Everything [Part 10]

Title : Everything [Part 10]

Author : Shineelover14

Main Cast :

  • Member SHINee
  • Im Yoona SNSD

Support Cast :

  • Han Seung Yeon KARA
  • Jung Nicole KARA
  • Kim Hyera (as Reader’s)
  • And Other cast

Rating : PG-17

Genre : Romance, Friendship

Lenght : Chapter

Credit Poster : @Vania AlmightyCharisma

Disclaimer : FF ini terinspirasi waktu aku liat MV-SHINee yang Replay Jap. Versi. Cuma aku buat dalam bentuk imajinasiku loh. Eh .. Malah makin ngaco’ .. Hehehe ..  FF ini juga pernah aku publis di beberapa blog. Buat yang udah pernah baca, mohon comment lagi.

A/N: Jeongmal mianhae nie FF udah jamuran banget gara-gara udah lama gak di post. Hahahahaha .. Maaf yagh karena aku baru bisa selesaiin sekarang. Mungkin endingnya tinggal 1 atau 2 part lagi. Jadi siap-siap aja, kira-kira Yoona bakal milih siapa .. Hayooooo .. JANGAN LUPA COMMENT SEANYAK-BANYAKNYA!!

***

Author P.O.V

Yoona berjalan keluar dari lobby rumah sakit di temani Minho yang dengan setia menuntunnya. Pria itu dengan cekatan merengkuh tubuh Yoona yang masih belum terlalu pulih.

Minho membawa Yoona menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari lobby. “Kau bawa mobil?” tanya Yoona heran ketika sampai di depan sebuah mobil sedan hitam yang terlihat elegan.

Minho tersenyum sekilas ketika mendapati wajah Yoona yang masih terheran-heran. Tentu saja gadis itu heran karena sebelumnya Yoona belum pernah sekali pun melihat Minho membawa mobil. Bahkan ia tak menyangka bahwa Minho memiliki sebuah mobil.

Minho memang lebih sering bepergian dengan menaiki bus. Ia merasa lebih nyaman dengan kendaraan umum itu ketimbang harus mengendarai mobil pribadinya. Namun tidak untuk kali ini. Minho sengaja membawa mobilnya khusus untuk mengantar Yoona pulang.

“Ne, aku bawa mobil. Wae?” Yoona terdiam kemudian menggeleng lemah.

Minho membukakan pintu untuk Yoona, kemudian membantu gadis itu untuk duduk. Setelah memastikan semuanya aman, Minho bergegas ikut masuk kedalam mobilnya. Pria tampan itu menghidupkan mesin mobilnya kemudian mulai melaju meninggalkan halaman rumah sakit.

Disepanjang perjalanan Yoona tak banyak bicara. Ia terus saja menatap keluar jendela, menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit khas Negeri Gingseng tersebut.

“Ada apa dengan mu? Mengapa dari tadi kau diam saja?” tanya Minho ketika merasa aneh dengan sikap Yoona yang terus saja diam. Mendengar suara Minho, gadis bermata indah itu menoleh ke arah pria yang ada di sebelah kirinya.

Yoona tersenyum simpul. “Aniy. Aku hanya merasa terlalu banyak merepotkan mu, Minho.”

“Mengapa kau bicara seperti itu? Aku melakukannya karena aku memang ingin membantu mu,” ucap Minho menatap ke arah Yoona tajam. Tanpa izin ia meraih tangan Yoona yang sedari tadi bertumpu di pangkuannya kemudian menggenggamnya erat.

Yoona terlonjak kaget akibat tindakan frontal Minho, membuat gadis berkaki jenjang itu menoleh ke arah kirinya. Mata mereka saling beradu cukup lama, membuat jantung Yoona berpacu. Cepat-cepat Yoona membuang muka, tanda ia tak nyaman ditatap seperti itu oleh Minho.

Minho menepikan mobilnya di pinggir jalan dan tangannya masih menggenggam tangan Yoona erat. “Mengapa kita berhenti?” tanya Yoona bingung sembari melihat keselilingnya.

“Lepaskan tangan ku Minho. Kau menggenggamnya terlalu kuat,” ucap Yoona lagi ketika ia benar-benar merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Padahal Yoona sudah tak bertatapan dengan Minho. Tapi entah mengapa jantungnya terus saja berdegup kencang, membuat gadis cantik itu merasakan gugup yang sangat kentara.

