[ONESHOT] Life to Care to Hurt

lifetocaretohurt

Title                : Life to Care to Hurt

Author           : Jisankey

Cast                :

  • Jo Youngmin
  • Park Hyun-ah (OC)
  • Others

Genre            : Drama, Romance

Rating          : Teen

Note              :  Aku gapake POV di FF ini, tapi aku usahain kalian langsung kenal siapa yang bicara ^o^

Oh iya, aku udah post FF ini dibeberapa tempat si.. kalau authornya bukan dengan nama ‘Jisankey’ itu plagiat namanya ya ^o^)/

Disclaimer  : Plot aku buat sendiri, FF ini terinspirasi dari :

  • J-Movie Heavenly Forest
  • Request’an unn Hikhik(?)
  • Lagu MBLAQ – Even in my dreams
  • Thanks a lot pokonyamah #tebarpelukan ==a

PLAGIATOR GO OUT NOW!

PLEASE, DON’T BE A SILENT READER!

=================================================

Summary : Perasaan ini selalu dikeluhi. Apa yang salah? Setiap orang akan mengalaminya. Dan disaat perasaan itu datang, sebuah sikap akan ikut menghampiri. Sikap yang terkadang kita lupakan seberapa pentingnya. Karena jika sikap itu hilang, kau tahu.. kalian akan sangat membutuhkannya.

=================================================

“Kau lebih baik pergi, pengganggu!” seorang yeoja membentak seseorang di sampingnya. Temannya? Sepertinya bukan. Yeoja yang membentak itu, sangat kasar pada orang di sebelahnya. Mana mungkin dia temannya?

“Sudah kubilang, kau tidak perlu melakukannya! Arrg!” seorang namja menjambak rambutnya frustasi. Dia merasa urat ditangannya menegang, dia benar-benar kesal kenapa ada yang memedulikannya seperti ini? Apa tidak terlalu berlebihan? Itu hanya mengganggu!

********

“Hurt…”

Aku kira dia… temanku. Aku hanya mencoba peduli. Aku ingin membantunya, yah, hanya itu. Aku benar-benar peduli padanya, aku menyayanginya. Aku bahkan telah menganggapnya saudaraku. Dia.. sahabatku, kan?

“KAU BODOH! KUBILANG LEBIH BAIK KAU PERGI! KAU SAMA SEKALI BUKAN TEMANKU!”

Kata-katanya masih terdengar jelas. Sangat jelas.

Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku lakukan. Kesalahan apa? Kenapa dia begitu marah padaku?Apa aku salah jika peduli padanya?

“Maafkan aku.. kumohon.. jangan bilang aku bukan temanmu lagi..” aku hampir menangis saat mengatakan itu. Tapi permohonanku sia-sia. Dia hanya diam dan pergi, meninggalkanku.

Apa… sekarang dia bukan temanku?

Aku tanya pada dunia, aku ingin menanyakannya dengan suara keras, menanyakannya dengan semua emosiku saat ini.

“APA PEDULI PADA SESEORANG ITU SALAH?”

********

“Care…”

Sekarang aku benar-benar kesal. Kenapa begitu banyak yang peduli padaku? Apa mau mereka? Aku bingung. Tanpa dipedulikan siapapun aku masih bisa hidup. Kenapa mereka terkesan protektiv padaku?

“YAK! LEBIH BAIK KAU JANGAN LAGI PEDULI PADAKU!”

Entah sudah berapa kali aku berkata ketus, membentak, atau bahkan lebih kejam daripada itu pada mereka. Mereka.. yah, yang memperdulikanku. Aku rasa, mereka sama sekali tak punya kerjaan! Karna setelah aku berlaku kasar pada mereka, mereka masih saja memperdulikanku. Aku bingung, sungguh, aku benci dipedulikan, karna kadang itu menggangguku, aku seperti tidak bisa melakukan apa yang seharusnya kukerjakan sendiri.

Rasanya aku menyerah. Aku tidak tahu, apa yang bisa membuat mereka tidak peduli lagi padaku? Karna sejujurnya akupun kasihan. Mereka peduli padaku, tapi aku tak janji bisa peduli pada mereka. Itu bukan salahku, kan? Aku tidak pernah memaksa mereka untuk peduli padaku!

Sejujurnya, saat ini aku ingin berteriak keras. Meluapkan kekesalan yang selama ini aku rasakan.

“AKU TIDAK INGIN ADA YANG PEDULI PADAKU!!”

********

Terdengar dua suara dari balkon belakang sekolah. Suara pertama terdengar keras berbaur dengan seruan luka. Luka yang sangat dalam, luka yang lebih dari sekedar perasaan kecewa, lebih dari itu.

Sementara suara kedua, suara seorang namja yang terdengar sangat lelah dan merasa bersalah. Rasa bersalah itu bisa terungkap dari teriakannya yang sedikit berat.

Teriakan mereka seolah percakapan. Setelah si orang pertama berteriak, disambung dengan teriakan orang kedua. Teriakan mereka masih ada keterkaitannya. Membicarakan satu sikap yang sama, Peduli.

