[FF Freelance] Unpredictable

unpredictablecoverTitle : Unpredictable

Author : DkJung (@diani3007)

Casts :

1st story : [15&] Baek Yerin ~ [JJ Project] Im Jaebum

2nd story : [F(x)] Jung Soojung ~ [CN Blue] Kang Minhyuk

3rd story : [A Pink] Jung Eunji ~ [Infinite] Lee Howon

4th story : [A Pink] Son Naeun ~ [Infinite] Kim Myungsoo

Genre : Romance

Rated : Teen

Length : Oneshot

Disclaimer : Cerita ini pure hasil karya aku. Kalo ngga suka sama pairingnya ngga usah baca, karena aku ngga mau nerima comment yang isinya bashing. Untuk para silent reader, aku mohon dengan sangat kesadarannya untuk meninggalkan comment! Mohon dihargai ya^^

Summary :

Ini kisah tentang kejadian-kejadian yang tidak terduga dalam sebuah kisah cinta. Ada yang manis, juga ada yang pahit. Ada yang mengundang senyum, dan ada juga yang mengundang tangis.

 

Yerin ~ Jaebum

Yerin duduk sendirian di bangku penonton. Dia sedang berada di lapangan basket indoor sekolahnya. Di hadapannya, seorang namja tengah asyik bermain basket bersama teman-temannya. Dia sedang berlatih untuk perlombaan mendatang.

Beginilah yang hanya bisa Yerin lakukan. Duduk diam, menatapnya dari jauh. Yerin sudah lama sekali memendam rasa suka pada Jaebum. Tapi kenyataannya, dia seorang yeoja. Dia terlalu malu untuk mengungkapkan perasaannya. Apalagi kepada seorang Im Jaebum, kapten basket yang populer di sekolahnya. Namun, setelah sekian lama Yerin sering menonton permainan basket Jaebum, tidak pernah sekalipun pandangan mereka bertemu. Tentu saja, karena setiap tatapan mereka hampir bertemu, Yerin selalu memalingkan wajahnya. Dia terlalu malu.

Kadang, Yerin selalu berkhayal dia menjadi kekasih seorang Im Jaebum. Tapi sepertinya khayalannya itu akan tetap menjadi khayalan. Tidak akan pernah mungkin menjadi kenyataan. Yerin cukup tau diri, yeoja biasa sepertinya tidak terlalu pantas bersanding dengan Jaebum. Apalagi setiap selesai latihan, Jaebum selalu dikerubungi yeoja-yeoja cantik. Yang tentu saja lebih cantik dari Yerin, pikirnya.

***

Keesokan harinya, sepulang sekolah, Yerin bergegas menuju lapangan basket. Sesampainya di sana, ternyata lapangan kosong. Yerin berjalan pelan memasuki area lapang. Langkahnya menggema di setiap sudut ruangan. Apa latihannya sudah selesai? Atau mereka tidak latihan? Batin Yerin sambil terus menatap sekeliling.

Langkahnya terhenti ketika dia melihat sebuah jaket berwarna biru di atas kursi pemain cadangan. Yerin mengambilnya.

“Ini jaket siapa?” tanyanya pada diri sendiri.

Yerin lalu mencium bau jaket itu. Im Jaebum, pikirnya. Dia sudah sangat hafal bau tubuh Jaebum. Karena tanpa Jaebum sadari, ketika Yerin berada di samping atau di dekatnya, aroma tubuh Jaebum selalu tercium olehnya. Tanpa sadar, Yerin tersenyum.

“Apa aku kembalikan saja? Ini bisa jadi kesempatanku untuk mengobrol dengannya!” seru Yerin begitu senang.

Yerin segera berlari-lari kecil menuju pintu keluar. Namun betapa kagetnya ketika dia melihat seseorang menutup pintunya dari luar. “Yaaaa!!!” teriak Yerin. Dia mencoba membuka knop pintunya berkali-kali, tapi sayangnya terkunci dari luar. Yerin mengigit bibir bawahnya. Dia ketakutan. Di dalam ruangan seluas itu, hanya ada dia sendiri.

Yerin mencoba menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan supaya lebih tenang. Namun yang ada dia justru semakin panik ketika lampu tiba-tiba mati.

“AAAAAAAAA!!!”

Percuma, tidak ada yang mendengar teriakan Yerin. Lutut Yerin melemas. Keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya. Dia jatuh terduduk di depan pintu. Sekelilingnya benar-benar gelap, dia tidak bisa melihat apa-apa.

Aigoo, kenapa tiba-tiba lampunya mati? Ini kan masih siang! Eomma… aku takuuutt!”

TAP TAP TAP

Suara langkah kaki terdengar mendekati Yerin. Yerin semakin tegang. Siapa itu? Jebal, tolong aku! Aku takut sendirian di sini! Tolong nyalakan lampunya!

“Baek Yerin!” terdengar suara seseorang. Suara yang terkesan dibuat-buat sehingga kedengarannya agak aneh.

“Kau siapa?!”

“Aku tidak akan memberitahumu.”

“Apa yang kau inginkan? Keluarkan aku dari siniiiii!!!”

“Kau ingin tahu apa yang kuinginkan? Kembalikan dulu jaketku, baru aku akan tunjukkan padamu.”