Minho menghujani Yoona dengan tatapan sendunya. Ia menatap gadis itu penuh cinta, namun yang ditatap hanya membuang muka. Minho menyentuh dagu Yoona dan membuat gadis itu beralih menatapnya.

Seketika jantung Yoona ingin melompat keluar dari tempatnya. Dadanya naik turun tak beraturan. Minho mendekatkan wajahnya ke arah Yoona kemudian mengecup lembut bibir gadis itu. Yoona membeku ditempat akibat perlakuan Minho. Tubuhnya sama sekali tak memberontak dan terus menikmati sentuhan yang diberikan bibir Minho.

Cukup lama Minho memberikan kehangatan di bibir Yoona hingga keduanya tersadar ketika ponsel Minho berdering nyaring. Yoona meremas tangannya. Ia yakin sekali, wajahnya pasti sudah bersemu merah. Benar-benar memalukan, batinnya.

“Yeoboseo,” ucap Minho ketika menjawab panggilan itu.

“Hyung, kau ada dimana sekarang?! Aku ada di rumah sakit dan Yoona noona tidak ada di kamarnya. Apa ia sedang bersama mu?” tanya Taemin khawatir.

Minho menatap Yoona yang sedang tertunduk malu. Sudut bibirnya tertarik menciptakan sebuah senyum yang manis, “Ne, ia bersama ku sekarang. Yoona sudah diperbolehkan pulang hari ini. Maaf aku tidak memberi tahu mu terlebih dahulu,” jelas Minho panjang lebar.

“Oh, baiklah. Kalau begitu kami akan menyusul ke apartemen noona saja,” ucap Taemin membuat Minho bergumam.

“Kami?? Kau sedang bersama siapa?” Introgasi Minho.

“Aku bersama Hyera, Hyung. Setelah menjenguk ibunya, aku akan segera kesana.” Minho terkekeh mendengar jawaban Taemin.

“Ya! Kau jangan kebanyakan pacaran. Aku akan memarahi mu nanti jika nilai mu sampai jatuh. Arraseo?” ucap Minho dengan nada mengancam.

“Aku bukan anak kecil lagi Hyung. Nilai ku tidak akan jatuh. Percaya saja pada ku,” ucap Taemin percaya diri.

“Baiklah, aku pegang janji mu.”

“Ne. Baiklah, aku harus kembali ke kamar inap Ny. Kim. Sampai nanti Hyung,” ucap Taemin kemudian mengakhiri panggilannya.

Minho menurunkan ponselnya kemudian meletakkan telpon genggamnya itu di dasboard. Matanya beralih menatap Yoona yang masih tertunduk. Minho menarik nafas dalam-dalam sebelum ia mengeluarkan kata-katanya.

“Yoona-a, saranghae,” ucap Minho singkat. Namun dua kalimat yang di lontarkan oleh Minho tadi terus saja berdengung di telinga Yoona. Membuat gadis itu semakin dilanda keresahan.

Yoona bingung dengan perasaanya dan membuat gadis itu semakin tertunduk dalam. Minho mengerti arti pergerakan itu.

“Aku tidak butuh jawabannya sekarang. Aku akan menunggu mu hingga kau siap nanti. Aku tidak akan memaksa mu, Yoona,” ucap Minho. Setelah menyelesaikan kalimatnya tadi, Minho kembali melajukan mobilnya menuju apartemen Yoona.

***

Key berlari tergesa-gesa ketika memasuki sebuah studio foto dari sebuah majalah fashion yang cukup ternama di Korea. Sesuai dengan kontrak kerja samanya dengan majalah tersebut, selama beberapa bulan kedepan Key yang akan menjadi fotografer ditempat itu.

“Annyeonghaseo, maaf aku terlambat,” ucap Key sembari membungkuk hormat kepada para staf yang sedang bertugas di studio itu. Sejenak aktifitas yang ada di dalam ruangan itu terhenti ketika melihat sikap formal Key yang terlalu berlebihan dan sedetik kemudian semua kembali normal.

Seorang wanita melangkah mendekati Key. “Annyeonghaseo, apakah anda Kim Kibum-ssi?” tanya wanita itu ramah.

“Ne, saya sendiri,” ucap Key sedikit canggung.

Wanita itu tersenyum kemudian mengulurkan tangan mengajak Key berjabat tangan. “Aku adalah penanggung jawab disini. Shin Hana imnida.” Key membungkuk sekali lagi membuat wanita itu terkekeh kecil.

