A Friend’s Confession

friend's confession

A Friend’s Confession

Presented by Viramazing

Cast: Miss A’s Suzy, Infinite’s L (Myungsoo), B2ST’s Doojoon &  IU (Lee Ji Eun)  || Genre: Friendship & Romance || Length: Oneshot  || Rating: PG-15 ||

Disclaimer:

This story inspired by :

2AM – A Friend’s Confession

Reply 1997

DO LEAVE COMMENTS FOR MY IMPROVEMENT!

HAPPY READING!

***

“Myungsoo~ya, Myungsoo~ya,”

Myungsoo yang sedang sibuk membaca diktat kuliahnya dengan malas mendongak ketika Suzy berkali-kali menyikut lengannya.

“Ada apa?” tanya laki-laki itu dengan tampang cemberut, ia paling benci jika kegiatan membacanya diganggu oleh orang lain, termasuk sahabatnya sendiri, Suzy.

“Kau lihat laki-laki yang baru saja masuk ke kafetaria?” bisik Suzy dengan bersemangat, “Yang memakai kaos hitam adidas.”

Myungsoo memandang ke sekeliling, kemudian tatapannya tertuju pada laki-laki bertubuh tinggi tegap, dengan kaos hitam adidas, dan tas ransel bewarna abu-abu yang sedang mengantri membayar makanan di kasir kafetaria.

“Ya, aku lihat. Kenapa?”

“Kau masih bertanya kenapa?” kata Suzy dengan nada syok berlebihan “Apa kau tak bisa melihat betapa kerennya dia? Ya Tuhan, dia makhluk terkeren yang pernah ada di kampus ini.”

Myungsoo memutar bola matanya, sahabatnya itu selalu bersikap berlebihan jika mengomentari laki-laki tampan. Terkadang Myungsoo masih heran, mengapa sahabatnya yang bisa dibilang terlalu mudah dibuat terpesona oleh laki-laki ini masih saja memutuskan tidak memiliki pacar, atau minimal mengincar seorang laki-laki, sampai saat ini. padahal Suzy bisa dikategorikan memiliki wajah yang cantik dan kepribadian yang menyenangkan, tipe gadis yang disukai hampir semua jenis laki-laki.

“Bukankah dia Yoon Doojoon si mahasiswa baru itu?”

“Bingo, Ternyata jika dilihat dari jarak dekat dia benar-benar tampan, keren dan karismatik. Kenapa ya dia tidak masuk ke kampus sejak awal tahun ajaran baru? Pasti aku akan semangat berangkat kuliah, bukannya mencari-cari alasan untuk membolos seperti selama ini,” kata Suzy sambil menumpukan dagunya di tangan tanpa melepaskan pandangan kearah Doojoon.

Myungsoo melirik Suzy dengan tatapan kesal, “Bukannya kau yang mengomel-omel sendiri ketika junior kita kemarin mengejar-ngejar Yoon Doojoon dan berkumpul di parkiran ketika laki-laki itu akan pulang? Kupikir kau sama saja, Suzy. Kenapa kau tidak bergabung dengan mereka saja? Sepertinya mereka masih akan berkumpul di parkiran siang ini. Kalau perlu kau siapkan pompom dan yel-yel untuk menyambut Doojoon. Pasti akan meriah.”

Suzy meraih buku yang tadi dibaca Myungsoo kemudian memukulkannya ke kepala laki-laki itu.

“Tentu saja berbeda,” bentak Suzy “Aku adalah gadis berharga diri tinggi. Tidak mungkin aku bertindak seberlebihan dan sekonyol junior kita itu. Aku hanya mengagumi Doojoon dan akan menyimpan rasa kagumku ini dalam hati,” Suzy mengakhiri kata-kata sok puitisnya itu dengan memasang ekspresi sendu yang menurut Myungsoo sangat menjijikan.

“Melihatmu mengagumi laki-laki dengan cara berlebihan seperti itu selalu membuatku ingin muntah,” gumam Myungsoo sambil mengelus-elus kepalanya yang sakit setelah dipukul Suzy.

“YA! KAU BENAR-BENAR INGIN MA . .”

“Maaf aku menyela pertengkaran kalian, tapi bolehkah aku duduk disini? Kursi lain di kafeteria sudah penuh.”

Myungsoo yang sudah memejamkan mata- siap mendapatkan pukulan membabi buta Suzy –membuka mata. Terdengar suara buku yang jatuh membentur lantai, sepertinya Suzy menjatuhkan bukunya saking syoknya.

Bagaimana gadis itu tidak syok jika Yoon Doojoon yang baru saja ia puja-puja kini berdiri dihadapan mereka berdua?

***

Doojoon yang awalnya biasa saja dan mulai memakan makan siangnya dengan tenang lama-lama merasakan aura disekitarnya terasa tidak nyaman. Laki-laki itu mendongak, menatap dua orang yang diam dan saling bertukar lirikan sadis didepannya.

Doojoon berdeham, “Apa keberadaanku disini mengganggu kalian?”

Tak ada jawaban.

“Jika aku memang mengganggu, aku akan pindah. Sepertinya kafetaria juga mulai sepi. Jujur. melihat dua orang berpacaran yang sedang bertengkar membuatku cukup rikuh.”

“SIAPA YANG BERPACARAN?!”

Doojoon tersentak ke belakang mendengar teriakan dua orang didepannya. Orang-orang yang masih berada di kafetaria menoleh kearah mereka dengan tatapan ingin tahu.

“Maafkan kami jika membuatmu kaget,” kata Suzy sambil memasang senyum termanisnya “Tentu saja aku bukan pacarnya. Mana mungkin aku mau berpacaran dengan laki-laki jelek, aneh, menyebalkan, dan sinting seperti dia.”