“Jadi jaket ini bukan milik Jaebum?” gumam Yerin. Karena dia yakin itu bukan suara Jaebum.

“Cepat kembalikan!” orang itu kini berteriak.

Arrasseo! Bagaimana caranya? Di sini gelap!”

“Berjalanlah lima langkah hingga kau menginjak sebuah tombol.”

Yerin menurut. Dia mulai melangkah hingga… klek! Dia meninjak tombol. Saat itulah di bangku penonton mulai tampak lampu-lampu kecil yang menyala berwarna merah muda. Dan baru Yerin sadari, lampu-lampu itu membentuk tulisan I LOVE YOU – BAEK YERIN.

Yerin berhenti berjalan. Dia terpaku menatap tulisan indah dari lampu-lampu itu. Hingga tiba-tiba, cahaya dari sebuah senter membuyarkan lamunannya. Yerin menoleh, tetapi dia kesulitan untuk melihat wajah sosok yang membawa senter itu. Perlahan, orang itu maju mendekati Yerin. Hingga ketika mereka berhadap-hadapan, orang itu mengarahkan senternya ke wajahnya. Tampaklah wajah yang sangat Yerin idam-idamkan.

“Im Jaebum?!”

Jaebum tersenyum manis lalu menyerahkan sebuah boneka beruang berwarna cokelat ke arah Yerin. Tanpa sadar, Yerin mendekap tubuh Jaebum erat. Air matanya bahkan mulai membasahi baju seragam Jaebum. “Ya, aku tidak berniat membuatmu menangis!” seru Jaebum berusaha melepaskan pelukan Yerin yang sangat erat itu. Perlahan, Yerin merenggangkan pelukannya lalu menatap Jaebum. Dia memegang dan mulai mengelus-elus pipi Jaebum. Apa ini mimpi? Tanyanya dalam hati. Dia kini mulai mencubit pipi Jaebum bahkan menamparnya.

“Akkhhhh! Ya! kau ini kenapa? Bukannya memberi jawaban malah menyiksaku!” ucap Jaebum sambil memegangi pipinya yang dicubit juga ditampar oleh Yerin.

“Kau benar-benar Im Jaebum?” Tanya Yerin masih dengan mata yang berkaca-kaca.

“Tentu saja!”

“Huaaaa! Syukurlah! Aku sendiriaann di sini! Huuaaaa!” Yerin justru memperkeras tangisannya.

Ya! Baek Yerin! Kau lupa? Kau belum memberi jawaban!” Jaebum kini mengguncang-guncang bahu Yerin.

Eoh? Jawaban apa?”

Aigoo, kau ini! Aku baru saja menembakmu! Kau tidak baca tulisannya, ya?”

“Tulisan?”

Aish! Tengok ke bangku penonton sebelah kanan!”

Yerin menoleh ke sebelah kanan. Dia memiringkan kepalanya. “Aku sudah melihatnya.”

“Lalu? Apa jawabanmu?”

“Kau mau aku jadi pacarmu?!” Tanya Yerin tiba-tiba membuat Jaebum menepuk dahinya dan terkekeh pelan. Yerin benar-benar konyol.

“Tentu saja. Kau tidak lihat?”

“Keunde, bukankah kau sudah punya banyak pacar ya?”

Nugu?

“Kau selalu dikelilingi yeoja-yeoja cantik setiap hari, dan itu membuatku cemburu!”

“Benarkah kau cemburu? Kalau begitu usahaku berhasil.”

Mwo? usaha apa?”

“Aku selama ini juga memperhatikanmu, sama seperti kau memperhatikanku.”

“Kau tahu aku suka memperhatikanmu?”

“Tentu! Kau pikir aku tidak pernah melihatmu? Kau selalu duduk sendirian di bangku penonton. Hanya ada kau di situ, jadi sudah pasti aku selalu melihatmu.”

Yerin menggaruk tengkuknya sambil tersenyum masam. Dia merasa sangat malu di hadapan Jaebum. Jaebum tersenyum menatap Yerin. “Selama ini diam-diam aku menyukaimu. Aku sengaja menyuruh yeoja-yeoja itu untuk berada di sekitarku setiap hari. Mereka teman sekelasku. Aku hanya ingin menguji seberapa serius kau menyukaiku. Dan ternyata, kau masih tetap memperhatikanku walaupun aku dikelilingi banyak yeoja.”

Air mata Yerin terlihat menggenang lagi di matanya. “Aku tidak percaya, apa ini mimpi? Bagaimana mungkin kau bisa menyukaiku? Sementara aku hanya yeoja biasa yang tidak populer, tidak kaya, juga tidak cantik.”

Jaebum menghapus air mata Yerin dengan lembut. “Karena aku sudah memiliki itu semua. Aku sudah tampan, kaya, populer, dan luar biasa. Iya, kan?”

Yerin tersenyum. Jaebum lalu memeluknya erat. “Saranghae!

“Ternyata benar,” ucap Yerin.

“Benar apa?” Tanya Jaebum yang masih belum melepaskan pelukannya.

“Jaket yang di tanganku ini milikmu.”