“Tidak perlu seformal itu. Pemotretan akan mulai 5 menit lagi. Kau bisa menemui modelnya disana untuk memberikan pengarahan. Namanya Jung Nicole,” ucap wanita itu sembari menunjuk ke arah latar pemotretan. Key tidak dapat melihat wajah gadis yang dimaksud Hana, karena posisi gadis itu membelakanginya.

Setelah berbicara dengan Hana, Key segera melangkah mendekati gadis yang bernama Jung Nicole itu. “Permisi, apakah anda Jung Nicole,” tanya Key basa-basi.

Nicole yang mendengar seseorang menyebut namanya segera menoleh. Dilihatnya seorang pria bermata sipit dan stylis sedang tersenyum ramah padanya. Nicole pun membalas dengan hal serupa.

“Ne, Jung Nicole imnida.”

“Senang bisa bekerja sama dengan mu Nicole-ssi. Baiklah, aku akan memberikan pengarahan untuk beberapa gaya saat pemotretan nanti.”

“Ah. Ne,” ucap Nicole mempersilahkan.

Key mulai menunjukkan kemahirannya dalam bidang fotografi. Ia mengajari Nicole pose-pose yang belum pernah gadis itu lakukan sebelumnya. Nicole terkagum-kagum dengan pengetahuan Key yang begitu luas di bidang tersebut. Hingga tak terasa 5 menit telah berlalu dan mereka harus segera memulai sesi pemotretan pertama.

Nicole bergaya sesuai dengan yang diarahkan Key. Gadis bertubuh indah itu terlihat cantik dengan balutan busana casual yang santai. Key sangat menikmati pekerjaanya. Ia mengobrol banyak dengan Nicole disela-sela pemotretan.

Setelah selesai melakukan pemotretan untuk sesi pertama, mereka berhenti sejenak untuk istirahat karena jam telah menunjukkan pukul 12.00 KST, -waktunya makan siang-.

Nicole berjalan menghampiri Key yang sedari tadi sibuk dengan kameranya. Ia sedang melihat-lihat hasil karyanya. “Kibum-ssi, kau tidak pergi makan siang?” tanya Nicole ketika sudah berada didekat Key.

Key menoleh ke arah Nicole yang di sambut senyum ramah gadis itu, “Panggil saja Key. Aku tidak nyaman bila dipanggil Kibum.”

“Aku makan siangnya nanti saja,”’ timpal Key lagi kemudian kembali dengan kesibukan awalnya.

“Ah, baiklah aku akan memanggil mu Key,” ucap Nicole masih dengan senyum terkembang.

“Boleh aku melihatnya juga?” tanya Nicole ingin melihat gambar dirinya.

“Tentu saja.” Nicole semakin mendekat ke arah Key. Ia melihat hasil foto yang di ambil Key dengan takjub.

“Kau hebat Key,” puji Nicole.

“Tidak juga, aku hanya mengambil foto mu dengan angel yang ku pikir bagus dan sesuai,” ucap Key merendah.

“Kau terlalu merendahkan diri. Aku tahu kau hebat,” ucap Nicole membuat Key tertawa. Ia merasa lucu dengan perkataan Nicole yang terlalu polos. Gadis yang menarik, batin pria berambut pirang itu.

***

“Jinki~a, bisa ikut eomma sebentar? Ada yang ingin eomma bicarakan dengan mu,” ucap Ny. Lee dengan nada pelan membuat Onew menoleh ke arahnya yang sedang berdiri di balik pintu kamar Seung Yeon.

“Ne, aku akan menyusul nanti,” ucap Onew mengiakan permintaan eommanya. Setelah Ny. Lee menutup pintu itu, Onew kembali menatap Seung Yeon yang sedang tertidur lelap. Ia tersenyum sekilas kemudian membelai lembut rambut gadis itu.

Sudah seharian ini Onew terus menemani Seung Yeon di kamar. Pria itu benar-benar menjaga tunangannya dengan hati. Ia tidak membiarkan Seung Yeon turun sendirian dari tempat tidurnya. Ia ingin gadis itu lebih banyak beristirahat agar kesehatannya cepat membaik. Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Onew dengan rela menuntun Seung Yeon hingga masuk.

Sebelum beranjak dari tempatnya, Onew kembali menatap Seung Yeon kemudian berjalan keluar dari kamar gadis itu. Onew melangkah pasti menuju kamar eommanya. Pria itu membuka pintu kamar eommanya perlahan dan melihat sosor ibunya yang sedang berdiri menghadap ke jendela.