Myungsoo sudah akan menyela tetapi Suzy menginjak kakinya dengan keras, membuat laki-laki itu meringis kesakitan tanpa suara.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Doojoon kepada Myungsoo.

“Sudah kubilang kan, dia memang aneh, sering meringis tak jelas seperti itu,” jelas Suzy “Ngomong-ngomong, kita belum berkenalan. Kenalkan aku Bae Suzy.”

“Yoon Doojoon,” Doojoon membalas uluran tangan Suzy dan menjabatnya dengan bersahabat.

“Dia Kim Myungsoo,” Suzy memperkenalkan Myungsoo “Temanku sejak kecil.”

Beberapa menit berlalu, Suzy dan Doojoon sudah mengobrol banyak. Mengabaikan Myungsoo yang bagaikan obat nyamuk diantara mereka.

Myungsoo melirik Suzy. Gadis itu tampak berusaha memperlihatkan sebanyak mungkin daya tariknya di depan Doojoon. Memasang mimik serius ketika laki-laki itu bercerita, tertawa dengan ‘sok’ dimerdu-merdukan menanggapi candaan Doojoon yang menurut Myungsoo sama sekali tidak lucu dan bercerita kepada Doojoon dengan bersemangat. Oh ya, satu lagi, Suzy tidak lupa menceritakan beberapa aib Myungsoo kepada Doojoon. Menyebarkan aib Myungsoo memang sudah menjadi hobi gadis itu, bahkan sejak mereka masih kecil.

Lihat saja Bae Suzy, aku akan membuatmu menyesal setelah ini.

“Jam berapa sekarang? Jam tanganku tertinggal di dasbor mobil,” tanya Doojoon kepada Suzy.

“Sekarang pukul satu kurang sepuluh menit,” jawab Suzy “Wae?”

“Maaf, sepertinya aku harus segera pergi,” kata Doojoon dengan ekspresi menyesal “Aku ada janji dengan seseorang. Senang sekali bisa makan siang bersama kalian. Semoga lain kali kita bisa bertemu lagi.”

“Gwenchana,” sahut Suzy “Hati-hati di jalan, Doojoon.”

Doojoon tersenyum kemudian berdiri dari kursi yang ia duduki. Baru berjalan dua langkah, laki-laki itu berjalan kembali ke meja Suzy dan Myungsoo.

“Apa ada yang tertinggal?” tanya Suzy.

Doojoon berdeham, raut wajahnya tampak gugup, “Em . . Suzy . . boleh aku minta nomor ponselmu?”

Suzy membelalakan matanya, kentara kaget sekali, “Nomor ponselku?”

Doojoon mengangguk sambil memasang senyum malu.

Suzy dengan cepat meraih kertas dan pena yang tergeletak di meja, buru-buru menuliskan nomornya, kemudian menyodorkan kertas itu kepada Doojoon.

“Terimakasih.”

“Sama-sama,” sahut Suzy sambil tersipu malu.

“Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?” kata Suzy dengan tatapan menerawang sepeninggal Doojoon.

“Kau berlebihan, Suzy.”

Suzy menoleh kearah Myungsoo dengan tampang berbunga-bunga kemudian memeluk sahabatnya itu.

 “Seorang Yoon Doojoon, mahasiswa baru di kampus kita yang menjadi incaran banyak gadis, memutuskan duduk semeja dengan kita, mengajakku ngobrol lalu meminta nomor ponselku. Bahkan ini baru pertemuan pertama. Aku benar-benar beruntung,” seru Suzy tepat di telinga Myungsoo.

“Suzy . . lepaskan pelukanmu . . kau mem . .membuatku sesak . .dan tolong jangan . . berteriak tepat . . di telingaku,” kata Myungsoo terbata-bata. Laki-laki itu berusaha mendorong Suzy tapi gadis itu memeluknya dengan benar-benar erat.

“KYA! KIM MYUNGSOO! AKU BAHAGIA SEKALI!”

***

“Apa kau marah padaku?” tanya Suzy sambil melirik Myungsoo yang duduk disampingya. Sepanjang perjalanan pulang dari kampus menuju rumah mereka, Myungsoo mendiamkannya dan tidak menanggapi apapun yang dikatakan Suzy.

“Tidak,” sahut Myungsoo pendek.

“Tapi raut wajahmu mengatakan ‘iya’ Kim Myungsoo,” kata Suzy sambil terus memfokuskan pandangan matanya ke jalan didepannya. Hari ini adalah jatah Suzy menyetir mobil. Myungsoo dan Suzy sering berangkat atau pulang kampus bersama-sama dengan mobil Myungsoo. Terkadang Suzy menawarkan diri untuk memegang setir karena gadis itu ingin memperlancar kemampuan menyetirnya.

“Kau sangat menyebalkan tadi,” kata Myungsoo ketus.

Suzy tertawa, “Bukankah setiap hari memang kau selalu mengatakan aku gadis yang menyebalkan?”

“Memang.”

“Atau jangan-jangan kau cemburu padaku?”

Myungsoo menoleh kearah Suzy dengan raut terhina, “Apa yang kau katakan? Cemburu padamu? Yang benar saja.”

“Bisa saja kan kau diam-diam menyukaiku,” kata Suzy “Selama ini kau tak pernah menceritakan  gadis yang kau sukai padaku.”

Myungsoo mendorong kepala Suzy pelan “Aku hanya ingin fokus pada studiku. Makanya aku tidak ingin memikirkan gadis manapun, ini belum waktu yang tepat. Lagipula standarku sangat tinggi. Tidak sepertimu yang dengan mudahnya mengatakan setiap laki-laki yang kau temui tampan.”

“Sepertinya kau sudah tidak marah padaku,” kata Suzy sambil mengulum senyum.