********

Mengingat peristiwa tadi, aku yang awalnya kesal berubah jadi sedikit… peduli? Entahlah, tapi tiba-tiba saja ada yang berteriak saat aku berteiak. Kami hampir berteriak di waktu yang sama, juga bisa dibilang membicarakan hal yang sama.

Aku berbalik mencari siapa orang yang berteriak itu, dan aku menemukannya. Dia yeoja, yang juga tengah menatapku dengan tatapan heran. Yah, balkon ini ternyata sudah tidak rahasia lagi.

“Hm,” aku berdehem bukan karna apa-apa, aku mencoba mencairkan suasana yang agak kikuk ini. Tapi tiba-tiba dia menangis, terisak. Aku jadi semakin bingung dengan keadaan ini. Tanpa aba-aba aku menghampirinya dan duduk di sampingnya. Aku tidak tahu ini hal yang benar atau salah.

Aku juga bingung apa yang harus aku katakan? Jangan menangis, aku disini? Ah… perkataan macam apa itu. Aku dan dia, kenal saja tidak!

“Kenapa kau menangis?” percuma aku berpikir jika kata yang keluar hanya seperti itu. Aku masih agak canggung untuk melirik, melihat wajahnya. Lagipula, aku ingat tadi dia menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Dia masih menangis, tanpa mengubris pertanyaanku. Iyalah, bodoh sekali aku! Orang asing malah tanya macem-macem. Tapi aku juga tidak bisa membiarkannya menangis terus. Bagaimana menenangkannya? Aku benar-benar bingung.

“Berikan orang-orang yang peduli padamu, kepadaku!” ucapnya. Aku masih tidak mengerti, tunggu… maksudnya?

“Berikan semua orang yang memerdulikanmu!” pekiknya mengulang perkataan tadi. Aku mengerti, tapi aku tidak tahu harus berkata apa. Bukan… bukan tidak tahu, tapi belum tahu.

Lama aku dan dia hanya diam. Hening.

“Kau tidak mau, kan? Makannya jangan asal bicara!” dia lalu berdiri, beranjak pergi. Aku menahan tangannya, itu refleks, sungguh.

“Kau tidak mengerti posisiku, aku kadang….”

“Kau yang tidak mengerti!” potongnya dan berbalik, menatapku dengan tatapan tajam. Entah, tapi sorotan matanya memancarkan kesedihan. Aku bungkam seketika.

“Kau itu.. kau sama saja dengan dia! Kau tidak menghargai apa itu sikap peduli. Kau… apa kau tahu rasanya itu menyakitkan! Aku ingin ada yang peduli padaku, kau malah membenci orang yang memedulikanmu! Sungguh egois! Kau tidak akan pernah mengerti!”

“Aku peduli padamu.” Aku menatapnya dalam, aku terus menerawang ke dalam bola matanya. Kenapa? Apa dia begitu sedih? Sorotan matanya itu… aku tahu, sekarang aku sedang memerdulikan seseorang. Aneh sekali.

“Tidak usah berpura-pura!” dia menarik tangannya kasar dan pergi meninggalkanku, yang benar-benar bingung.

********

Aku masih memikirkan hal tadi, di balkon sekolah. Aku sangat bingung. Dan sekarang aku kembali kesal! Hah, aku sia-sia saja peduli padanya jika dia tidak peduli padaku! Eh, tunggu. Inikah rasanya? Perasaan dimana jika orang yang kita pedulikan tidak mengindahkan sikap kita? Berarti aku selama ini telah membuat banyak orang… ehm… aku tidak mengerti!

“Youngmin-ah, makan dulu!” panggil eomma.

Aku mengerti, aku harus berubah.

“Ne eomma, tunggu sebentar!” jawabku. Aku tahu, pasti eomma heran kenapa aku bisa menjawab seperti itu. Biasanya, aku selalu mengomel, aku selalu menggerutu, kenapa begitu peduli padaku? Aku akan makan saat aku lapar! Biasanya seperti itu aku menjawab. Keterlaluan ya?

Yah, itu aku, Jo Youngmin yang keterlaluan.

********

Esoknya aku kembali ke balkon sekolah, apa aku salah berharap yeoja itu ada di sana? Tapi nyatanya dia memang ada di sana, duduk sambil menegadah menatap ke atas langit. Kurasa dia tidak ingin repot-repot mencari tempat lain.

“Saat kau sendiri, dalam waktu yang lebih lama…” dia berhenti untuk menghela nafas, “kau akan tahu artinya kesepian.” Dia lalu menatapku dengan tatapan datar. “Kau akan tahu betapa pentingnya orang-orang yang memerdulikanmu itu.”

Yah, aku kembali bungkam. Yeoja ini, lagi-lagi menyadarkanku, tentang apa itu peduli. Aku mengulurkan tanganku, aku benar-benar ingin mengenalnya.

“Jo Youngmin, kelas 2-3.” Dia menanggapinya dengan tersenyum, hanya tersenyum. Tanpa membalas uluran tanganku. Yah, tidak apalah, melihatnya tersenyum itu rasanya lebih baik.

“Tapi aku tidak pura-pura tentang masalah peduli itu.” Ucapku. Dia mengangkat alisnya seolah bertanya. Aku mengangguk meyakinkan.