“Ada apa?” tanya Onew membuat Ny. Lee menoleh ke arahnya. Mata Ny. Lee berkaca-kaca. Ia sedih karena telah memaksa anaknya untuk bertunangan dengan gadis yang tak dicintai putranya.

“Waeyo eomma?” tanya Onew khawatir. Pria itu berjalan mendekat ke arah eommanya. Ny. Lee langsung menggenggam tangan putranya erat ketika Onew berdiri di hadapannya.

“Maafkan eomma Jinki. Maafkan eomma telah membuat mu menderita,” ucap Ny. Lee semakin terisak. Onew bingung dengan perkataan eommanya. Ia menuntun eommanya duduk kemudian tangannya dengan cekatan menyeka air mata yang jatuh di pipi ibunya.

“Jangan menangis eomma, katakan pada ku apa yang sebenarnya terjadi?”

Ny. Lee berusaha mengatur nafasnya kemudian merengkuh pipi putranya. “Eomma tahu kau sangat mencintai gadis itu kan?”

Onew menyernyit. “Aku tidak mengerti apa yang eomma maksud.”

“Gadis itu bernama Im Yoona-kan?” Onew membulatkan matanya. Ia tak menyengka ibunya tahu siapa nama gadis yang selalu bertahta dihatinya.

Onew tersenyum getir. “Ya, dia Im Yoona. Eomma tahu dari mana?” tanya Onew kemudian.

Ny. Lee memeluk tubuh putranya. Ia membenamkan wajahnya di dada bidang Onew. Wanita paruh baya itu menangis, rasa sesal berkecambuk di hatinya.

“Hentikan pertunangan ini jika kau tidak bahagia,” ucap Ny. Lee dalam tangisnya. Seketika mata seseorang membulat, terkejut akan kata-kata yang terlontar dari mulut wanita yang sudah dianggap ibu kandungnya.

Tubuhnya bergetar hebat. Lagi-lagi selalu seperti ini, batinnya. Kepalanya terasa berat seketika, namun ia berusaha melangkah kembali ke kamarnya. Ia berjalan dengan sempoyongan dan tanpa sengaja menyejatuhkan vas bunga yang terpajang tak jauh dari pintu kamar Ny. Lee.

Onew dan Ny. Lee tersentak kaget ketika mendengar pecahan kaca yang berhamburan di lantai. Onew segera bergegas keluar. Ia melihat Seung Yeon yang berlari menuju kamarnya.

“Seung Yeon,” gumam Onew.

Onew membuka pintu kamar Seung Yeon perlahan. Dilihatnya gadis itu sedang menangis sesegukan. Rasa bersalah menghantui pikirannya. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti gadis yang sudah dua bulan terakhir menjadi tunangannya itu.

“Seung Yeonnie,” panggil Onew kemudian berjalan mendekat ke arah gadis tersebut. Seung Yeon memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia merasa benci dengan dirinya sendiri. Benci karena telah menjadi penghalang antara Onew dan Yoona dan ia merasa bersalah karena pertunangannya dengan Onew, Yoona dengan nekat mencoba untuk mengakhiri hidupnya.

Onew menyentuh pundak Seung Yeon yang bergetar. Gadis itu duduk membelakangi Onew. Ia terus saja menangis tanpa henti.

“Mianhae, bukan maksud ku seperti itu,” ucap Onew masih memegangi pundak Seung Yeon.

“Aku tidak bermaksud menyakiti mu. Ku mohon kau jangan salah paham.”

Seung Yeon membalikkan tubuhnya. Onew dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang ada di hadapannya itu memerah dan matanya sembab. Ia merasa iba dengan kondisi tunangannya tersebut.

Onew menarik Seung Yeon kedalam pelukannya. Gadis itu masih terisak, namun ia mencoba untuk bersuara, “Oppa, mianhae.”

Suara Seung Yeon terdengar lirih dan menyayat hati. Onew semakin mengeratkan pelukannya. “Kau tidak perlu minta maaf. Oppa yang salah karena merahasiakan hal itu dari mu,” ucap Onew kemudian mempererat pelukannya.

“Tidak oppa, aku yang salah. Aku adalah penghalang di antara kalian. Aku adalah penyebab masalah ini.” Onew tidak mengerti dengan perkataan Seung Yeon yang menurutnya mulai menyimpang.

“Tidak Yeonnie, kau bukan penghalang siapa pun. Aku akan menikahi mu karena itu adalah keputusan ku,” ucap Onew berusaha meyakinkan tunangannya tersebut.