 

Soojung ~ Minhyuk

“Soojung-ah! Dengarkan aku dulu!” teriak Minhyuk sambil terus berusaha mengejar Soojung yang berlari mendahuluinya setelah melihatnya bergandengan dengan seorang yeoja.

“Jung Soojung! Aku bisa jelaskan!”

Soojung menoleh ke belakang. Sial! Kenapa dia masih mengejarku?! Batin Soojung. Soojung melihat ke arah lampu tanda menyebrang jalan yang sudah menunjukkan warna hijau. Dengan cepat, ia menyebrang tanpa mempedulikan Minhyuk yang berada di belakangnya. Setelah berhasil menyebrang, lampu tanda menyebrang jalan kembali berwarna merah. Soojung terus berlari namun kemudian berhenti karena sebuah suara.

“Jung Soojung!”

CKKIIIIITTT BRRAAAKKK

Soojung menghentikan langkahnya. Kaki dan tangannya bergetar hebat. Dia sangat hafal suara itu, suara kekasihnya, yang amat dicintainya. Dengan sulit, Soojung mencoba melihat apa yang baru saja terjadi di belakangnya. Nampak banyak orang yang berkumpul di depan sebuah mobil sedan hitam yang berhenti di depan zebra cross. Soojung berlari untuk sekedar memastikan bahwa dugaannya salah. Namun ternyata, ketika Soojung berhasil menerobos kerumunan, lututnya melemas hingga terjatuh. Dugaannya benar, kekasihnya, Kang Minhyuk baru saja tertabrak.

***

Soojung berdiri terdiam di depan pintu sebuah ruangan rawat inap di sebuah rumah sakit. Dari kaca pintu, dia bisa melihat seorang namja yang sedang terbaring lemah dengan kepalanya yang dililit perban. Sudah lebih dari dua jam setelah dokter mempersilakan Soojung untuk masuk ke ruangan itu, namun yeoja itu belum juga masuk. Soojung terus diam sambil menatap hambar namja di dalam ruang rawat inap itu.

“Kau bodoh! Untuk apa terus mengejarku? Kalau kau mengalami kecelakaan yang lebih parah dari ini bagaimana? Pasti nanti aku yang disalahkan!” ucap Soojung pelan. Kata-kata itu ditujukan kepada namja yang sedang berbaring, Kang Minhyuk. Tetapi Soojung terkesan bicara sendiri karena Minhyuk tidak mungkin mendengarnya.

Soojung memutuskan untuk duduk di kursi tunggu. Rahangnya bergetar. Dia berusaha menahan tangis dengan menggigit bibir bawahnya. Karena sejak Minhyuk tertabrak, hingga saat ini, dia belum menangis sama sekali. Entah apa yang membuatnya sulit menangis bahkan ketika melihat kepala Minhyuk berlumuran darah. Tetapi saat itu juga, tangisannya sudah tidak bisa ditahan lagi dan akhirnya memecah di keheningan lorong rumah sakit.

***

“Soojung-ah, Jung Soojung. Ireonabwa.”

Soojung yang merasa bahunya diguncang-guncang pun berusaha membuka matanya. “Nyonya Kang? Sudah berapa lama anda di sini?” Tanya Soojung begitu sadar yang membangunkannya adalah ibunya Minhyuk yang sudah duduk di sampingnya.

Nyonya Kang tersenyum. “Seharusnya aku yang bertanya padamu seperti itu. Kau pasti sudah lama sekali ya menunggu Minhyuk sadar di sini? Kalau kau ingin bicara dengannya, silakan masuk, dia sudah sadar.”

Soojung terdiam sejenak. Bicara dengan Minhyuk? Apa yang harus kubicarakan dengannya? Pikirnya. Soojung pun segera melihat jam tangannya. “Omo! Ini sudah sore. Nyonya Kang, sepertinya aku tidak bisa menemani anda, eommaku pasti mencariku. Jeosonghamnida!” ucap Soojung seraya bangun lalu membungkuk ke arah Nyonya Kang. Soojung pun segera pergi.

***

Soojung termenung di kamarnya. Sudah sehari sejak kecelakaan Minhyuk, dan di sudah diperbolehkan pulang. Tetapi Soojung tetap belum mau untuk keluar. Dia tetap diam di kamarnya. Ada sedikit rasa bersalah di benaknya.

BRAKK

Pintu kamar Soojung terbuka lebar membuyarkan lamunan Soojung.

“Soojung-ah! Minhyuk datang menjemput!” seru Sooyeon, kakaknya.

“Suruh dia untuk menunggu, eonni,” ucap Soojung pelan tanpa menatap Sooyeon.

Arrasseo!

BRAAKK

Pintu kamar Soojung kembali tertutup rapat. Hening. Setetes dua tetes air mata Soojung mulai kembali berjatuhan. Namun, tangisan Soojung itu tidak berlangsung lama. Dia segera mengganti bajunya dan bersiap-siap untuk menemui Minhyuk. Setelah selesai, Soojung keluar kamarnya lalu berlari-lari kecil menuju ruang tamu, tempat Minhyuk menunggunya.

“Soojung-ah! Kau terlihat cantik!” ucap Minhyuk begitu menyadari kehadiran Soojung. Sementara Soojung hanya tersenyum tipis.