“Oh ya? Percaya diri sekali kau,”

Suzy mengetuk-ngetukan telunjuknya ke dagu, “Bagaimana jika setelah ini kita mampir ke Honey Pott? Biasanya segelas espresso gratis bisa membuat mood Kim Myungsoo jauh lebih baik.”

Myungsoo melirik Suzy kemudian tersenyum “Baiklah, aku menyerah.”

***

“Dua iced espresso,” Myungsoo menyebutkan pesanannya kepada pelayan. Setelah pelayan itu pergi, laki-laki itu menoleh ke Suzy yang duduk disampingnya sambil berkutat dengan tab nya.

“Tim basket SMA kita akan mengadakan pertandingan pekan depan. Bagaimana jika kita menonton?” ajak Suzy sambil menyimpan tab nya ke dalam tas.

“Pekan depan? Aku tidak bisa memastikan bisa menonton atau tidak, tugasku banyak sekali, Suzy,” kata Myungsoo.

“Oh ayolah, kita sudah lama tidak menonton. Lagipula menonton pertandingan basket tidak lama kan? Setelah menonton kita bisa langsung pulang tanpa mampir kemana-mana.”

“Silakan, ini pesanan anda,” seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Suzy langsung mengambil segelas espresso dan menyeruputnya.

“Pokoknya kau harus bisa,” kata Suzy dengan mulut penuh espresso dan krim yang belepotan di sekitar mulutnya.

“Aish, kau ini jorok sekali,” omel Myungsoo sambil mengambil tisu dari meja kemudian membersihkan krim di wajah Suzy “Iya aku akan menemanimu nonton. Kau puas?”

“Nah itu baru sahabat yang baik,” kata Suzy senang.

“Ngomong-ngomong, aku jadi teringat drama ‘Secret Garden’” kata Suzy lagi “Saat adegan Ha Ji Won dan Hyun Bin minum kopi bersama disuatu café. Saat itu ada krim yang tersisa di atas mulut Ha Ji Won lalu Hyunbin menciumnya sambil membersihkan krim itu.”

“Lalu?”

“Mungkin jika tadi di meja tidak ada tisu kau pasti akan menciumku untuk membersihkan krim yang belepotan di wajahku.”

Myungsoo mendorong Suzy sampai gadis itu hampir membentur jendela “Kau sinting ya? Menciummu untuk membersihkan krim yang belepotan di wajahmu? Membayangkannya saja sudah membuatku cukup jijik.”

Suzy menegakkan diri kemudian mengepalkan kedua tangannya di depan dada dengan mata berbinar-binar “Ah, mungkin jika nanti Doojoon mengajakku kencan aku akan memesan espresso, menyimpan tisu yang disediakan di meja, membuat sekitar mulutku belepotan krim lalu dia akan berinisiatif menciumku. Ide yang brilian sekali kan?”

Myungsoo menghela nafas kemudian menatap sahabatnya itu dengan eskpresi tak terbaca.

***

A week later

“Hai nona manajer!”

Suzy menoleh dan mendapati seorang gadis melambai-lambaikan tangan kearahnya. Suzy mengerutkan keningnya kemudian tersenyum dan berlari kecil menghampiri gadis itu. Kedua gadis itu berpelukkan lalu tertawa bersama.

“Aku benar-benar merindukanmu, Lee Ji Eun,” kata Suzy sambil mengguncang-guncang tubuh Ji Eun.

“Aku juga,” balas Ji Eun sambil tersenyum “Kau datang kemari bersama siapa?”

Suzy menoleh kemudian melambai kepada seorang laki-laki yang berjalan memasuki gerbang sekolah, “Myungsoo, aku disini,”

Myungsoo yang mendengar seruan Suzy berlari menghampiri gadis itu.

“Masih ingat kepadaku?” tanya Ji Eun sambil mengulurkan tangan.

Myungsoo tampak berpikir sebentar kemudian menyambut uluran tangan Ji Eun, “Lee Ji Eun?”

“Tepat sekali.”

Ketiga orang itu akhirnya sibuk bertukar kabar dan cerita.

Dulu, Myungsoo adalah kapten tim basket SMA nya, sementara Suzy adalah manajer tim dan Ji Eun adalah anggota cheerleaders. Setiap SMA mereka mengadakan pertandingan basket, akan banyak alumni yang datang. selain untuk menonton, mereka juga menjadikan pertandingan basket sebagai ajang reuni kecil-kecilan.

“Apa kalian sudah resmi berpacaran?”

Myungsoo dan Suzy bertukar pandangan kemudian menggeleng.

“Kami masih bersahabat seperti dulu,” jelas Myungsoo.

“Aku heran pada kalian. Kalian sudah sangat dekat semenjak masuk SMA hingga sekarang setelah dua tahun kita lulus dari sekolah ini, dan tak ada perkembangan sama sekali untuk hubungan kalian?” tanya Ji Eun tak percaya.

“Memangnya apa yang kau harapkan? Hubungan kami memang hanya bersahabat.” Suzy menegaskan kata-kata Myungsoo barusan.

Ji Eun mengangkat bahu “Baiklah, terserah kalian saja. Oh ya, lima belas menit lagi pertandingan di mulai. Ayo masuk.”

***

Pertandingan tinggal lima belas menit lagi dengan tuan rumah memimpin perolehan skor.

Suzy, yang sedang fokus memperhatikan permainan sambil memakan popcorn yang ia beli dari penjaja makanan sebelum pertandingan, mendadak terbatuk-batuk.

“Kenapa?” tanya Myungsoo.

Suzy menunjuk gelas plastik berisi soda yang dibawa Myungsoo masih sambil terbatuk-batuk. Myungsoo yang mengerti maksud Suzy mendekatkan sedotan ke mulut Suzy dan membiarkan gadis itu menyeruput minumannya.

“Wah, sahabat yang manis sekali,” goda Ji Eun yang duduk disamping Suzy.

