Even When We’re Apart (Special Taecyeon’s Birthday)

Main cast:

  • Ok Taecyeon ‘2PM’

Support cast:

  • 2PM’s other member
  • Sunmi ‘Wonder Girls’
  • Jessica Jung ‘SNSD’

Rating: PG-13

Genre: Romance, Friendship

Length: Oneshot

Note: Yak, pertama-tama saya pengen mengucapkan selamat ulangtahun buat suami tercinta Ok Taecyeon! Semoga makin seksi, makin sukses dengan 2PM, dan panjang umur. Saranghae, oppa! *plak*

***

            “Selamat hari Natal semua!” Nichkhun berteriak girang sambil mengangkat botol sampanye. Semua orang bersorak. Suara sorakan itu makin menggema begitu Nichkhun mulai mengocok botol sampanye itu dan membuka tutup botolnya dengan tiba-tiba.

            Suara desisan minuman itu mengiringi gelak tawa semua orang. Ya. Semua orang tertawa saat itu. Kecuali aku.

            Di asrama, semua orang sedang berkumpul. Jinyoung hyung, seluruh member 2PM, dan juga staff agensi JYP. Kami merayakan hari Natal bersama. Mereka bersemangat. Tapi aku bahkan tidak bisa merasakan semangat Natal sama sekali.

            Aku kesepian. Entah karena apa.

            Aku terenyak di sofa sambil menonton TV sementara yang lain mulai menikmati makanan dan sampanye mereka masing-masing. Chansung tiba-tiba menghampiriku. Dia duduk disampingku dan merangkul bahuku.

            “Hyung, mengapa kau diam saja? Ayo kita makan!” katanya.

            Aku tersenyum tipis kearahnya lalu menggeleng. “Ani. Kalian makan saja duluan. Aku belum terlalu lapar. Jika aku lapar, aku pasti makan.”

            Chansung menatapku ragu. Dia tidak yakin. Tapi pada akhirnya dia bangkit juga lalu menepuk bahuku. “Baiklah, terserah hyung saja. Tapi jangan sampai lupa makan, hyung!”

            Aku mengangguk. Chansung berlalu.

            Aku kembali menatap layar TV, tapi pikiranku tidak disitu. Dua hari lagi ulangtahunku. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Entah kenapa, aku mulai merasa muak. Aku tidak ingin waktu cepat berlalu. Aku ingin kembali ke masa lalu. Aku ingin kesana.

***

            Beberapa tahun yang lalu. 2009.

            Masa yang sulit untuk kami. 2PM. Melepaskan leader kami, Jaebum hyung. Aku ingat saat semua orang mulai mencacinya karena skandalnya saat dia mengatakan hal yang buruk tentang Korea.

            Tapi aku yakin Jaebum hyung tidak bermaksud seperti itu. Aku tahu dia mengalami masa-masa yang sulit saat itu. Aku, Jaebum hyung, dan Nichkhun adalah orang asing saat kali pertama kami menjadi trainee di agensi JYP.

            Kami mulai kesulitan beradaptasi dengan budaya dan pola kehidupan di Korea. Nichkhun mulai mengeluh padaku. Jaebum menyusul. Kami bertiga sering berdiskusi semalaman. Memikirkan hal-hal yang tidak kami sukai disini. Kami bertiga sepaham dan sepakat untuk saling menyimpan rahasia ini.

            Tapi keadaan semakin menekan kami saat Jinyoung hyung menyuruh kami untuk berkumpul di ruang latihan. Semua trainee ada saat itu. Aku mulai menyadari ada yang salah begitu Jinyoung hyung tidak menyambut kami sebagaimana biasanya. Dia tidak tersenyum sama sekali.

            “Aku mendengar kabar dari pelatih tari kalian bahwa tidak ada progress sama sekali selama beberapa bulan belakangan ini. Apakah itu benar?”

            Suara Jinyoung hyung bergema di ruang latihan itu. Kami semua saling bertukar pandang lalu tertunduk malu.

            Tiba-tiba Jinyoung hyung berdiri dan berteriak kearah kami. “Apakah kalian sedang mempermainkanku, huh? Aku akan membuang kalian semua dan tidak akan membiayai debut kalian jika kalian terus seperti ini!”

            Kami masih tertunduk. Setelah itu Jinyoung hyung keluar dari ruangan dan meninggalkan kami dengan perasaan sedih. Perkataannya menusuk-nusuk dada kami, menghancurkan mimpi-mimpi yang telah kami bangun bersama.