Kajja, aku tahu kau tidak akan punya banyak waktu,” ucap Soojung pelan sembari mendahului Minhyuk berjalan menuju pintu keluar. Minhyuk hanya tersenyum lalu menyusul Soojung.

“Tidak perlu khawatir, hari ini aku cuti.”

***

Soojung terdiam menatap rerumputan hijau di hadapannya. Piknik. Mereka sedang piknik sesuai dengan usulan Soojung setelah memberi beberapa bekal makanan. Minhyuk terlihat sangat gembira, tapi tidak dengan Soojung.

Mianhe, waktu itu aku tidak bermaksud–“

“Sudahlah! Aku sudah melupakannya! Aku tahu dia sepupumu, aku yang salah paham,” potong Soojung agak sewot. Minhyuk hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Dia lalu kembali melanjutkan kegiatannya memakan sandwich.

“Kau tidak makan?” Tanya Minhyuk melihat Soojung yang sedari tadi diam.

“Aku tidak memiliki nafsu makan!”

“Kau masih marah ya? kau kan sudah tahu dia sepupuku.”

Soojung diam saja.

Epidural Hematoma,” ucap Minhyuk.

Mworagu?

“Dokter bilang, Epidural Hematoma itu pendarahan otak yang sudah sangat parah. Sebenarnya, dokter sudah menyarankanku untuk operasi sejak kemarin, tapi kau belum juga menjengukku. Padalah aku menunggumu, aku hanya ingin dioperasi jika kau ada di sisiku,” jelas Minhyuk sambil tersenyum getir.

“Kau ini bicara apa? Kau pasti bohong! Dokter tidak mengatakan apa-apa padaku!”

“Tentu saja tidak, aku yang menyuruhnya untuk diam. Sebenarnya, sebelum dokter mempersilakanmu untuk masuk, aku sudah siuman. Hanya saja, aku butuh istirahat, jadi aku memilih untuk tidur. Tapi saat aku bangun, kau tidak ada, hanya ada orang tuaku. Mereka bilang, kau harus cepat pulang. Padahal aku ingin meminta dukunganmu karena aku akan operasi hari itu. Tapi, aku sendiri yang menunda operasinya sampai hari ini.”

Soojung mendengar penjelasan Minhyuk dengan tatapan nanar. Dia mencoba menghapus pikiran jeleknya yang mengatakan bahwa kekasihnya ini sedang sekarat.

“Kau bodoh, kenapa kau menunda operasinya? Akibatnya kan fatal!”

“Memang fatal, seharusnya kemarin aku sudah operasi.”

“Kalau begitu, hari ini kau harus kembali ke rumah sakit, kajja!” seru Soojung lalu berdiri sambil menarik paksa lengan Minhyuk untuk berdiri.

“Nanti saja, aku mau tidur dulu,” ucap Minhyuk lalu menepuk-nepuk tempat di sebelahnya, mengisyaratkan Soojung untuk kembali duduk. Soojung pun menghela nafas berat lalu menurut. Setelah duduk, Minhyuk menidurkan kepalanya di atas paha Soojung lalu memejamkan matanya dengan damai. “Sejak dulu, aku selalu ingin mendengar kau memanggilku dengan sebutan oppa,” gumam Minhyuk.

“Jangan bangunkan aku dulu ya,” ucap Minhyuk dengan mata terpejam. Soojung tak kuasa lagi menahan tangis. Bahkan, tanpa ia sadari air matanya jatuh ke atas pipi Minhyuk.

Uljima, Soojung-ah, saranghae.”

Tanpa Soojung ketahui, itu adalah kalimat terakhir dari Minhyuk untuk Soojung. Sebelum akhirnya mulut Minhyuk tidak akan bisa mengeluarkan kata-kata lagi, terkunci rapat untuk selamanya.

Nado saranghaeyo,”

Oppa.”

 

Eunji ~ Howon

“Huh, dia lagi!” seru Eunji kesal sambil menatap punggung seorang namja yang sedang berjalan menuju papan tulis yang sudah menyediakan sebuah soal matematika.

Dengan lihai, namja itu menuliskan rumus beserta jawaban yang benar-benar tepat. Sang guru pun tersenyum bangga melihat pekerjaan muridnya yang satu itu.

“Bagus, kau boleh duduk.”

Gamsahamnida.”

Namja itu pun berbalik lalu berjalan menuju bangkunya untuk kembali duduk. Sebelum sampai di bangkunya, namja itu berhenti di sebelah bangku Eunji lalu menjulurkan lidahnya jahil. Eunji kesal lalu memukul meja dengan kencang.

Ya, Jung Eunji! Apa-apaan kau? Kenapa kau sering sekali membuat keributan di pelajaran saya?”

Eunji hanya menatap namja itu kesal tanpa menghiraukan gurunya yang jelas-jelas telah memarahinya.

“Bukannya mencontoh Lee Howon, kau malah memukul meja, tidak sopan sekali! Keluar dari kelasku!”

Tanpa basa basi, Eunji berjalan keluar kelas sambil menyenggol bahu si namja yang masih berdiri di dekatnya. “Awas kau, Lee Howon!”

***

“Eunji-ya, makanlah pelan-pelan!” tegur Bomi yang agak risih melihat cara makan Eunji yang sangat rakus di kantin.