Suzy dan Myungsoo sama-sama menatap Ji Eun dengan tatapan berhenti-menggoda-kami-terus-terusan.

“Oke, oke. Aku sudah pernah bilang belum kalau kalian memiliki tatapan sadis yang mirip?”

“JI EUN!”

“Dan bahkan kalian bisa menyebutkan namaku secara berbarengan. Chemistry yang kuat sekali bukan?”

Suzy sudah bersiap akan melempari Ji Eun dengan popcorn ketika seseorang datang dan berdiri tepat dibelakang Ji Eun.

Ji Eun yang merasakan kehadiran seseorang dibelakangnya menoleh lalu berbalik lagi menghadap Suzy dan Myungsoo dengan senyuman lebar, “Tidak apa-apa kan jika sepupuku ikut bergabung? Kenalkan, namanya Yoon Doojoon.”

***

Seusai pertandingan basket yang berakhir dengan kemenangan tuan rumah, Suzy, Myungsoo, Doojoon dan Ji Eun memutuskan untuk makan di sebuah café terdekat. Myungsoo, yang sebenarnya ingin langsung pulang untuk mengerjakan tugas kuliahnya, tak bisa menolak karena Doojoon, Ji Eun, dan bahkan Suzy memaksanya untuk bergabung.

Orang-orang yang melihat mereka mungkin mengira mereka adalah dua pasang kekasih yang akan melakukan double date. Tapi kenyataannya, acara makan mereka hanya didominasi oleh Suzy dan Doojoon yang asyik mengobrol. Mengabaikan kehadiran Ji Eun dan Myungsoo disana.

“Aku baru tahu kalau kalian bertiga ternyata sekampus dan sudah saling mengenal,” ujar Ji Eun pelan sehingga hanya Myungsoo yang duduk didepannya sajalah yang mendengar ucapannya.

“Dia mahasiswa baru di kampusku,” sahut Myungsoo pendek.

“Memang Doojoon selama ini kuliah di luar negeri, tapi aku benar-benar tidak menyangka dia akan satu kampus dengan kalian. Kami berdua juga baru bertemu kemarin dan aku iseng-iseng mengajaknya menonton pertandingan basket SMA kita, meskipun akhirnya dia juga tiba telat sekali.”

“Mmm,” gumam Myungsoo. Sama sekali tidak memiliki minat untuk menanggapi lebih panjang lagi.

“Kau tidak diabaikan sendiri kawan. Ada aku juga disini,” hibur Ji Eun.

“Kami pernah makan bertiga dan aku juga diabaikan. Sendirian.”

“Sebenarnya kalian bertiga sudah saling mengenal berapa hari sih? Bahkan kalian sudah pernah makan bersama,”

Myungsoo menghela nafas. Sebenarnya ia malas menanggapi ocehan Ji Eun. Tapi sepertinya opsi mengobrol berdua bersama gadis itu lebih baik daripada ia hanya jadi patung diantara dua orang yang menganggap dunia hanya milik berdua.

“Seminggu,”

“Ngomong-ngomong,” Ji Eun merendahkan suaranya, seakan-akan tidak ingin Doojoon yang duduk disampingnya dan Suzy yang duduk disamping Myungsoo mendengarkan apa yang ingin ia ucapkan “Doojoon kemarin bercerita padaku bahwa ia tertarik pada seorang gadis yang baru ia temui di kampus barunya. Aku curiga jika gadis itu adalah Suzy.”

“Sepertinya begitu. Bahkan sepupumu itu meminta nomor ponsel Suzy di pertemuan pertama mereka.”

Ji Eun mengatakan kata ‘wow’ tanpa mengeluarkan suara.

“Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Ji Eun.

“Memangnya apa yang harus aku lakukan?”

Ji Eun menarik nafas, “Aku sudah tahu sejak lama kalau kau menyukai Suzy. Jangan berusaha mengingkari hal itu padaku, oke? Perasaanmu padanya sangat jelas terbaca olehku. Dan aku peringatkan padamu, Doojoon adalah pria yang bergerak cepat. Jika ia sudah menyukai seorang gadis ia tak akan menunggu waktu lama untuk meminta gadis itu jadi pacarnya.”

“Kalian sedang apa? Acara bisik-bisik kalian mencurigakan sekali,” sela Suzy sambil memandang Myungsoo dan Ji Eun bergantian.

“Kami hanya bernostalgia kecil, bukan begitu?” kata Ji Eun sambil menoleh ke Myungsoo.

Myungsoo mengangguk cepat.

“Jahat sekali kalian tidak mengajakku,” kata Suzy dengan nada sedih “Ji Eun, maukah kau menemaniku ke kamar kecil?”

“Baiklah.”

Setelah Suzy dan Ji Eun pergi, Doojoon menggeser posisi duduknya sehingga berhadap-hadapan dengan Myungsoo.

“Aku minta maaf tidak melibatkan kau dan Ji Eun dalam obrolan kami,” ucap Doojoon.

“Tidak masalah,” kata Myungsoo “Aku dan Ji Eun juga memiliki bahan obrolan sendiri.”

“Sahabatmu adalah gadis yang menarik.”

Myungsoo mendongak “Maksudmu, Suzy?”

“Siapa lagi? Aku sudah tertarik padanya sejak pertama kali kita bertemu di kafeteria. Dia cantik, menyenangkan untuk diajak bicara dan memiliki selera humor yang bagus.”

“Oh,”

“Sudah berapa lama kau mengenal Suzy?”

“Aku mengenalnya sejak di sekolah menengah pertama. Dia dulu murid pindahan dari amerika di sekolahku,” jelas Myungsoo dengan suara yang berusaha dibuat terdengar senormal mungkin. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang menyumbat di tenggorokannya. Membuatnya susah untuk bicara dengan benar.

Doojoon mengangguk-angguk, “Apa kau menyukainya?”