***

            Beberapa minggu kemudian, aku dan seluruh member 2PM lainnya terkejut ketika membaca majalah yang memuat sebuah artikel tentang Jaebum hyung. Tentang skandalnya. Publik mengamuk. Jaebum terlibat masalah.

            Kantor agensi JYP kini disesaki oleh para warga Korea yang menuntut kemunduran Jaebum hyung dari grup. Hatiku terasa pilu setiap kali mendengar teriakan kemarahan mereka dari luar kantor.

            Jaebum hyung jarang terlihat mulai saat itu. Dia lebih sering bertemu dan bertatap muka dengan Jinyoung hyung. Entah apa yang mereka bicarakan di dalam ruangan Jinyoung hyung, tapi aku rasa mereka selalu mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan skandal ini.

            Dan tepat pada tahun 2009, Jaebum hyung mengundurkan diri. Masa yang terberat untuk kami. Kami berenam berkumpul di kamar di malam pengunduran Jaebum hyung. Walaupun hanya seorang yang menghilang dari asrama kami, tapi rasanya begitu sunyi.

            Aku kehilangan Jaebum hyung. Kami kehilangan dia.

***

            Malam Natal berakhir. Aku yang sudah duluan terlelap malam itu tiba-tiba terbangun saat tengah malam. Begitu aku keluar dari kamar, kulihat semua orang sudah terkapar lemas di atas lantai. Mereka tertidur pulas dalam keadaan mabuk.

            “Taecyeon-ah, kau terbangun?”

            Aku terkejut mendengar suara itu. Kudapati Nichkhun masih duduk di depan TV sambil menikmati sekaleng minuman rasa. Sepertinya dia tidak ikut mabuk-mabukkan dengan yang lain.

            Aku menghampirinya. “Ne, tiba-tiba aku merasa tidak mengantuk.”

            Nichkhun mengangguk. “Apa yang kau pikirkan?”

            “Ne?”

            “Hal apa yang sudah kau pikirkan sehingga membuatmu tidak bisa tidur?”

            “Tidak ada,” sahutku. Berbohong.

            Nichkhun mengamati raut wajahku. Dia meneguk minuman rasanya dan kembali menatap layar TV. “Hari ulangtahunmu tinggal sehari lagi, kan?”

            Aku berpaling menatap Nichkhun. Dia ingat. “Ne.”

            Nichkhun balas menatapku lagi. “Ada sesuatu yang ingin kau dapatkan saat ulangtahunmu nanti?”

            Aku terdiam. Berpikir. Tak ada yang muncul dikepalaku. Seolah aku tidak menginginkan apa-apa saat ulangtahunku nanti.

            “Entahlah.”

            Nichkhun menatapku bingung. Tapi aku bangkit berdiri dan masuk ke kamar. Aku berusaha menghindari dari pertanyaan yang mungkin akan dia lontarkan lagi. Aku tidak sanggup mendengar dan menerka-nerka pertanyaan yang akan dilontarkannya.

***

            26 Desember.

            Aku pergi ke supermarket pada pagi hari untuk mendapatkan beberapa bahan untuk sarapan pagi. Sayangnya, supermarket di depan asrama kami masih tutup. Aku mendecak kesal. Terlebih lagi cuaca pagi masih sangat dingin.

            Aku merapatkan baju hangatku lalu mencari taksi. Aku harus mencari supermarket yang lain. Kulihat salah satu supermarket di daerah Gangnam yang terbuka. Aku turun disana dan segera masuk ke dalam.

            Aku meraih keranjang dan mengambil beberapa telur, daging, dan beberapa macam sayur. Begitu sampai dikasir, hendak membayar semua belanjaan ini, kulihat seorang gadis berdiri disana. Tengah mengantri. Tubuh kurusnya dibalut pakaian hangat berwarna coklat. Rambutnya dikuncir kuda. Wajahnya polos tanpa make-up.

            “Jessica?” panggilku ragu.

            Gadis itu menoleh. Ya. Benar. Itu Jessica. “Oh, oppa!” pekiknya. Dia tampak terkejut melihat kehadiranku disana.

            Kami mulai salah tingkah.

            “Kau… membeli apa?” tanyaku terbata. Merasa gugup sendiri.