Tapi, tegurannya itu sekali tidak mendapat respon dari Eunji. Dia terus memakan makan siangnya bahkan semakin rakus. Ketika Eunji hendak mengambil minumnya, tangan Bomi dengan sigap menahannya.

“Ceritakan padaku,” ujar Bomi to the point.

“Apa?” Eunji malah bertanya.

“Kalau kau makan dengan cara seperti ini, pasti sedang ada yang tidak beres. Ceritakan padaku.”

“Tidak ada apa-apa.”

“Bohong.”

Aish! Masa kau tidak tahu? Masalah biasa!”

“Lee Howon? Dia mengganggumu lagi?”

“Aniyo, tadi saat pelajaran guru Yoon, dia mencari ribut denganku. Akibatnya aku disuruh keluar selama pelajaran. Padahal aku sudah mengacung duluan untuk menjawab pertanyaan, tapi guru Yoon lebih memilihnya dibanding aku!”

“Padahal jawabanmu benar ya?”

Aniyo, jawabanku salah,” ucap Eunji enteng.

“Huh, kalian ini, apa kalian tidak bisa berdamai? Kalian akan terus-menerus seperti ini? Hebatnya, tiga tahun ini kalian selalu sekelas. Mungkinkah kalian berjodoh?”

Maldo andwae! Bisa kiamat kalau aku sampai berjodoh dengannya!”

“Kenapa kau bicara seperti itu? Dengar ya, aku rasa dia sering mengganggumu itu karena dia ingin mendapat perhatianmu.”

***

Eunji kini harus menunggu lama. Hujan turun begitu deras. Eunji hanya berdiam diri di teras halaman depan sekolahnya menunggu redanya hujan. Dia menyesal karena menolak tawaran Bomi untuk pulang bersama naik mobil. Tapi itu Eunji lakukan karena tidak ingin mengganggu Bomi yang akan menghadiri acara keluarganya, kalau Bomi mengantar Eunji pulang dulu, itu sama saja menghambat kan?

Eunji merogoh saku jas seragamnya untuk mengambil ponsel. Dia memutuskan untuk mencoba menelpon kakaknya.

Nde, Eunji-ya?”

Oppa! Kau masih ada kuliah? Bisa jemput aku tidak?”

Mianhe, kuliahku masih lama. Kau tunggu saja sampai hujan reda, baru nanti kau naik taksi. Sudah dulu ya?”

TUUT TUUT TUUT

Eunji berdecak kesal mendengar ucapan kakanya ditelpon. Lalu, bagaimana nasibnya sekarang? Sekolah sudah sepi, hanya tersisa dia sendirian, mungkin. Akhirnya, Eunji pun mencoba bersabar. Dia mengalihkan pandangan ke arah tempt parkir. Di sana masih ada sebuah motor besar berwarna merah yang nampak familiar bagi Eunji. Dia merasa pernah melihat motor itu sebelumnya.

Terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa dari arah belakang Eunji, lebih tepatnya dari dalam sekolah. Keluarlah seorang namja yang pada akhirnya berdiri di samping Eunji.

“Sial! Kenapa hujannya besar sekali?” umpat namja itu.

Eunji tahu benar siapa namja itu, Lee Howon. Karena sudah kesal pada Howon, Eunji memutuskan untuk diam saja. Namun, justru Howon yang tiba-tiba menoleh ke arah Eunji. “Kau belum pulang?!” Tanya Howon yang terlihat agak tidak percaya. Tapi Eunji diam saja.

“Bukan urusanmu,” jawab Eunji ketus.

“Sepertinya hujannya akan lama. Apa kau akan terus diam di sini?”

Molla.”

“Mau ikut pulang denganku?”

“Kau bercanda? Tidak!”

“Memangnya kenapa? Aku bawa payung, kita bisa pulang bersama naik bus!”

“Kau tidak naik motormu?”

Howon terdiam. Dia lalu tersenyum masam. “Bensin motorku habis tadi pagi, aku mendorongnya sendiri ke tempat parkir.”

Tanpa sadar, Eunji tersenyum karena menahan tawa.

“Jangan meledek!” ucap Howon.

Hening. Hanya suara hujan yang terdengar. Tidak ada satupun dari mereka yang berbicara. Karena bosan, Howon memilih untuk mengeluarkan payungnya dari dalam tas lalu membukanya. “Kajja!” ucapnya sambil menatap Eunji yang masih melamun menatap hujan.

Mwo?

“Kita pulang sekarang, ini sudah sore dan hujan tidak akan cepat reda!”

Eunji terdiam untuk beberapa saat. Apa aku pulang dengannya saja? Tapi kalau nanti dia jahil atau macam-macam lagi bagaimana? Tapi kalau aku tidak ikut dengannya, aku belum tentu bisa pulang, pikir Eunji.

“Baiklah aku ikut.”

Mereka pun berjalan keluar sekolah dengan payung milik Howon menuju halte bus terdekat. Setelah sampai, Eunji dan Howon cepat-cepat duduk untuk berteduh, dan Howon menyimpan payungnya dengan keadaan terbuka agar airnya cepat turun.

Mereka menunggu berdua cukup lama, namun belum juga ada bus yang lewat. Entah, mungkin karena hujan yang sangat deras, jalanan agak sepi. Dan ditambah lagi, ini sudah sore.