Myungsoo meraih gelas orange float didepannya kemudian menyeruputnya pelan, “Jika aku menyukainya aku mungkin sudah menembaknya sejak lama.”

“Bagaimana menurutmu jika aku memintanya menjadi pacarku?”

Myungsoo hampir saja menyemburkan orange float yang ia minum mendengar apa yang dikatakan Doojoon. Pacaran? Bahkan Suzy dan Doojoon baru berkenalan seminggu.

“Apa itu tidak terlalu cepat?”

“Harus tunggu apa lagi?” kata Doojoon sambil mengaduk kopinya “Aku menyukainya sejak pertama kami bertemu dan dia juga sepertinya tertarik padaku.”

“Hai, apakah kami terlalu lama?” sapa Suzy yang baru saja tiba dari kamar kecil.

“Oh, tidak sama sekali,” jawab Doojoon.

“Teman-teman ini sudah malam, bagaimana jika kita lekas pulang?” usul Ji Eun sambil mengamati jam tangannya.

Doojoon dan Suzy mengangguk sambil lekas berdiri sementara Myungsoo masih bersandar di jendela kafe. Seakan-akan tidak mendengar ajakan Ji Eun untuk pulang.

“Kau mau pulang tidak?” tanya Ji Eun sambil menepuk bahu Myungsoo pelan.

Myungsoo tersentak, “Apa?”

“Kau mau pulang tidak?” ulang  Suzy dengan kesal “Jika ada orang yang berbicara padamu dengarkanlah. Jangan malah melamun sendiri.”

“Oh baiklah, mari pulang,” Myungsoo ikut berdiri seperti yang lain.

“Myungsoo, apakah Suzy boleh kuantarkan pulang?” tanya Doojoon “Karena Ji Eun tadi berangkat dengan naik taksi, kau yang mengantarkan Ji Eun pulang. Bagaimana?”

Myungsoo menatap wajah Suzy, Doojoon dan Ji Eun bergantian kemudian mengangguk pelan. “Ya, antarkan saja dia pulang. Biar aku yang mengantarkan Ji Eun.”

***

“Apa yang dikatakkan Doojoon padamu?” tanya Ji Eun saat ia dan Myungsoo sudah berada di dalam mobil Myungsoo.

“Bagaimana kau bisa tahu Doojoon mengatakan sesuatu padaku?”

“Aku Cuma menebaknya dari raut wajahmu yang dua kali lebih keruh setelah aku dan dan Suzy kembali dari kamar mandi,” kata Ji Eun sambil tersenyum “Apa yang ia katakan padamu?”

Myungsoo mengetuk-ngetuk setir mobilnya kemudian mendesah pelan, “Dia menanyaiku apakah aku menyukai Suzy atau tidak?”

“Lalu kau jawab apa?” tanya Ji Eun bersemangat.

“Aku bilang tidak. Aku tidak menyukai Suzy,”

Ji Eun menggeram kesal, “Kenapa kau bodoh sekali Kim Myungsoo. Bisakah kau berhenti bersikap munafik dan mengingkari perasaanmu sendiri? Lihat apa yang kau lakukan. Secara tidak langsung kau memberi kesempatan untuk Doojoon. Bagaimana jika mereka berdua benar-benar pacaran?”

“Doojoon sudah menceritakan padaku bahwa dia berencana ingin meminta Suzy menjadi pacarnya dalam waktu dekat ini.”

“KIM MYUNGSOO!”

Dengan emosi Myungsoo menepikan mobilnya yang melaju dengan kecepatan tinggi dan mengerem mendadak. Menyebabkan mobilnya hampir membentur bahu jalan.

“Bisakah kau mengendalikan emosimu?” bentak Ji Eun.

”Bisakah kau tidak memancing emosiku terus-terusan?” balas Myungsoo tak kalah sengit “Baiklah, aku harus mengacungimu jempol karena kau bisa membaca perasaan yang sudah kusimpan bertahun-tahun. Tapi tolong, Lee Ji Eun, meski kau tahu apa yang kurasakan kau sama sekali tak bisa mengerti perasaanku. Aku tak pernah berani menyatakkan perasaanku padanya karena yang kupertaruhkan adalah persahabatan kami. Bagaimana jika Suzy menolakku? Suzy tak pernah menunjukkan ketertarikannya padaku. Ia selalu memuji semua laki-laki yang ia temui, padahal aku sendiri adalah laki-laki dan tampaknya ia melupakan fakta itu.  Selama ini ia hanya menganggapku tak lebih dari seorang sahabat. Aku hanya memiliki dua opsi, antara selalu bersamanya sebagai sahabat atau nekat menyatakan perasaanku padanya dan membiarkan persahabatan diantara kami kandas. Menurutmu aku harus bagaimana?”

***

Myungsoo membuka pintu apartemennya dengan perasaan kacau. Hari ini benar-benar buruk. Yang ia inginkan hanyalah cepat tidur. Tidur adalah satu-satunya pelarian dari segala kegilaan yang ia alami hari ini.

Ponsel disakunya bergetar ketika Myungsoo akan menyalakan lampu ruang depannya. Laki-laki itu mengerang kemudian merogoh sakunya dengan kesal.

Suzy

Myungsoo menghela nafas, berusaha meredakan sesak yang mendadak menghantam dadanya. Laki-laki itu menatap nama Suzy yang tertera di layar ponselnya, terjebak diantara keinginan untuk mengangkat panggilan gadis itu dan mendengar suaranya atau mengabaikannya demi menghindari kemungkinan akan kabar buruk yang akan makin membuatnya sakit hati.

Dengan ragu, Myungsoo menekan tombol terima.

“Hai,” terdengar suara Suzy diseberang sana.

“Hai.”

“Kau sudah pulang?”

“Aku baru saja masuk ke apartemenku.”