“Kau tahu, maksudku, aku tidak ingin mereka terus menerus peduli padaku. Karna aku… apa aku bisa membalas kepedulian mereka? Aku tidak yakin aku bisa. Jadi, aku lebih baik mereka benci.” Aku berkata tanpa berpikir panjang, kata-kata itu murni keluar begitu saja.

Aku rasa, raut wajah yeoja itu berubah. Apa aku salah bicara, ya?

“Apa aku salah, ya?” aku bertanya dengan tampang yang mungkin, heh, bodoh. Dia tidak menjawab, dan beranjak pergi. Lagi-lagi, aku ditinggalkan begitu saja.

********

            “Oppa, kau tidak perlu mengerjakan tugas sejarah yang kemarin. Sudah aku kerjakan.” Haera menghampiriku dan mengatakan itu.

“Terimakasih ya.” Ujarku lalu tersenyum. Dia terlihat kaget, heran, bingung, sekaligus senang, mungkin. “Lain kali, jangan kau kerjakan sendiri ya. Itu juga kan kewajibanku.”

“I.. iya!”

Lebih baik? Yah. Kurasa, lebih baik aku bicara seperti itu daripada membentak-bentak orang tidak jelas. Benar, seharusnya aku bisa menyadari hal ini dari awal.

********

            “Hei hei!! Kalian sudah dengar, kan? Ada yang mau bunuh diri? Itu.. yeoja yang selalu berada di balkon!”

Tidak sampai selesai mendengarkan percakapan itu, aku segera berlari ke balkon belakang sekolah. Hah, aku tidak waras kah? Padahal sebentar lagi jam stirahat berakhir. Tapi aku tidak bisa menjelaskan perasaan apa ini. Aku rasa, inikah yang dinamakan peduli? Memedulikan orang lain?

“Hosh… Hosh…” aku terus menyeimbangkan nafasku. Hah, akhirnya sampai juga.

Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, mengedarkan pandanganku terus sampai akhirnya aku menemukan yeoja itu. Yah, yeoja itu hanya tersenyum menatapku.

“Kau pikir aku akan menyia-nyiakan hidupku begitu saja? Ha ha ha… aku bukan orang tolol seperti itu! Tujuanku hidup bukan untuk mati konyol, tapi untuk memedulikan orang lain!” ucapnya saat pandangan kami bertemu. Nafasku masih tersenggal, hosh…

“Tapi kau juga harus memedulikan dirimu sendiri.” tukasku masih menatapnya. Dia tersenyum dan memalingkan mukanya.

“Jika aku tidak memedulikan diriku, mungkin aku sudah mati.” Tatapannya berubah dingin. “Sekolah ini memang suka sekali membuat opini. Bukan begitu? Tapi aku lega, itu buktinya mereka memperdulikanku.” Dia lalu tersenyum, bukan kepadaku. “Sudah ya, bel masuk sudah berbunyi.” Dia bangkit dan berjalan pergi, melewatiku begitu saja. Sekali lagi, dia meninggalkanku di balkon itu. Tapi pandanganku berhasil melihat almamater kelasnya. 2-1.

Apa aku harus menjadi pengutitnya? Ah Jo Youngmin, ada apa denganmu?!

********

Dan akhirnya. Aku, Jo Youngmin, adalah seorang stalker. Aku mencari siapa namanya dan aku mengetahuinya, Park Hyun-ah. Aku memperhatikan setiap gerak-geriknya, walaupun dari jarak jauh. Aku selalu membuntutinya saat dia pulang, sampai dia masuk ke dalam rumahnya, aku akan tenang dan pergi. Baru kali ini aku merasa, peduli pada seseorang itu susah.

Hari ini turun hujan, aku lupa membawa payung. Diapun sama. Aku berdiri di depan bangunan dekat sekolah, untuk berteduh. Dia berada di sebelahku, tapi tidak berkata apa-apa padaku. Kami hanya berdua di sana.

Tiba-tiba dia berjalan menerobos hujan yang deras ini, aku kaget, sungguh. Apa ini artinya dia tidak mau berada dekat denganku?Aku pun berjalan mengikutinya, aku tidak berusaha mengejarnya atau berbicara padanya. Tidak. Aku belum siap. Aku cukup memastikan dia sampai rumah dengan selamat.

Selama berjalan, aku selalu memberi jarak yang cukup jauh antara aku dan dia. Aku tahu dia kesal, bahkan mungkin benci aku ikuti seperti ini.

Dia berhenti berjalan. Aku pun ikut berhenti.

“Seperti katamu. Saat ini aku berada di posisimu. Lebih baik kau membenciku, aku tak bisa membalasmu.” Hyun-ah sama sekali tidak berbalik. Hujan mereda, aku bisa merasakannya, tidak sederas tadi. Itu yang membuatku mendengar pernyataanya dengan jelas. Aku tidak mengerti, dada ini terasa berat sekali.

“Aku tulus, sungguh. Aku memedulikanmu tanpa balasan.”

Aku menatapnya dalam. Kuharap dia bisa merasakannya, kuharap dia mengerti tentang seruanku yang bergetar. Aku berbeda daripada diriku yang dulu, kau tahu itu?