            Dia melirik keranjangnya sekilas lalu tersenyum kearahku. “Ah, ini titipan dari Taeyeon dan Tiffany. Kau sendiri?”

            Aku mengangkat keranjangku lalu menjawab, “Untuk sarapan pagi.”

            Dia mengangguk. Suasana kembali terasa awkward.

            “Sudah lama sekali ya, sejak saat itu…” kata Jessica pelan.

            “Ne, sudah lama sekali.”

            “Mianheyo.”

            Aku tersentak. Kutatap mata Jessica yang polos itu. Dia bersungguh-sungguh.

            Kupaksa kepalaku mengangguk. “Gwaenchanhayo.”

            Dia tersenyum. Kutahu senyumnya tidak tulus. Matanya berbinar, terpantul cahaya matahari yang menyisip lewat pintu supermarket. Aku merindukan tatapan itu.

            Setelah selesai membayar belanjaan miliknya, dia pamit padaku dan beranjak pergi meninggalkanku. Selalu seperti itu. Selalu melakukannya seperti itu. Pergi begitu saja. Meninggalkan luka yang sama.

***

            Kuletakkan tas belanjaan diatas lantai lalu terenyak di sofa. Aku memejamkan mata, mengurut pelipisku. Mengapa semua perasaan ini datang secara tiba-tiba? Aku benci ini.

            Beberapa bulan yang lalu, aku dan Jessica menjadi headline dimana-mana setelah foto-foto kami tertangkap sedang berdua. Kami mulai digosipkan menjalin hubungan. Sesuatu yang masih ‘diharamkan’ oleh agensi kami.

            Tapi kami saling mencintai. Sulit untuk menampik perasaan itu.

            Setelah berita itu menyebar, kudengar agensi Jessica sangat muak dan marah. Fans Jessica juga mulai menyumpahiku. Mereka tidak suka jika Jessica bersamaku. Aku tahu ini beban yang sangat berat. Terutama untuk Jessica yang terus mendapat tekanan dari fans dan juga agensinya.

            Beberapa minggu setelah itu, aku yang baru saja menyelesaikan konser di salah satu acara, beristirahat dengan menonton TV. Saat itu salah satu channel TV sedang memutar salah satu rekaman talkshow bersama beberapa member SNSD. Jessica, Taeyeon, dan Tiffany menjadi bintang tamu saat itu.

            Aku mengurungkan niatku untuk memindah channelnya. Aku ingin menikmati memandang wajah Jessica lebih lama. Sebentar saja.

            “Jessica, apa kau sudah mendengar berita tentang dirimu dan Taecyeon yang dikabarkan jalan bersama?”

            Aku tercengang, nyaris tersedak mendengar pertanyaan pembaca acara itu. Aku membesarkan volume TV dan mencondongkan badanku ke depan.

            Kulihat Jessica mengangguk. Wajahnya terlihat ragu. “Ne, aku sudah mendengarnya.”

            “Jadi, apa hubunganmu dengan Taecyeon?”

            “Hm,” Jessica menggumam. “Dia adalah teman baikku. Dia adalah oppaku.”

            Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Terkejut mendengar pernyataan Jessica. Teman baik? Oppa? Apa aku tidak salah dengar?

            “Kami memang bertemu sekali di Jepang. Saat itu aku berteman baik dengannya. Lalu kami berdua memutuskan untuk sering jalan bersama. Tapi, begitu kabar ini menyebar, aku memutuskan untuk tidak lagi bertemu dengannya,” lanjut Jessica.

            Air mata menggenang dipelupuk mataku. Dadaku terasa berkedut-kedut, menahan rasa sakit yang ada disana. Aku meremas-remas tempurung lututku. Mencoba tidak menangis. Tapi tidak bisa. Sangat sulit.

            Aku segera mematikan TV. Tak sanggup mendengar suara dan kata-kata yang selanjutnya akan keluar dari mulut Jessica. Aku tak menyangka semua akan berakhir seperti ini. Aku menangis tergugu seorang diri di ruangan itu. Tak kusangka, kata-kata kejam yang baru dilontarkan Jessica barusan akan membuatku sehancur ini.

            Aku menandai kalimat-kalimat itu sebagai tanda berakhir hubungan itu.

***

            Jam 22.32 malam. Aku duduk di beranda sambil menyesap bir kalengan yang ada di tanganku seorang diri. Angin malam yang dingin memainkan anak rambutku. Aku mendesah. Hatiku pilu. Nyaris tak merasakan apa-apa.