“Ekhem!” Howon mencoba mencairkan suasana. “Kenapa jalanan sepi sekali ya?”

Baru saja satu detik yang lalu Howon bicara, bus sudah datang menghampiri mereka. Tanpa bicara apapun atau sekedar mengajak Howon, Eunji langsung masuk ke dalam bus. Howon segera menyusuh dengan tergopoh-gopoh.

Di dalam bus, Howon mencari sosok Eunji yang entah duduk di mana. Dan, bingo! Dia duduk sendirian di dekat jendela. Howon pun menghampirinya lalu duduk di sebelahnya.

“Masih banyak kursi kosong!” ketus Eunji.

“Aku tahu.”

“Kalau begitu pindah!” bentak Eunji sembari mendorong tubuh Howon hingga terjatuh. Penumpang bus lainnya menatap Howon aneh. Howon hanya menggaruk kepalanya lalu duduk di jok sebelah Eunji. Howon duduk bersama seorang nenek.

“Mengganggu orang itu tidak baik, nak,” ujar si nenek. Howon hanya tersenyum kikuk.

Sesekali, Howon melirik ke arah Eunji yang sedang membuang muka ke arah jendela.  Dia yakin, Eunji tidak mungkin mau menatapnya. Howon kembali menatap ke depan. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Howon mulai merasa lehernya gatal ingin menoleh lagi ke arah Eunji. Yeoja itu kini tengah mengantuk. Kepalanya bergerak dengan sendirinya, ke kanan dan ke kiri. Howon yang sedari tadi memperhatikannya hanya terkekeh pelan. Dengan hati-hati, dia berpindah duduk kembali di sebelah Eunji. Howon lalu menyandarkan kepala Eunji di bahunya. Ya, Eunji benar-benar sudah tertidur saat itu, jadi dia tidak menyadari perlakuan Howon.

“Kalau seperti ini, jujur, aku lebih menyukaimu saat kau tidur. Karena dengan begini, kita tidak akan bertengkar,” Howon menggumam sambil tersenyum.

“Kau pasti tidak akan percaya. Selama ini, aku menyukaimu. Walaupun secara diam-diam. Aku sangat malu untuk mengakuinya padamu, apalagi kita sering bertengkar. Tapi aku janji, suatu hari nanti aku akan mengakuinya, kalau perlu di hadapan teman-teman sekelas!”

Saranghae, Jung Eunji,” ucap Howon pelan lalu mengecup puncak kepala Eunji yang masih terpejam. Tanpa Howon sadari, Eunji tersenyum karena ulahnya.

 

Naeun ~ Myungsoo

Seorang yeoja dan namja berseragam sekolah nampak sedang berdiri di sebuah gang kecil di dekat sekolah mereka.

“Tidak terasa ya, kita sudah lulus,” ucap si yeoja.

Keurae, aku senang kita akan kuliah di universitas yang sama, Naeun-ah.”

Naeun terdiam. Dia tersenyum getir lalu menatap namja di hadapannya dengan harap-harap cemas. “Kita tidak akan satu universitas, Myungsoo-ya.”

Myungsoo mengerutkan dahi. “Waeyo? Bukankah kau sendiri yang bilang?”

Mianhe.”

Andwae! Kau harus jelaskan alasannya!”

“Apa jika aku menjelaskan alasannya, kau akan mengerti?”

“Akan kucoba.”

Naeun menghela nafas. “Aku akan menikah dalam waktu dekat.”

Mwo?! Menikah dengan siapa? Aku tidak percaya. Kau bercanda, kan?!”

Aniyo, aku serius. Aku akan menikah dengan Lee Taemin, orang yang dijodohkan denganku oleh orang tuaku. Jeongmal mianhe.”

“Apa maksudnya semua ini, huh?! Lalu bagaimana dengan hubungan kita yang sudah berjalan tiga tahun? Kau akan melepaskannya?!”

“Mau bagaimana lagi, Myungsoo-ya, aku tidak mungkin menjadi anak yang durhaka.”

“Memangnya tidak ada jalan lain?” Tanya Myungsoo yang mulai panik.

“Kau pikir ada? Appaku punya banyak hutang di mana-mana, perusahaan keluargaku kini sudah bangkrut. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan adalah orang tua Taemin. Dan, caranya aku harus menikahi anaknya. Dengan keadaan keluargaku yang seperti ini, apa kau bisa membantu? Apa kau punya cukup uang untuk melunasi hutang-hutang ayahku?!” Naeun mulai menaikkan volume suaranya.

Arrasseo! Aku memang bukan orang kaya! Keunde, jika kau menikah dengannya, itu sama saja orang tuamu menjualmu untuk melunasi hutang mereka! Apa kau tidak pernah berpikir seperti itu?”

“Tentu saja pernah. Seperti yang sudah kubilang kan, mau bagaimana lagi? Tidak ada jalan lain!  Kita lebih baik akhiri hubungan kita hari ini. Lusa aku akan berangkat ke Paris untuk melanjutkan kuliah di sana. Sekaligus,” Naeun menggantungkan ucapannya. Dia menatap Myungsoo yang terlihat mulai berkaca-kaca. “Menyiapkan pernikahanku di sana bersama Taemin,” lanjutnya.