Hyun-ah berbalik, aku tidak tahu apakah dia habis menangis atau tidak. Hujan berhenti, tapi baju kami sudah sangat basah. Sinar matahari mulai menyinari wajahnya, kini dia tengah menatapku. Dia lalu menyeka pipinya, entah untuk menyeka air hujan atau air matanya. Aku tidak tahu kenapa aku begitu yakin dia habis menangis.

“Jangan mengasihaniku, sungguh.”

Aku benar-benar bingung padanya. Aku tidaklah mengasihaninya, aku memperdulikannya! Aku khawatir padanya! Apa aku harus mengatakannya?

“Aku menyukaimu Park Hyun-ah, bukan, aku mencintaimu! Aku sangat memperdulikanmu!” Hah…

Rasanya aku lega, aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Bahkan aku masih menimbang-nimbang apa yang aku katakan tadi benar atau salah. Aku masih harus membuktikannya. Aku berjalan mendekatinya.

“Aku hanya ingin kau tahu, ada orang yang memperdulikanmu. Aku tidak menuntut balasan apapun darimu. Aku tidaklah mengasihanimu.” Lagi aku mengatakan hal yang sama sekali tidak kupikirkan terlebih dahulu. Dia masih bingung, masih menatapku.

“Kau bisa percaya padaku,” tambahku. Dan kembali kami mendapati hening yang tersedia. Aku terus menatapnya, saat aku akan mengalihkan pandanganku, dia mengangguk.

Dia mengangguk dan tersenyum, lalu berjalan pergi. Aku memandang punggungnya, sampai tidak terlihat lagi. Aku tidak mengikutinya kali ini, aku tahu apa yang aku lakukan hari-hari kemarin itu salah. Aku tersenyum sampai aku ingin menangis. Dia… tersenyum padaku, tulus.

Saat itu, hari itu, detik itu… aku merasa aku sangatlah ringan. Aku merasa aku tidaklah punya beban. Apa aku memang sangat peduli padanya? Aku rasa iya.

********

Aku memang bodoh, yah, Jo Youngmin yang bodoh. Aku sudah berjanji untuk tidak mengikutinya lagi, tapi aku mengikutinya. Hah… biarkan aku, untuk sekali lagi saja.

Tiba-tiba Hyun-ah berbalik, aku berhenti berjalan. Ha, bodoh!

“Eh.. hm, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi!” aku tersenyum lebar dan berbalik hendak berjalan pergi. Sampai…

“Jangan di belakangku.”

Aku berhenti berjalan. Apa?

“Aku tidak bisa melihatmu, berjalanlah di sebelahku.” Aku berbalik dan melihat Hyun-ah menatapku datar sambil menggerakan kepalanya ke arah tempat di sebelahnya. Aku hanya terdiam, bingung.

“Kau tidak mau?” tanya Hyun-ah tiba-tiba.

“Eh…” aku menggaruk kepalaku sambil tersenyum. Apa dia sungguh-sungguh? Akupun berlari menghampirinya, walaupun rasanya canggung sekali!

Kami sama sekali tidak berbicara apapun. Aku bahkan tidak berani bertanya aku akan dia bawa kemana? Ya iyalah, aku mengikutinya, bukan dia yang mengajakku! Tapi… jalan ini rasanya aku kenal. Yah, memang menuju rumahnya. Apakah ini berarti aku boleh mengantarnya? Hah, kenapa aku bisa seyakin ini?!

Setelah sampai di depan sebuah pagar rumah;yang kurasa rumahnya, aku dan Hyun-ah berhenti berjalan. Rumah itu tidaklah besar, hanya halamannya sangat luas. Aku kira, jika pagarnya di lepas, aku akan melihat luasnya hutan. Ha ha, tapi benar-benar luas kurasa!

“Masuklah,” kataku menyuruhnya cepat masuk. Yah yah… aku tidak ingin terus menerus canggung. Aku melihat Hyun-ah mengangguk meng-iyakan, sampai tiba-tiba seorang ahjumma berjalan mendekati kami.

“Park Hyun-ah… ku kira kau tidak akan datang!” serunya, pada Hyun-ah, aku tahu.

“Ne.. Ahjumma,” Hyun-ah mengangguk sambil meleparkan senyum hangatnya. Yah, walaupun senyum itu bukan untukku, aku merasakan kehangatannya. Aku terpesona.

Eh tunggu, tidak akan datang? Berarti ini bukan rumahnya? Aku rasa aku selalu melihatnya masuk ke rumah ini, tidak salah, kan?

Seperti tahu kebingunganku, Hyun-ah menyahut. “Ahjumma, ini Youngmin, temanku. Youngmin-ah, ini Hwang Hana.”

Dia tidak memperkenalkan secara jelas siapa ahjumma bernama Hwang Hana ini.

“Sudah lama kau tidak membawa temanmu kemari, Hyun-ah. Apa dia spesial?” bisik ahjumma itu, dan lebih memelankan bagian diakhir. Tapi tetap saja, aku mendengarnya.

“Ehm..” Hyun-ah tidak menjawab. Hah, apa yang akan dia katakan? Aku pasrah sajalah.