            “Mengapa kau sendiri disini? Tak bisa tidur lagi?” Nichkhun tahu-tahu muncul di belakangku. Tangannya menggenggam segelas kopi hangat. Asapnya mengepul. Wangi.

            “Kau sendiri?”

            “Aku berniat tidak tidur malam ini. Ingin menonton bola,” katanya sambil terkekeh.

            Aku tersenyum lalu kembali meluruskan pandanganku. Asrama kami berada di lantai empat. Dari beranda ini, aku bisa melihat seluruh Seoul dari sini. Lampu-lampu dari seluruh penjuru. Perpaduan yang indah.

            “Apa yang kau pikirkan?” tanya Nichkhun.

            “Pikirkan?”

            “Ne, yang membuatmu tak bisa tidur. Ingat?”

            Aku mengangguk-anggukkan kepala. Kuletakkan kaleng bir di sisi kakiku lalu mendesah. Mataku terasa panas. Lalu akhirnya mengalirlah sebulir air mata dari sana.

            “Aku letih,” jawabku dengan suara parau. Aku segera menyeka air mataku lalu kembali berujar, “Rasanya begitu sulit. Belakangan ini, semua pikiranku tertuju pada hal-hal yang seharusnya aku lupakan. Tapi entah mengapa mereka menyerbuku begitu saja. Hendak mengepungku.”

            Nichkhun ikut meletakkan gelas kopinya ke lantai lalu serius mendengarkanku. “Siapa yang kau bicarakan?”

            “Jaebum hyung dan Jessica.”

            “Ada apa dengan mereka?”

            “Aku merindukan Jaebum hyung. Kau tahu, sejak dia meninggalkan kita, aku selalu dituduh berniat ingin mencuri posisinya sebagai leader. Kejam sekali,” sahutku sambil tersenyum miris.

            Nichkhun terdiam.

            “Jessica meninggalkanku begitu saja. Seolah aku ini manekin yang tak punya perasaan, yang tak bisa merasakan sakit. Dia meninggalkanku seolah aku akan baik-baik saja, padahal tidak,” lanjutku.

            “Aku merindukan mereka. Tapi aku tidak bisa menarik mereka kembali ke dalam kehidupanku. Aku takut hal yang sama akan terjadi dan publik mulai mencaci makiku.”

            Nichkhun beringsut mendekat. Aku tertunduk dan mulai menangis. Dia mengusap punggungku dengan lembut. Ikut merasa sedih.

            “Taecyeon-ah, mungkin memang ada beberapa hal yang perlahan menjauhi kita. Berpisah. Kehilangan. Itu pasti terjadi. Tapi cobalah memikirkan dirimu sendiri. Setidaknya kau berani melewati semua itu, walaupun awalnya kau hancur berantakan karenanya,” ucap Nichkhun.

            “Jangan tunjukkan bagaimana lemahnya dirimu tanpa mereka. Tapi tunjukkanlah bahwa kau mencintai mereka dengan perasaan yang tegar. Teruslah mencintai mereka. Aku yakin mereka akan luluh oleh itu.”

            Aku mengangkat wajahku dan menatap Nichkhun. Dia tersenyum kearahku.

            “Dan saat itu, mereka akan sadar, bahwa hanya kaulah yang mengerti mereka dan selalu ada disamping mereka,” lanjutnya.

            Isak tangisku mulai berhenti. Kurasa perkataan Nichkhun benar-benar mengena dihatiku dan menjadi suntikan vitamin untukku untuk tetap tegar menghadapi kehidupan yang tidak dapat diprediksi ini.

***

            27 Desember.

            “Saengil chukka hamnida, Taecyeon!”

            Seluruh keluarga agensi JYP ada di asrama. Aku kaget saat baru bangun dari tidur (plus dengan mata bengkak karena menangis semalam), tahu-tahu mereka semua ada disana, membawa kue, dan menyanyikan lagu ‘selamat ulang tahun’ untukku.

            Jinyoung hyung menarik tubuhku ke dalam dekapannya dan menepuk punggungku. “Selamat ulangtahun, Taecyeon.”

            “Ne, gomawoyo, hyung.”