Myungsoo mengadahkan kepalanya ke atas, mencegah air matanya turun. Dia menatap langit yang terlihat cerah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Jangan menangis Myungsoo-ya, batin Myungsoo. “Huh, apa kau tidak salah bicara?! Kau pikir semudah itu untuk mengakhiri hubungan kita, Son Naeun? Lalu, untuk apa kita berpacaran selama tiga tahun dengan berjuta kenangan bila akhirnya harus berpisah dengan semudah ini?! Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanku?” Tanya Myungsoo. Dia berjalan selangkah lebih dekat ke arah Naeun. “Aku masih sangat menyayangimu, kau tahu?”

“Perasaan kita saat ini tidak berarti, yang berarti hanya uang.”

Naeun melangkah pergi meninggalkan Myungsoo. Langkahnya pelan. Apa kau tidak akan berbuat apa-apa. Kim Myungsoo? Pengecut! Batin Naeun. Namun, beberapa langkah sebelum Naeun semakin jauh, Myungsoo mengejarnya lalu menahan lengan Naeun.

Andwae! Kita harus berjuang sama-sama untuk menghadapi ini semua, Naeun-ah­! Jangan menyerah seperti ini!”

Dengan hati-hati, Naeun melepaskan tangan Myungsoo yang menggenggam tangannya. “Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama.”

***

Myungsoo benci kuliah. Dia sangat membenci yang namanya lulus sma. Kalau dia punya mesin waktu, dia akan menghentikan waktu agar dia bisa tetap di bangku sma, menikmati masa-masa pacarannya dengan Naeun. Myungsoo tidak pernah menduga ini semua akan terjadi. Dia pikir, dia bisa terus bersama Naeun dan kuliah di universitas yang sama. Namun, itu semua hanya tinggal harapan. Di hari kelulusan itu, Naeun memilih untuk putus dengannya. Membuatnya bersedih di tengah kebahagiaan para murid-murid sma yang berhasil lulus dua tahun lalu.

Sepulang kuliah, Myungsoo hanya diam di kamarnya. Sesekali dia menatap fotonya bersama dengan Naeun saat liburan sekolah yang ia pajang di dinding kamarnya. Dia sangat merindukan Naeun.  Sedang apa dia sekarang? Apa dia sudah menikah? Tidak. Kumohon jangan.

***

Shireo, Myungsoo-ya! apa kau sudah gila?”

Jebal Eommoni, aku kan menggunakan uang tabunganku! Aku tidak akan merepotkanmu, aku janji!”

“Uang tabunganmu itu sangat penting untuk kebutuhanmu di masa depan! Apa kau akan menyia-nyiakannya dengan pergi ke Perancis?”

“Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan uangku, Eommoni. Dan dengan ke Perancis, aku bisa memenuhi kebutuhanku.”

“Kebutuhan apa? Kau seharusnya kuliah dan menetap saja di Seoul!”

Keunde, aku bisa mati jika tidak ke Perancis tahun ini juga, Eommoni. Jebalyo!

Nyonya Kim menghela nafas berat. “Apa kau benar-benar mencintainya?”

“Sangat.”

***

Myungsoo pun sampai di Paris. Dia kini tengah berdiri di hadapan sebuah hotel di jalanan Paris. Hotel yang cukup bagus, layak untuk dijadikan tempat berteduh dan beristirahat selama Myungsoo di Paris. Entah berapa lama. Myungsoo menolehkan kepalanya ke kanan. Selang beberapa bangunan, terdapat sebuah hotel mewah. Myungsoo terus memperhatikan hotel itu hingga sebuah mobil hitam mewah berhenti di depannya, tidak masuk ke tempat parkir hotel itu. Dan, keluarlah seorang yeoja berambut hitam kecoklatan bergelombang. Myungsoo sangat mengenalnya walaupun sudah dua tahun tidak bertemu. “Son Naeun!” panggil Myungsoo setengah berteriak.

Myungsoo tersenyum ketika yeoja yang  ia panggil menoleh ke arahnya. Namun, perlahan senyum Myungsoo memudar ketika melihatnya justru menaiki sebuah taksi. Tapi, taksi itu berhenti di hadapan Myungsoo. Kaca jendela taksi itu terbuka, Naeun nampak sedang duduk di dalamnya. “Naiklah,” ucap Naeun. Myungsoo mengernyit namun akhirnya tersenyum lalu masuk ke dalam taksi dan duduk di sebelah Naeun.

Di perjalanan, belum sekalipun Myungsoo menoleh ke arah Naeun. Dia merasa malu. Dia tidak yakin perasaan Naeun masih sama seperti dua tahun lalu. Hingga tiba-tiba Myungsoo mendengar suara isakan tangis dari sebelah kirinya. Dan saat dia menoleh, Naeun sedang menangis.

“Naeun-ah!”

Naeun cepat-cepat menghapus air matanya tanpa menjawab panggilan Myungsoo atau sekedar melirik ke arahnya. “Gwenchanayo?

“Bagaimana kau bisa sampai di sini? Mengagetkanku saja!” ucap Naeun yang matanya sudah memerah.