“Oppa, aku adalah penyebab semuanya. Gara-gara aku, Yoona eonni nekat ingin mengakhiri hidupnya. Aku telah menyakitinya oppa. Ia sangat mencintai mu. Ia sakit karena ku. Ia menjadi rapuh karena ku. Aku jahat oppa, sangat jahat,” ucap Seung Yeon setengah berteriak. Ia berusaha mengeluarkan rasa kekesalannya yang memuncak.

Onew membeku seketika. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Onew menggelengkan kepalanya, tanda ia menolak semua ucapan yang terlontar dari mulut Seung Yeon.

“Tidak, itu tidak benarkan? Yoona tidak mungkin bertindak seperti itu. Ia tidak mungkin mencintai ku.”

“Tidak oppa. Ia sangat mencintai mu. Aku melihatnya sendiri, ia di rawat di rumah sakit karena tindakan bunuh dirinya.”

Seketika dada Onew terasa sakit. Ia merasakan hantaman yang sangat hebat dibagian dadanya hingga ia sulit untuk bernafas. Air mata Onew jatuh. Ia tak menyangka Yoona juga menyimpan perasaan yang sama dengannya.

“Oppa pergilah temui Yoona eonni. Ia sangat membutuhkan mu,” ucap Seung Yeon sembari menghapus air matanya yang terus saja mengalir.

“Tapi …” Belum sempat Onew menyelesaikan kalimatnya, Seung Yeon telah mengunci bibir Onew dengan jari telunjuknya.

“Jangan banyak bicara lagi. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Kejarlah apa yang menjadi impian mu oppa,” ucap Seung Yeon yang disambut pelukan hangat Onew. Gadis bertubuh mungil itu kembali terisak. Ia akan selalu merindukan pelukan hangat Onew. Merindukan semua perhatian yang diberikan pria yang sudah menjadi oppanya sejak kecil.

“Pergilah oppa,” ucap Seung Yeon sembari melepas pelukan Onew. Onew menatap wajah Seung Yeon dalam. Hatinya terasa berat untuk meninggalkan gadis mungil itu.

Onew bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju pintu keluar. Ia menatap wajah sendu Seung Yeon sekilas ketika di ambang pintu dan sedetik kemudian sosoknya telah hilang dari pandangan gadis itu.

Seung Yeon tersenyum getir sembari memegangi dadanya. “Ku rasa aku tidak perlu berlama-lama lagi disini.”

Author P.O.V

***

Yoona P.O.V

Aku terus saja menatap punggungnya dari kejauhan. Ia sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam, pasalnya Taemin dan Hyera akan mengadakan pesta kecil atas kepulangan ku.

Minho sama sekali tidak mengijinkan ku untuk membantunya. Ia menyuruh ku duduk dan beristirahat saja. Seketika perasaan canggung menyelimuti ku ketika ingatan ku terputar kekejadian tadi pagi.

Ku sentuh bibir ku. Hangat bibirnya masih terasa. Jantung ku kembali berdetak cepat. Aku yang sebenarnya terjadi? Apakah aku mulai jatuh cinta padanya? Entahlah. Ini terlalu cepat untuk disimpulkan sebagai perasaan cinta.

“Yoona~a, sebaiknya kau makan saja dulu. Taemin dan Hyera pasti akan datang terlambat. Kau harus menjaga pola makan mu,” ucap Minho membuat ku tersadar dari semua pikiran-pikiran ku. Aku menatap ke arahnya yang sedang berdiri di hadapan ku. Mata bulatnya seolah menghipnotis ku untuk menuruti semua perkatannya. Aku mengangguk sebagai jawab.

Setelah mendapat jawaban dari ku, Minho kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan dan tak berapa lama ia kembali dengan nampan yang telah terisi bermacam-macam jenis makanan yang menggugah selera.

“Kau harus makan yang banyak. Aku akan menyuapi mu,” ucap Minho sembari duduk bersebelahan dengan ku di sofa ruang TV.

Ia terus saja menatap ke arah mata ku, namun aku selalu menghindar untuk membalas tatapannya. Sangat sulit bagi ku untuk melakukan penyesuaian dengannya setelah tadi pagi ia mencium ku.

“Mengapa kau selalu menghindar?” tanya Minho tiba-tiba. Tahukah ia, aku sedang menghindarinya? Tanya ku dalam hati. Aku hanya tertunduk, tak berani untuk menatap wajahnya yang berjarak hanya 25 senti dari wajah ku.