Terdengar Suzy menarik nafas “Dengar, Doojoon baru saja menyatakan perasaannya padaku.”

Sudah kuduga. Betapa bodohnya aku masih nekat mengangkat teleponnya.

”Lalu?” kata Myungsoo, pura-pura antusias namun gagal. Nada bicaranya malah terdengar menyedihkan.

“Dia juga menciumku. Sebuah ciuman singkat. Hanya sedetik.”

Oh Tuhan, bolehkah aku membuka jendela apartemenku kemudian melompat dari sana?

“Wow kau pasti senang sekali. Bukankah khayalanmu ketika kita di kafe tempo lalu akhirnya tercapai?” sebuah kehampaan terdengar begitu kentara dari suara Myungsoo.

“Saat itu aku hanya berkhayal,” bantah Suzy “Jujur aku malah merasa bersalah. Entah karena apa dan entah untuk siapa rasa bersalahku ini.”

Adakah harapan bahwa rasa bersalahmu itu untukku?

“Apakah kau sudah memberi jawaban?” tanya Myungsoo. Laki-laki itu berharap bahwa Suzy mengatakan tidak untuk Doojoon.

“Aku memintanya memberiku waktu untuk berpikir. Entah mengapa menurutku seminggu berkenalan lalu memintaku menjadi pacarnya terasa terlalu cepat dan buru-buru. Aku tahu, aku tak punya alasan untuk menolaknya. Dia tampan, baik, berpikiran dewasa, bijaksana, dan perhatian. Singkatnya, dia benar-benar tipeku. Tapi . .entahlah, seakan ada sesuatu yang mencegahku untuk memberikan jawaban saat itu juga.”

Jika kau mau tahu nona Bae Suzy, aku tak henti-hentinya berharap bahwa kau mengatakan tidak pada laki-laki itu sejak ia mengakui perasaannya didepanku tadi.

“Pikirkanlah baik-baik. Jangan sampai kau menyesali keputusanmu.”

“Kau tahu, aku malah memikirkanmu.”

Jantung Myungsoo terasa langsung macet.

Memikirkanmu?

“Apa maksudmu?”

Tak ada jawaban.

“Suzy?”

“Jika aku menjadi pacar Doojoon, bagaimana denganmu? Kita selama ini selalu bersama-sama. Jika aku menjadi pacarnya . .”

Myungsoo terhenyak mendengar suara isakan Suzy. Gadis itu tak bisa menyelesaikan kata-katanya karena tangisnya makin keras.

“Suzy, jangan jadikan aku sebagai penghalang kebahagiaanmu. Kalau kau memang menyukainya terima saja tawarannya. Aku tidak masalah. Suatu saat mungkin . . . mungkin . . aku juga akan menemukan kebahagiaanku sendiri.”

Terdengar suara bersitan hidung, “Begitu? Mm . . baiklah aku akan mempertimbangkannya.”

“Oke. Berhentilah menangis. Segeralah beristirahat.”

“Selamat malam, Myungsoo.”

Myungsoo masih berdiri mematung ketika Suzy memutuskan sambungan telepon.

Sepertinya kata ‘Bodoh’ benar-benar bisa mewakili tindakan yang ia ambil. Alih-alih berterus terang kepada Suzy tentang perasaannya sebelum terlambat, Ia malah mendukung Suzy jika gadis itu benar-benar menyukai Doojoon.

Bagaimana jika besok pagi Suzy menemuinya dan mengatakan bahwa Ia dan Doojoon resmi berpacaran?

Myungsoo mencengkeram ponselnya dengan erat, seakan ingin meremukannya saat itu juga.

“Dia juga menciumku. Sebuah ciuman singkat. Hanya sedetik.”

Myungsoo melempar ponselnya keujung ruangan. Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. Ya Tuhan, Kenapa ia begitu pengecut untuk mengakui perasaannya? Dan, diantara milyaran gadis di muka bumi yang bisa disukai oleh laki-laki hampir sempurna seperti Doojoon, kenapa Doojoon harus menyukai sahabatnya?

***

Suzy berjinjit diantara kerumunan mahasiswa yang akan keluar dari ruang kelas siang itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Myungsoo.

“Apa dia tak berangkat ke kampus?” batin Suzy.

Gadis itu baru akan melangkah pergi ketika seseorang menepuk bahunya. Suzy berbalik dan bersiap meneriakkan nama sahabatnya dan menyadari bahwa orang yang tadi menepuk bahunya bukanlah Myungsoo.

“Hai,” sapa Doojoon sambil tersenyum.

“Hai juga,” Suzy membalas sapaan Doojoon tanpa berusaha menutupi ekspresi kecewa di wajahnya.

“Apa yang kau lakukan di jurusan teater?” tanya Doojoon “Bukankah kau berasal dari jurusan musik?”

“Aku mencari Myungsoo, tapi sepertinya dia tak berangkat kuliah hari ini,”

Doojoon mengangguk-angguk mengerti. “Mau kuajak ke suatu tempat?”

***

Ternyata Doojoon mengajak Suzy ke atap gedung fakultas hukum.

“Kau belum pernah kesini?” tanya Doojoon.

Suzy menggeleng. “Aku dan Myungsoo lebih menyukai menghabiskan waktu di bukit di belakang kompleks universitas.”

Doojoon yang sudah duduk bersila sambil menghadap ke pemandangan taman kampus menepuk tempat disampingnya, memberi isyarat kepada Suzy untuk duduk disampingnya.

Suzy duduk disamping Doojoon kemudian menoleh ke laki-laki itu, “Soal yang kemarin . .”

“Jika kau memikirkan sesuatu tentang kemarin malam, aku juga memikirkan sesuatu,” kata Doojoon sambil menoleh ke Suzy, menatap gadis itu tepat di manik matanya “Berikan kesempatan kepadaku untuk mengatakannya duluan. Kau tidak keberatan kan?”