            Satu per satu dari mereka mulai memberikan selamat dan memelukku. Satu pelukan hangat masing-masing dari mereka di pagi yang sangat dingin. Seusai meniup lilin, tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh dari kerumunan belakang. Dan lagu ‘selamat ulang tahun’ itu terdengar lagi.

            Aku terlonjak saat melihat Sunmi muncul diantara mereka dan membawa kue ditangannya. Dia tersenyum kearahku. Rasanya sudah lama sekali tidak melihatnya sejak dia keluar dari Wonder Girls dan meneruskan pendidikannya universitas.

            “Saengil chukka hamnida, oppa~” katanya sambil menyeringai.

            “Kau datang…”

            “Tentu saja. Jinyoung oppa yang mengundangku kemari. Aku juga mengingat ulangtahunmu, jadi kuputuskan untuk datang,” jelas Sunmi.

            Aku tersenyum. Merasa terharu.

            Aku meniup lilin untuk ke sekian kalinya. Semua bersorak. Sunmi mengoleskan krim kue itu ke wajahku dan mengambar sebuah kumis panjang diantara hidung dan bibirku. Aku mengerang kesal, tapi dia hanya tertawa dan tak berhenti.

            Keadaan semakin kacau begitu yang lain ikut bermain dengan krim itu. Semua tubuh mereka mulai belepotan dengan krim kue itu. Kami tertawa. Saling memiliki. Dan bahagia.

            Dan aku tak pernah merasa sebahagia hari ini. Walaupun mungkin aku kehilangan beberapa orang penting dalam hidupku, tapi aku masih memiliki mereka. Mereka yang masih setia untuk berada disisiku. Mereka yang masih setia untuk membahagiakanku.

            “Selamat ulangtahun, Taecyeon,” gumamku pada diriku sendiri.

           THE END

17 thoughts on “Even When We’re Apart (Special Taecyeon’s Birthday)

  1. Huaa ..
    Daebak ..
    FF nya keren tirzsa ..
    Ini FF Taecyeon pertama yg eonni baca ..
    Hehehe ..

    Suka bgt ma kata2 nasehat dari Nickhun ..
    Bijaksana ..

    Mm ..
    Jujur2 eonni gak pernah ngikutin berita Taecyeon dgn Jessica,,tapi cerita nya kayak berasa nyata bgt ..
    Apa mungkin seperti itu yagh perasaan Taecyeon ke Jessica? Kalo iya,,kasian bgt ..

    Sukses buat eonni hampir menangis nie gara2 sedih dgn begitu bnyak beban dipundak Taecyeon ..

    Saengil chukkahamnida ..
    Terus berkarir ..
    Semoga Taecyeon semakin berjaya bersama 2PM ..

    • kalo yang tentang Jessica sama Taecyeon di FF ini beneran kok, unn.
      hehehe..
      pas berita kencan dia sama Taecyeon nyebar, dia emg ngomong gitu di salah satu acara (lupa nama acaranya apa)
      tapi kalo ttg perasaan Taecyeon ttg Jessica, aku jg nggak tahu wkwk
      ini jg cuma fiksi aja hehe

  2. sangil chuka hamnida taecyeon oppa…
    wish you all the best….

    ahhhhh jadi kangen jaebum oppa…
    bisa gag yah jay oppa masuk lagi ke 2PM???

    oppa semangat terus dan semoga makin sukses bersama 2PM….

  3. wihh..
    Ffnya bgus bnget,terasa nyata bnget..

    Jessica klo gak slah ngomong gtu di slah stu acara mnet kan…

  4. pertama-tama… saya mau peluk bang Taecyon dulu #peluk “oppa jangan nangis lagi, ya”
    kedua-dua *indonesianya parah bener nih anak, #gubrak*… saya may peluk *(lagi) Taecyon oppa #peluklagi “happy birthday, oppa, GBU”
    ketiga-tiga… saya mau peluk kakak Taecyon dulu #peluklagilagi “Bye-bye oppa, have a nice day.”

    {sory, komennya kacau begini…maklum, yang komen autis sih..kkk~} DAEBAK THOR!!

  5. wuahhh.. ceritanya kereenn banget… bener-bener persis dengan karakter aslinya… khunnienya bijak bangetz….
    thanks udah bikin cerita spesial tentang my biasku taecyeon… *peluk author* keke….
    ditunggu cerita taecyeon-taecyeon yang lainnya lagi yaaa… hihi~

Don't be a silent reader & leave your comment, please!