“Ti—tidak. Aku tidak menghindar,” ucap ku gugup.

Minho kembali menggenggam tangan ku. Dan rasanya ribuan volt aliran listrik mengalir di dalam tubuh ku ketika pori-pori kulitnya bersentuhan dengan kulit ku. Aku tersentak kaget, namun tak ada penolakan dari ku akibat tindakan frontalnya.

“Ku mohon jangan menghindari,” ucap Minho membuat ku menoleh ke arahnya. Mata kami saling bertemu untuk kesekian kalinya. Jantung ku tak dapat berkompromi lagi. Setiap detakannya menghasilkan sengatan demi sengatan yang membuat sekujur tubuh ku melemah.

Dan tiba-tiba bell apartemen ku berbunyi membuat Minho mengalihkan pandangannya dari ku. Aku dapat bernafas lega sekarang. Siapa pun yang ada di luar sana, terima kasih. Kau adalah malaikan penolong ku.

Minho bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju ke arah pintu. Ia membuka pintu tu pelan dan terdengar suara percakapan antara Minho dengan seseoranng di balik pintu tersebut.

Tak lama, munculah Taemin dan Hyera dengan wajah sumringahnya. Keduanya tersenyum, ke arah ku. Namun ada sesuatu yang terlihat berbeda dari kedekatan mereka. Tiba-tiba anak pandang ku menangkap ke arah tangan Taemin dan Hyera yang saling bergandengan. Pasangan yang serasi, batin ku.

“Noona, syukurlah kau sudah pulang. Jangan pernah melakukan hal nekat seperti itu lagi. Kami sangat mengkhawatirkan mu,” ucap Taemin sembari berjalan mendekati ku yang di ikuti Hyera di belakangnya.

“Ne, tidak akan ku ulang lagi,” janji ku pada pria berwajah imut itu. Ia tersenyum senang setelah mendengar ucapan ku.

“Akan ku pegang janji mu, Noona.”

“Ya! Lee Taemin, mengapa kau lama sekali?” potong Minho sembari melangkah mendekat ke arah Taemin.

“Aku pergi untuk membeli ini hyung. Bukankah kita akan berpesta malam ini?” ucap Taemin sembari menunjukkan sekantong makanan ringan yang ada di genggaman tanganya.

“Ya! Yoona tidak boleh terlalu kelelahan. Sebelum jam 8 kita sudah harus pulang. Arraseo?!”

“Ne—,” jawab Taemin dengan malas. Aku dan Hyera hanya tersenyum melihat pertengkarana kecil antara dua sahabat tersebut.

Setelah makan malam selesai. Seperti yang dikatakan Minho tadi, Ia, Taemin dan Hyera segera pulang karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat ku.

“Kau harus tidur setelah kami pulang nanti,” ucap Minho mengingatkan ku ketika berdiri di ambang pintu. Aku hanya mengangguk kemudian tersenyum. Minho mengecup kening ku sekilas membuat mata ku membulat sempurna. Ia tertawa geli ketika melihat ekspresi ku tadi dan kemudian berlari menyusul Taemin dan Hyera yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Aku masih menatapnya dari kejauhan. Minho memalingkan wajahnya kemudian mengedipkan sebelah matanya pada ku sebelum akhirnya ia menghilang dari balik pintu lift. Seketika wajah ku memanas. Jantung ku bekerja ekstra akibat tindakannya tadi. Ke dua sudut bibir ku tertarik menciptakan sebuah senyuman.

“Dasar pria aneh,” gumam ku kemudian menutup pintu. Aku berjalan menuju kamar yang hampir 2 minggu lebih ku tinggali. Namun tiba-tiba langkah ku terhenti ketika seseorang menekan bell apartemen ku.

Aku tersenyum, diakah? Batinku sembari mengira-ngira Minho-lah yang ada dibalik pintu tersebut. Aku berlari kecil menuju pintu kemudian membukanya perlahan. Senyum ku terkembang, namun seketika menghilang saat ku lihat sosoknya berdiri tepat di hadapan ku.

“Jinki-ssi,” gumam ku tak percaya.

“Yoona~a, bisa kita bicara?”

 

To Be Continue …

 

23 thoughts on “Everything [Part 10]

  1. nangis pas baca bagian seungyeon melepas onew..
    sedihhh banget..
    tour jangan jahat dong sama hammiee

Don't be a silent reader & leave your comment, please!