“Kalau begitu…” aku sengaja menggantung perkataanku untuk membuat Hyun-ah dan ahjumma itu jadi memperhatikanku. “Aku pulang dulu ya!” aku menyunggingkan senyuman paling manis yang aku punya. Kau tahu, ini seadanya, aku tidak tahu akan terlihat manis atau tidak.

“Eeh… cepat sekali, mau kemana?!” ahjumma itu menarik baju lengan tangan kananku. Aigo.. aku hampir tersungkur! Aku menatap ahjumma itu dengan kikuk, lalu tersenyum bingung.

“Di sini dulu saja, temani Hyun-ah, dan nanti kau bisa mengantar Hyun-ah pulang!” aku memiringkan kepalaku bingung. Pulang?

Aku  menatap Hyun-ah, seolah meminta penjelasan. Hyun-ah tidak menjawab, dia hanya menatapku datar. Tapi aku bisa merasakan sorotan mata sedihnya. Lalu dia mengangguk dan tersenyum. Hah, senyum itu tak akan mampu membuatku menolak!

Dan…. Oh, jadi ini memang bukan rumahnya!

********

Aku mengikuti ahjumma itu ke pekarangan belakang rumahnya. Di sini malah lebih luas daripada halaman yang di depan rumah. Aku lalu melihat sebuah danau, aku tidak tahu ini buatan atau tidak, tapi aku berhasil melihat ujungnya. Oh, mungkin buatan. Indah, seperti di alam bebas. Hyun-ah langsung berjalan mendekati danau itu, dan aku juga melihat dua kura-kura berada di tepi danau itu. Entah jenis apa, tapi terlihat Hyun-ah menyukainya. Dia sampai mengelus-elus tempurung kedua kura-kura itu, dengan senyum yang mengembang.

“Dia sangat kesepian,” aku mendengar sebuah suara berkata. Hwang ahjumma?

“Dia selalu datang kemari, hampir setiap hari. Orang tuanya sudah meninggal, dan dia kehilangan senyumannya pada saat itu. Dia selalu menceritakan keluh kesahnya pada mereka,” Hwang ahjumma berkata sambil terus menatap Hyun-ah dan kedua kura-kura itu. Jadi mereka itu maksudnya kura-kura? Aku mengikuti Hwang ahjumma untuk memperhatikan Hyun-ah dan kedua kura-kura, tapi jujur aku lebih memusatkan pandanganku pada kura-kura, agak cemburu juga rasanya melihat Hyun-ah mengelus-elus tempurung mereka.

“Sesekali aku berhasil mendengar apa yang dia ceritakan, dia tidak pernah mengajak temannya kemari. Dan aku tahu sekarang ini dia sedang ada masalah dengan teman-temannya, aku takut dia akan semakin jarang tersenyum. Tapi beberapa hari ini dia berubah, terlihat sangat tenang tanpa beban. Apa itu karnamu?”

Aku tertegun, apa? Karnaku? Aku tersipu sekilas, tidak lama aku rasa, karna Hwang ahjumma mulai bercerita lagi.

“Sifat pedulinya kadang memang berlebihan. Tapi percayalah, dia hanya tidak ingin ada orang lain yang terabaikan seperti dia. Maksudku, dulu, saat dia seorang diri. Saat orang tuanya meninggal, sama sekali tidak ada yang memperdulikannya. Dan…” ahjumma itu sepertinya tengah berpikir.

“Apa?”

“Tidak apa-apa. Sudah, kesana saja! Temani dia!” Hwang ahjumma menepuk bahuku dan pergi masuk ke dalam rumahnya. Seperti ada yang ahjumma itu sembunyikan, ehm, yasudahlah.

Aku menghampiri Hyun-ah yang sedang asik sendiri dengan kedua kura-kura itu. Aku duduk di belahan pohon yang terletak di pinggir danau dan menatapnya kagum, dia benar-benar kuat. Hyun-ah akhirnya sadar dia aku perhatikan, tapi tanpa menoleh atau meliriku dia berkata.

“Kau tidak akan merasa kecewa, berteman denganku?”

“Sama sekali tidak,” aku bingung, anak ini sebenarnya kenapa? Kenapa dia seolah-olah melarangku untuk dekat dengannya?

Hyun-ah masih mengelus kedua kura-kura itu, secara bergantian tentunya. Aku menatap lurus ke depan, menerawang danau ini.

“Kau akan terluka, Youngmin-ah.

“Kata siapa? Aku tidak peduli, selama aku memperdulikanmu sepenuh hatiku, selama aku percaya padamu. Aku tidak akan terluka!”

Hyun-ah membalikan wajahnya dan menatapku.

“Aku tidak ingin kau hidup untuk memperdulikan orang lain, tapi berakhir dengan luka. Itu saja, Youngmin-ah.” Aku kembali melihat sorotan mata sedihnya. Aku menatap kedua bola matanya lekat-lekat.

“Aku tidak ingin kau sedih. Aku tidak ingin kau…”

“Aku tidak akan meninggalkanmu Hyun-ah. Tapi tenang saja, aku tidak akan mengganggumu. Percaya padaku,” lagi-lagi aku membuat janji. Tapi karna gadis ini, aku selalu merasa tenang. Hidupku bukanlah untuk terluka, tapi untuk disyukuri.

