenapa mendadak? Gak seru banget sih. Dan, kenapa si Jin jadi sok penting gitu? Oke, segini ajalah. Males panjang-panjang. Di tunggu nextnya, oke? Bye~

  2. awww,part 7 udh publish..yeye! c jungkook dlm kondisi yg parah ya eon..gak gampang nyatuin junmi yg msh cinta ama c cupid jin itu..ku harap junmi cpet2 tbuka hati loh ama yoongi kalau gak jungkook yg merana..benar gak eon?hehe
    ada aja kjadian yg bikin deket c jungkook ama c shina..kmu kapan baikan anak2?kekeke~ nice job eon,ku tggu part 8 nya ya..ppyeongg

    • Iya, udah publish ^^
      Iya. Kookie lagi sakit. Mana targetnya susah lagi… Kasian u,u
      He’em bener. Kalo gak cepet, Jungkook yang merana nantinya. 😦
      Hehe… iya dong. Ada aja. XD

      Oke. Next week, ya~
      Gomawo udah RC, saeng ^^

  3. Ini perasaanku aja apa chapter ini berasa pendek ya? Hehe
    Ehmmm momennya jungkook shina kurang greget eonn, masih gregetan yg chapter sebelumnya nih :3 btw, Jungkook cepet sembuh yaa~ haha
    Junmi, yoongi, jin disimak deh gimana lanjutan kisah cintanya, jin bertindaklah segeraa!!
    Oke ditunggu updatenya ya eonn, endingnya masih sebulan lebih ya, semangaaat 😀
    Ini happy ending kan ya eonn? ._.

    • Ha? Pendek, ya?
      Ini juga panjang halaman + jumlah wordnya gak jauh beda dengan chapter2 sebelumnya.
      Haha… masih gregetan yang minggu lalu, ya!? Oke deh. Maaf ya kalo kurang greget >.<
      Iya, amin. Kasian kalo kelamaan sakit.
      Sip ^^d

      Kelanjutannya, next week~
      Endingnya malah hampir 2 bulan lagi loh, saeng ^^
      Lama ya? Hehehe
      Iya, tenang aja. Happy, kok ^^

      Gomawo udah RC ^^

  4. Wah wahh, si junmi masi suka sama jin tuh,
    Kalo jungkook gagal gawat dong-___-
    Ya udah deh, next chapnya ditunggu thor, penasaran gimana nasibnya si jungkook…

  5. Wahhh……. bakalan langgeng nih ffnya….. hihihi….
    Wah… jdi kl misalkan si junmi msh cinta lalu jungkooknya jdi cupid slamnya dong…. Oh No….
    Eh thor… q mau request poster dong…. inikan jga si jungkook-shina mulai deket… jdi pingin request poster aja….

  6. Duh Yoongi so sweet ya dari SMA sampe skrg msh setia mencintai Junmi walaupun si Junmi msh mencintai Jin,,makin penasaran deh sama next chap-nya .. Jungkook jangan dingin2lah sama Shina ntr klo nyesel lho kalo shina di ambil Taehyung *eh

Leave a reply to 30 DAYS CUPID [Chap. 13A-Road to Ending] | Read Fan Fiction Cancel reply