Suzy mengangguk.

Doojoon menarik nafas panjang kemudian mulai bicara, “Kau tahu aku menyukaimu. Kemarin aku sudah mengakui perasaanku padamu kan? Aku harus mengakui aku jatuh cinta padamu kali pertama kita bertemu. Dan aku juga tahu kau tertarik padaku saat itu. Asal kau tahu aku menyimak pertengkaranmu dengan Myungsoo dan mendengar namaku disebut-sebut saat itu.”

“Lalu?”

“Aku menyimpulkan sesuatu,”

Suzy menatap Doojoon dengan tatapan tak mengerti. Doojoon meliriknya kemudian melanjutkan, “Mungkin selama ini kita terlihat cocok. Kita bisa mengobrol banyak hal tanpa takut kehabisan bahan obrolan, kita bisa saling bercanda tanpa takut bahwa candaan kita sebenarnya sama sekali tidak lucu, kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam di saluran telepon atau saling membalas pesan singkat, dan yang terpenting kita tertarik satu sama lain. Tapi aku menyadari, setelah semalaman berpikir, bahwa sebesar apapun ketertarikanmu padaku dan sebesar apapun aku mencoba untuk membuatmu makin menyukaiku, itu semua sia-sia. Tanpa kau sadari kau sudah memberikan hatimu kepada orang lain. Orang lain itu bukan aku, tapi Kim Myungsoo.”

Suzy terperanjat, “Doojoon~a . .”

“Kau mungkin selalu meresponku dengan hangat dan antusias, Suzy. Tapi kau tak pernah bisa jadi dirimu sendiri dihadapanku,” lanjut Doojoon “Kau selalu terlihat lebih ekspresif, lebih bebas, lebih percaya diri dan . . . lebih menikmati dirimu ketika bersama Myungsoo. Ketika kau bersamaku aku bisa melihat dari wajahmu bahwa kau seperti menahan sesuatu.”

Suzy terpekur. Menatap kuku-kuku jarinya dengan batin yang mendadak penuh dengan pertanyaan. Gadis itu menahan nafas ketika merasakan tangan Doojoon mengenggam tangannya.

“Berusahalah jujur pada perasaan dan hatimu Suzy. Mungkin kau selalu menganggap perasaanmu pada Myungsoo hanya sebatas sahabat dekat sejak kecil. Tapi kau tak pernah tahu hati kecilmu selalu berharap lebih dari Myungsoo. Begitu pula sahabatmu itu, kalian hanya terlalu sibuk berputar-putar disatu titik, berusaha mengingkari perasaan satu sama lain.”

“Bagaimana denganmu?” tanya Suzy.

“Kau tak perlu mengkhawatirkanku,” kata Doojoon sambil tersenyum “Aku bersyukur mendapat kesempatan untuk mengenal gadis sepertimu. Mungkin aku tak bisa menjadi kekasihmu, tapi aku sudah jadi orang yang cukup berjasa karena menyadarkanmu akan perasaanmu yang sebenarnya. Bukankah itu cukup keren?”

Suzy menatap Doojoon lekat-lekat. Gadis itu meraih leher Doojoon dan memeluknya erat-erat. Suzy dapat merasakan tubuh Doojoon menegang dalam pelukannya tapi tak berapa lama kemudian laki-laki itu membalas pelukan Suzy.

“Terimakasih.”

***

Myungsoo men-dribble bola basket di tangannya sambil memfokuskan tatapannya ke ring. Setelah merasa tembakannya tak akan meleset, laki-laki itu melemparkan bola basket di tangannya ke ring. Tapi sayang sekali, tembakannya meleset. Myungsoo menangkap bola yang memantul ke arahnya dan duduk ditengah lapangan basket.

Myungsoo menatap langit malam diatasnya sambil membelai-belai bola basket di pangkuannya.

Hari ini ia memutuskan untuk bolos kuliah. Ia benar-benar tidak mau mengambil resiko untuk menghadapi kabar buruk. Bagaimana jika seusai kuliah Suzy tiba-tiba datang ke kelasnya lalu memamerkan status barunya sebagai pacar dari Yoon Doojoon? Membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

Ya, dia memang terkesan pengecut. Tapi ia harus jujur tentang kemampuannya sendiri. Ia benar-benar tidak mampu menahan rasa sakit jika Ia harus menghadapi kenyataan bahwa Ia harus ‘membagi’ Suzy dengan laki-laki lain dan laki-laki yang baru datang itu akan mendapat perhatian dan curahan perasaan Suzy lebih besar dari yang ia terima selama bertahun-tahun ini.

“Kau pasti haus.”

Myungsoo merasakan sesuatu yang dingin menempel di pipinya. Laki-laki itu mendongak dan mendapati Suzy menunduk menatapnya sambil menempelkan kaleng soda di pipinya.

“Suzy, bagaimana kau tahu aku disini?” tanya Myungsoo agak kaget.

“Aku mencarimu di apartemen dan di bukit belakang universitas, tapi kau tidak ada disana. Lalu aku ingat bahwa jika kau banyak pikiran kau suka bermain basket di lapangan SMA kita saat malam hari. Kau biasanya mengajakku untuk menemaniku. Tapi kali ini kenapa tidak?” tanya Suzy kesal.

“Aku sedang banyak pikiran dan benar-benar butuh sendiri,” sahut Myungsoo sambil merebut kaleng soda ditangan Suzy, membuka tutupnya, lalu menenggaknya dalam beberapa kali tegukan.

“Apa yang sedang memenuhi pikiranmu?” tanya Suzy.

Myungsoo berkonsentrasi menghabiskan sisa soda yang tersisa di kaleng, tampak menimbang-nimbang.