Hyun-ah menundukan kepalanya.

“Kau belum berkenalan dengan mereka,” aku rasa Hyun-ah mengganti arah pembicaraan. Apa? Aku harus berkenalan dengan kura-kura?

“Annyeong, Jo Youngmin imnida…” aku turuti saja apa kemauannya, Asalkan dia tersenyum senang, seperti sekarang.

“Ini Ddangkoma dan ini Kwang-kwang.” Hyun-ah memperkenalkan kedua kura-kura itu padaku. Aku memperhatikan kedua kura-kura itu dengan seksama. Ddangko dan.. Kwang-kwang? Aku jadi ingat kembaranku di Jepang, Kwangmin. Kekekeke….!

“Kwang-kwang? Aku jadi ingat saudaraku hahaha..!” aku tertawa dan mencoba mengelus tempurung kedua kura-kura itu, dimulai dari milik Kwang-kwang. Saat aku menyentuh tempurung mereka, apa ini hanya perasaanku saja atau bagaimana? Aku rasa ekspresi mereka sangat masam, seperti tidak suka aku mengelus-elus tempurung mereka. Apa ini pertanda buruk?

“Youngmin-ah.,” Hyun-ah memanggilku.

“Ya?”

“Kau itu cantik, ya? Ahaha..!” Hyun-ah berkata sambil tertawa, ah.. tawanya menyejukkan sekali.

Aku cemberut, berpura-pura kesal. Kenapa banyak sekali yang bilang aku ini cantik? Bahkan selalu aku, bukan kembaranku Kwangmin. Apa aku memang cantik?

“Tapi aku ingin punya namjachingu yeoppo sepertimu!”

DEG!

Apa?

“Eh..” wajahnya memerah. Dan aku tahu rona merah juga menjalariku sekarang, bahkan aku rasa auranya panas sekali. Ada apa dengan suhu atmosfer kali ini? Jantungku berdetak lebih cepat. Ini sangatlah tidak normal!

“Kau mau jadi yeojachinguku?” aku bertanya ragu. Aku masih tidak tahu harus berkata apalagi, saat dia mengangguk mengiyakan. Ha! Apa ini pertanda buruk yang dimaksud? Pertanda buruk bagi Ddangkoma dan Kwang-Kwang karna Hyun-ah kini jadi yeojachinguku, ahahaha.. jangan harap kalian dapat dielus-elus lagi ya?! Aku benar-benar dirasuki kekejaman#evilsmirk

********

Aku sampai di depan rumah. Apa aku seperti orang gila sekarang? Ah mungkin lebih gila kurasa! Aku terus tersenyum sendiri, sampai seseorang membuyarkan lamunanku.

“Yak, hyung! Apa jasmanimu baik-baik saja?” aku kenal suara itu, Kwangmin!

“Kura-kura…” sahutku tidak jelas.

“Mwo?! Eommaa..! Karena kura-kura hyung jadi gila eomma! Dia bahkan tidak ingat aku kembali dari Jepang hari ini! Lihat kemari eommaa… hyung masih senyum-senyum sendiri!!” adu Kwangmin. Hah, dasar bocah satu ini. Tidak tahu apa ada kura-kura yang namanya hampir mirip dengannya, ahahaha!

“Hei, kau tahu tidak? Jatuh cinta itu sungguh indah!”

“Eeh?” Kwangmin memiringkan kepalanya bingung. Tampangnya bodoh sekali, hahaha.

“Anak kecil tidak akan mengerti!” aku masih terkekeh.

Park Hyun-ah. Tadi dia tidak mau aku antar pulang. Kau tahu? Sejujurnya aku sungguh penasaran dimana rumahnya. Tapi aku masih menghargai privasinya, baiklah.

Selamat tidur saja, mimpikan aku ya!

********

Kejadian hari ini menurutku sangatlah lucu. Saat Kwangmin datang ke sekolahku, banyak orang mengira itu aku, bahkan Hyun-ah pun begitu! Dia hampir tidak ingin berbicara saat bertemu denganku di balkon belakang sekolah, katanya aku mempermalukannya karna tidak menyahut seruannya. Ah, dari situ pun aku sudah tahu masalahnya pasti Kwangmin! Aku cukup menjelaskannya sekali, dan dia percaya. Tapi aku masih belum puas, karna aku masih melihat ekspresi kesal di wajahnya. Aku pun mengajaknya ke taman untuk membuktikan aku memang punya saudara kembar.

“Maafkan aku ya, Noona, aku tidak kenal tadi… jadi, maaf ya!” Kwangmin membungkuk 90 derajat, meminta maaf pada Hyun-ah. Polos sekali anak ini, ha ha ha!

“Eh… gwencana, jangan berlebihan seperti ini!” Hyun-ah terlihat agak risih dengan sikap Kwangmin, ekspresi wajahnya sangat lucu!

Tidak lama, Hyun-ah dan Kwangmin terlihat akrab. Malah aku kira, Kwangmin jauh lebih cepat akrab dengan Hyun-ah daripada aku. Huh… beruntung sekali dia! Rasanya aku menyesali keputusanku mengajak Kwangmin dan Hyun-ah bertemu, aku jadi diabaikan seperti ini.