Myungsoo hanya diam sambil tersenyum masam ke arah Naeun. Ingin sekali dia bisa memeluk Naeun yang sudah sangat ia rindukan itu. Dan Naeun, adalah satu-satunya alasan mengapa ia ada di Paris. “Aku merindukanmu, sangat merindukanmu.”

“Dari mana kau dapat uang untuk ke Paris?”

Myungsoo kembali tersenyum. “Aku yakin kau akan menanyakan soal itu. Aku menggunakan uang tabunganku.”

Mwo? kau seharusnya tidak membuang-buang uang tabunganmu! Apa kau tidak berpikir? Uang itu akan sangat bermanfaat untuk kau dan ibumu, Myungsoo-ya!”

Myungsoo meraih tangan Naeun lalu menggenggamnya erat. “Aku tidak akan menyia-nyiakan uangku, karena aku menggunakannya untuk kebutuhan hidupku. Aku butuh kau, Naeun-ah.”

“Bukankah sudah kubilang? Aku akan menikah! Kita tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi!”

Taksi pun berhenti. Naeun dan Myungsoo bersamaan melihat ke luar jendela. Mereka berada di depan menara Eiffel.  Tanpa basa-basi, Naeun segera turun dari taksi. Myungsoo pun segera menyusul. Mereka berdua kini berdiri berhadapan.

“Kalau kau ke sini untuk menyusulku, kau terlambat. Besok malam, aku akan menikah.”

“B-besok? Secepat itukah?”

Naeun mengangguk, air matanya keluar lagi. “Karena itu, sebaiknya kau kembali ke Seoul. Lupakan aku.”

Myungsoo menggeleng, dia lalu menggenggam kedua tangan Naeun. “Andwae! Aku sudah jauh-jauh ke Paris hanya untuk bertemu denganmu. Dan, kau malah menyuruhku untuk melupakanmu? Tidak semudah itu!”

“Lalu mau bagaimana lagi? Aku tidak mungkin membuat orang tuaku sedih.”

“Apa kau, masih mencintaiku?” Tanya Myungsoo.

“Apa penting kau tanya itu sekarang?”

“Sangat penting.”

“Aku… aku… tentu saja aku masih mencintaimu! Dua tahun adalah waktu yang terlalu sebentar untuk melupakanmu! Aku butuh seribu tahun, atau bahkan lebih untuk menghapus semua kenangan tentang kita! Aku bahkan tiak yakin aku bisa! Aku juga sangat merindukanmu! Aku…” Naeun tidak meneruskan ucapannya.

Myungsoo menghapus air mata Naeun lalu mencium bibirnya. Mereka berciuman cukup lama, saling melampiaskan rasa rindu mereka masing-masing di depan menara Eiffel. Setelah kurang lebih tiga puluh detik, Myungsoo melepaskan ciumannya dengan Naeun.

“Kau tidak perlu menangis lagi. Aku akan ikut sedih jika kau terus menangis.”

“Son Naeun-ssi?” suara seseorang membuat mereka melepaskan genggaman tangan mereka.

Sebuah limousine terparkir di samping mereka. Beberapa orang namja berjas hitam terlihat berjajar di samping Naeun. Myungsoo yakin mereka adalah bodyguard yang dikirim orang tua Taemin atau semacamnya. Ya, walaupun Myungsoo belum mengenal Taemin, dan tidak akan pernah mau mengenalnya.

Mianhe Myungsoo-ya, aku harus pergi,” ujar Naeun sambil melepaskan tangannya dari genggaman Myungsoo.

“Son Naeun!” panggil Myungsoo yang berhasil menghentikan langkah Naeun yang kini justru berlari memeluknya.

Saranghae, Kim Myungsoo!”

Nado,” ucap Myungsoo sambil membalas pelukan Naeun.

Pelukan itu adalah pelukan perpisahan antara Myungsoo dan Naeun. Myungsoo kini hanya bisa pasrah menatap kepergian Naeun. Naeun-ah, apa kau percaya takdir? Kita ditakdirkan bertemu saat masuk sma dulu. Aku percaya, suatu saat nanti kita akan ditakdirkan untuk bertemu kembali. Karena kita, akan selalu saling mencintai. Aku yakin itu. Dan bila saat itu tiba, aku tidak akan pernah melepasmu.

 

*The End*

 

It’s time to leave your comment^^

12 thoughts on “[FF Freelance] Unpredictable

  1. knapa Myungsoo Sma naeun haruss berpisah T_T …

    buat sequelnya dong

    bikin lgi ya kalau boleh Myungsoo sma naeun 😉

  2. ada 4 story langsung meluncur/? yg story nya myungeun 😀

    ahh ga relaa myungeun pisahhh thor T^T dibikin sequel keren jg thor 😉 *wink*

  3. Wah nggak semuanya happy ending ya~ ada yang sad, hoya eunji malah masih ngegantung gimana jadinya
    Tapi seru kok. Aku suka
    Paling suka ceritanya yerin jaebum sama hoya eunji
    Nice ff

  4. Huahaha yg seru itu pas part eunji-hoya:DD tapi kenapa soojung-minhyuk sama naeun-myungsoo nya sad ending:( baru baca thor, makanya baru comment sekarang hehe. Nice ff thor (y)

Don't be a silent reader & leave your comment, please!