Tak ada cinta yang tak diungkapkan, kecuali oleh mereka yang terlalu mencintai dirinya sendiri. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk menekan harga diri dan rasa pengecutmu. Lebih baik mengakuinya disaat yang terlanjut terlambat daripada membiarkan perasaanmu lapuk digerogoti kekecewaan.

“Kau.”

Suzy tersenyum. “Wow, betapa kuatnya chemistry kita. Mau kuberi tahu sesuatu? Ketika aku memenuhi pikiranmu, kau juga sudah berlarian di otakku seharian ini.”

“Aku serius, Suzy.”

“Aku juga belum pernah seserius ini sebelumnya,” Suzy masih tersenyum lebar.

“Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu, tapi kau membuat segalanya jadi terasa susah. Lagipula, kau sudah memiliki pacar. Berhenti bersikap seperti itu padaku atau orang-orang dan bahkan Doojoon sendiri bisa menyalah artikan hubungan kita.”

“Sejak kapan aku punya pacar? Apa kau berhalusinasi, Kim Myungsoo?” Suzy menyentuh dahi Myungsoo.

Dengan emosi Myungsoo menghempaskan tangan Suzy lalu melemparkan kaleng soda di tangannya sembarangan, “Bae Suzy! Berhentilah membuatku frustasi! Kau membuat semua kata-kata yang sudah kusiapkan tak akan pernah sempat terucapkan jika kau begini terus. Berhentilah bertindak konyol seperti ini.”

Suzy mencengkeram pergelangan tangan Myungsoo lalu menatap laki-laki dihadapannya dengan tatapan tajam “Kau mau mengatakan apa? Mau mengatakan bahwa kau menyimpan perasaan padaku selama ini? Baiklah, mari kita buat sederhana Tuan Kim. Aku juga merasakan hal yang sama padamu.”

Myungsoo membelalakan matanya “Ba . . Bagai . .”

“Bagaimana aku bisa tahu? Kau pikir aku tidak peka selama ini? dan satu lagi kau harus berhenti bersikap sok rendah diri dan menganggap semua sikap yang kutujukan padamu hanyalah untuk menggodamu. Mulai malam ini kita harus sepakat untuk tidak saling menyembunyikan apapun satu sama lain. Setuju?”

Myungsoo mengerjap-ngerjapkan matanya. Kebingungan sekaligus rasa bahagia menghantam ulu hatinya. Ia sedang tidak bermimpi kan?

“Ternyata sudah pukul Sembilan malam,” kata Suzy sambil mengecek jam tangannya “Aku harus pulang.” Suzy mendongakkan kepala dan memandang Myungsoo dengam senyum terkulum, gadis itu mengedipkan sebelah matanya lalu menyentuh pipi Myungsoo “Tak keberatan kan jika aku pulang duluan? Pastikan kau nanti tidur nyenyak . . . Yeobo.”

Myungsoo menarik Suzy ke pelukannya “Bisakah kau disini lebih lama lagi?”

“Aku bisa bilang apa jika kau minta begitu?” kata Suzy sambil menumpukan dagunya ke bahu Myungsoo.

“Bagaimana dengan Doojoon?”

“Kau harus bersyukur bahwa alih-alih memaksaku untuk menerimanya, Doojoon menyadarkanku tentang perasaanku. Kalau bukan karena dia, aku tak akan repot-repot datang kesini. Dan mungkin saja aku sekarang sedang candle-light dinner romantis bersamanya, membiarkanmu meratapiku disini sampai pagi.”

“Cih, percaya diri sekali kau,”

“Melihat raut wajahmu yang begitu horor setiap aku dan Doojoon mengacuhkanmu aku merasa patut untuk percaya diri.”

“Oke, terserah,” Myungsoo mengeratkan pelukannya “Bisakah kau mengulangi yang tadi kau ucapkan.”

“Yang mana?”

“Yang kau ucapkan setelah kau memintaku tidur nyenyak.”

“Yeobo?”

“Ya, sering-seringlah memanggilku dengan panggilan itu.”

“Akan kupertimbangkan,” Suzy memutar kepalanya sedikit, memosisikan mulutnya tepat di depan telinga Myungsoo “Ngomong-ngomong Kim Myungsoo, kau ketinggalan berita baru karena bolos hari ini. Ada mahasiswa baru lagi, yang ini jauh lebih tampan dari Yoon Doojoon. Ketampanannya benar-benar tidak manusiawi. Kalau untuk yang satu ini, aku dengan senang hati akan bergabung dengan junior kita yang mengejar-ngejarnya. Kalau perlu, seperti katamu, aku akan menyiapkan yel-yel, pompom dan bahkan gerakan akrobatik ala cheerleaders untuk menyambutnya di parkiran.”

“YAK! KAU BOSAN HIDUP BAE SUZY?”

end

 Hai! Saya kembali lagi dengan fanfiction Oneshot gaje. Terimakasih sudah menyempatkan membaca. Mohon komentarnya ya, soalnya saya ngerasa banyak kekurangan di Fanfiction ini. Mungkin saja readers bisa menambahkan apa saja yang harus saya perbaiki. Saya minta maaf ya kalo ada yang nggak suka sama cast nya ini cuma fiksi dan demi kepentingan cerita aja kok. Sampai jumpa di fanfiction selanjutnya. Pappai~

 

92 thoughts on “A Friend’s Confession

  1. rame!!! wkwk anyeong reader baru hhehe
    lagi cari ff myungzy nemu ff ini hehe
    rame thor ffnya!! akhirnyaa perasaan myung yg udah disimpen bertahun tahun terungkapkan juga walaupun cara penyampaiannya ga keren wkwk masa suzy duluan yg nyatain perasannya wkwk ayolaah myung kan cowo gentle dong!!! hahaha 🙂
    daebak ffnya!!!
    myungzy jjang!!!

Don't be a silent reader & leave your comment, please!