Tiba-tiba Kwangmin mengajakku dance. Katanya dia ingin membuat Hyun-ah tertawa, aku pun setuju. Aku dan Kwangmin pun meng-coverdance-kan lagu Oppa Oppa milik Donghae dan Eunhyuk Super Junior. Kau tahu? Aku mendapatkan part Donghae. Saat kami mulai di reff, Hyun-ah tertawa puas. Haaa… aku lega. Hari ini benar-benar menyenangkan.

********

Sudah dua  Minggu. Karna Kwangmin kembali dari Jepang, dia satu sekolah denganku. Kami jadi semakin dekat, yah, aku, Kwangmin dan Hyun-ah. Kadang aku cemburu pada Kwangmin yang kurasa ‘lebih nyambung’ jika mengobrol dengan Hyun-ah, tapi aku selalu bercermin pada kenyataan. Hyun-ah yeojachinguku, buat apa aku cemburu? Lagipula, Kwangmin adikku. Aku harus tetap berpikiran positif!

Beberapa hari ini, Hyun-ah sering menjauhiku, bahkan dia tidak ingin pulang aku antar (pergi ke rumah Hwang ahjumma). Tapi aku melihatnya, aku tahu, Hyun-ah masih bersikap biasa pada Kwangmin. Aku kesal, marah, aku sungguh tidak mengerti! Apa dia telah menemukan pangerannya yang sesungguhnya? Apa karna Kwangmin jaaaaauh lebih baik dariku? Atau apa? Aku sungguh tidak mengerti kenapa Hyun-ah menjauhiku seperti ini!

Dan ini sangat buruk bagiku. Dia sama sekali tidak ingin berbicara padaku!!

“Wae?” aku terus mendesaknya, tapi dia tidak menjawab apapun. Tatapan dinginnya kembali dia tujukan padaku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padanya? Maksudku, kesalahan yang benar-benar fatal, sampai dia seperti ini padaku?

Aku membentaknya. Aku sudah tidak bisa menahannya, saat itu aku dirasuki emosi yang tak bisa terkontrol. Aku tahu aku berlebihan, aku membuatnya menangis. Kau tahu? Dia menangis. Aku tak akan pernah menyangka, hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengannya.

********

            “Tidak ada?” rasanya aku sudah mengulangi kata itu berkali-kali. Yah, Hyun-ah menghilang. Di balkon belakang sekolah, di kelasnya, bahkan di rumah Hwang ahjumma pun dia tidak ada. Aku menanyakan di mana rumahnya, tapi Hwang ahjumma pun tidak tahu. Kenapa dia seperti ini? Apa dia menghindariku? Untuk apa? Kumohon jawablah!!

Demi apapun, hari itu aku cengeng sekali. Aku menangis karna dia pergi entah kemana. Aku sama sekali tidak bisa menghubunginya. Maafkan aku Hyun-ah… tapi kenapa?

Aku kehilangannya.

********

            “Hyung, ada surat dari…. Hyun-ah!” aku langsung merebut surat yang Kwangmin pegang. Kwangmin mendengus kesal melihat tingkahku, tapi aku tidak peduli.

Aku langsung berlari, ke sekolah, ke balkon belakang sekolah. Tidak ada. Aku kembali berlari ke rumah Hwang ahjumma, dan aku tahu Kwangmin sedari tadi mengikutiku dari belakang. Saat aku berhenti, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya berharap Hyun-ah masih di sekitar sini. Aku tahu surat ini dia kirim sendiri!

“Hosh… waeyo hyung? Hyun-ah bilang apa? Kenapa kau langsung lari?”

Aku terdiam. Sebenarnya kau dimana, Park Hyun-ah?

“Youngmin-ah.” Panggil seseorang, itu Hwang ahjumma. Aku ingin bertanya banyak, aku mohon,  tolong jawab dengan jelas.

“Kenapa Hyun-ah menulis surat ini? Kenapa dia bilang aku tidak boleh menangis? Kenapa dia pergi tanpa mengabariku? Ahjumma…” aku menghela nafas. “Dia dimana?”

“Youngmin-ah.” Aku sudah mengerti, aku tak akan bertanya lagi. Tidak apa-apa. Tapi biarkan aku sendiri, untuk saat ini.

Aku mengangguk, sampai aku tahu rasanya aku hanya akan membiarkan air mata ini turun dengan mulusnya. Kenapa aku harus mengangguk? Entahlah, aku juga tidak tahu.

Aku berjalan ke arah danau dimana kedua kura-kura berada di tepinya. Apa hanya perasaanku saja, kedua kura-kura itu berekspresi sedih. Apa mereka menyedihiku? Atau… Hyun-ah? Apa ini pertanda yang mereka maksud tempo hari?

“Aku tidak tahu. Kenapa dia menyembunyikannya dariku? Kalian pasti sudah tahu, kenapa tidak kalian beritahu aku?” aku berkata pada kedua kura-kura ini. Tanpa menyahut pun, aku mengerti kenapa Hyun-ah sering bercerita pada mereka. mereka pendengar yang baik.

Aku membuka surat dari Hyun-ah, aku akan membacanya lagi. Apa maksudnya? Sungguh, aku ingin aku tidak mengerti sekarang! Kenapa aku harus mengerti? Rasanya sakit, sesak,

=================================================

Youngmin-ah

Rasanya sangat sakit saat kau marah, ya, 2 bulan yang lalu…

Tapi itu memang wajar, kau tidak boleh menyalahi dirimu.

Aku memang menjauhimu, dan ini saatnya kau tau kenapa.

Kau tau kenapa dulu aku segan untuk berteman denganmu? Kau tau kenapa dulu aku bilang kau akan terluka jika berteman denganku? Inilah alasannya, Jo Youngmin.

Aku bukanlah yeoja sehat yang kau pikirkan, aku akan segera pergi dari dunia ini.

Aku tidak ingin kau terluka saat aku pergi, jadi aku menjauhimu. Seperti kisah lain, aku ingin kau membenciku agar kau tidak perlu merasakan luka dariku.

Cukup aku, saat kehilangan orang tuaku.

Kau… jangan pernah merasa kehilanganku, ya?

Setelah menerima surat ini, itu berarti aku tidak akan bertemu denganmu lagi di dunia ini.

Tapi, kau tidak boleh menangis, arra?

Aku akan sakit jika kau menangis.

Youngmin-ah, terimakasih untuk semuanya. Jangan pernah salah paham pada adikmu lagi ya? Ia tidak tahu apa-apa tentang masalah ini, seharusnya kau tidak memarahinya juga waktu itu.

Tapi sejujurnya aku senang, itu tandanya, kau peduli padaku, kan? Kau cemburu, kan? Kau menyayangiku, kan?

Aku juga.

Jaga kesehatanmu ya?

Aku akan selalu bersamamu, seperti katamu. Dalam hatimu.

Kau tidak pernah ingkar janji, Youngmin-ah. Aku senang, kau memang selalu berada di sisiku.

Hah, surat ini terlalu panjang ya?

Akhir kata, aku meminta maaf dan terimakasih untuk orang yang memperdulikanku saat aku jatuh. Menyanyangiku saat aku terluka. Memberikan arti indahnya waktu yang aku miliki.

Youngmin-ah, saranghae!

=================================================

Kumohon, untuk saat ini saja. Bolehkah aku menangis? Untuk satu kali saja, menangisi dirimu. Aku tahu tidak akan ada pengaruhnya jika aku menagisimu kali ini. Aku ingin kau kembali, hanya itu. Bolehkah aku berkata dunia ini tidak adil? Kurasa tidak. Yah, dunia ini adil. Aku telah bertemu denganmu, belajar arti peduli darimu. Dunia ini sangat adil.

Aku tidak akan terluka. Tidak akan Hyun-ah, jangan khawatirkan itu. Kau tidak melukaiku, sungguh.

Terimakasih Hyun-ah, kau telah menjadi bagian dari hidupku.

********

Seorang namja duduk di belahan pohon yang sengaja di letakan di pinggi danau yang indah. Dia menundukkan wajahnya, terus… sampai ia merasa ia akan berhenti menagis.

“Bahkan aku tidak ada di saat-saat terakhirmu, Hyun-ah. Kenapa kau bilang aku akan selalu ada di sisi mu?” namja itu terus menangis. sulit untuk berhenti. Seperti ada belati tajam yang mengiris hatinya, dalam… namun manis.

Agak jauh dari tempat namja itu, seorang namja yang mirip dengannya juga seorang ahjumma memandang sendu namja yang tengah menangis itu.

“Dia kenapa? Apa karna Hyun-ah meninggalkannya?” tanya namja sebelah ahjumma itu.

“Eh? Kau itu siapa?”

“Kwangmin.”

“Kura-kura…”

“Hah? Cepat jelaskan saja, kenapa hyung ku seperti itu? Sebenarnya Hyun-ah itu siapanya? Dia hanya teman, kan?”

“Ck ck ck, kau tidak akan mengerti.”

“Eeh? Wae?”

“Anak kecil tidak perlu tahu.”

“Tsk!”

================================================================

Kadang luka itu indah. Walau perih, kita akan dapat pengalaman baru. Pengalaman berharga yang bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Tunggulah saja, magnet kepedulian akan datang seiring berjalannya waktu.

Sangat indah.

================================================================

END

Gomawo buat yang udah baca, tinggalkan kritik dan sarannya ya :D

Ini FF lama (?) dan memang sangat abal, ya, sekarang saja masih abal XD dan ini mungkin lebih abal(?) kkk~ Jadi, komentarnya sangat saya tunggu 😀

Gomawoo

4 thoughts on “[ONESHOT] Life to Care to Hurt

  1. Idiihhh.. Kwangmin, knapa kmu berevolusi(?) jd kura2? Wkwkwk #ditabokkwangmin

    aduh youngmin! Jgn nangis bang.. Sni sama aku aja.. *dicerai minwoo*

    author, ffnya keren deh.. ^^
    suka!!

    • Itulah jalan takdir kwangmin chingu /.\(?)
      heem jangan nangis jangan nangis ToT #siap buka jumpa pers kalo minwoo cerai# (?)

      jinjja? gomawo :3
      gomawo udah baca + komen 😀

Don't be a silent reader & leave your comment, please!