[FF Freelance] Still Miss You

Still I Miss You

Tittle: Still I Miss You

Author : Julia Song (@acedins)

Rating : PG 15

Length : Oneshot

Genre : Romance

Main Cast : Lee Howon/ Hoya (Infinite) & Park Bora (OC)

Support Cast : – Infinite’s Member &  Song Hyojin (OC)

Disclaimer : This FF belong to me. I do not own Lee Howon / Hoya nor Infinite’s member. Other Casts are mine. So does the story. I made this, because of Infinite’s song in their new challenges album, Still I miss you.

A/N : maaf jika FF ini membosankan. Dan juga, kalian bisa membaca FF ‘That I Once Lived By Your Side’ sebelum membaca FF ini. Enjoy!

*

Everything was made bright by her, she was the smile that shed light all around her. – Leo Tolstoy

 

Pertengahan January, 2013

Neoneun eodijjeume isseulkka eotteoke jinaelkka
(I wonder where you are and how you’re doing)

Naui geuriumi danneun gosen isseulkka
(are you at the place where my longing touches?)

Eojjeomyeon neodo eojjeomyeon nawa gateun baraemdeullo geuriwohalkka
(Maybe, maybe are you longing for me with the same hopes?)

Naneun niga eobseo himdeureo modeunge eoryeowo
(Its so hard for me without you, everything is hard)

Sumswineun sungan mada ni saenggagi goerophyeo
(In each moment I breathe, thoughts of you torture me)

Aesseodo aesseodo
(I try, I try but)

Doesarananeun neoui heunjeoge nan duryeowo

(Your traces come back to life and i’m afraid)

 

Hoya membaca dengan saksama ke arah kertas yang bertuliskan lirik lagu yang akan dimasukkan dalam album terbaru mereka. Ia kemudian menatap kosong kearah kertas tersebut. Merenungi sesuatu.

*

He stepped down, trying not to look long at her, as of she was the sun, yet he saw her, like the sun, even without looking. – Leo Tolstoy

Memasuki bulan september, 2011

“Sial!” Hoya yang sedang berjalan santai tiba-tiba dikejutkan oleh rintik hujan yang menimpa kepalanya. Dengan sigap ia segera melepas jaketnya untuk melindungi kepalanya dan mencari tempat berteduh.

Ia kemudian memutuskan berteduh di depan sebuah cafe dengan dominasi warna putih. Ia berada disekeliling orang-orang yang sedang menatap heran dirinya. Ia mendesah. Hujannya terlalu keras. Ia tak mungkin pulang ke dorm sekarang. Pikirnya.

Hoya akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam cafe tersebut, seraya menunggu hujan yang ia prediksi tak akan reda beberapa menit kedepan.

Seorang pelayan datang padanya sesaat setelah ia duduk di salah satu kursi cafe tersebut. Hoya yang berencana tak ingin lama-lama dalam cafe ini, hanya memesan secangkir cappucino hangat.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Meneliti interior cafe. Lukisan-lukisan terpajang di dindingnya. Setiap sudut cafe ini, dipenuhi oleh rak buku yang terisi oleh buku-buku fiksi dan non fiksi.

Pandangan Hoya terhenti pada sesosok gadis berkardigan ungu yang duduk di pojok ditemani secangkir lemon tea dan sebuah buku di tangannya. Anna Karenina. Batin Hoya saat melihat judul buku tersebut. Bukunya sangat tebal. Ia prediksi sekitar 800 halaman atau lebih. Entahlah. Gadis berjaket ungu itu menurunkan buku yang menutupi sebagian wajahnya, menampilkan hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis dan sepasang mata yang berwarna kecoklatan.

Hoya yakin ia tidak pernah merasakan hal ini. tiba-tiba saja ia terpesona. Memperhatikan wajah setiap gadis bukanlah hobinya. Ia bahkan tak tau mengapa ia bisa begitu sangat tertarik pada gadis itu. Seolah-olah ada magnet yang menariknya mendekat.

Kemudian pandangan gadis itu tak sengaja bertemu dengannya, dengan malu, Hoya menunduk kearah mejanya. Beruntung pelayan datang dan menaruh secangkir cappucinonya diatas meja. Hoya yang masih sangat malu karena terpergok memperhatikan gadis itu, dengan cepat mengangkat cangkir dan mengarahkannya ke mulutnya, berencana untuk meminumnya.

“Ah, panas. Panas.” Rintihnya. Ia kemudian menaruh kembali cangkir cappucinonya berusaha melap mulutnya dengan tissue diatas meja. Kemudian, Hoya kembali menoleh kearah gadis itu. Ia menghilang. Hoya lalu mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan untuk mencari gadis misterius berjaket ungu tersebut.

Seorang gadis berambut panjang berjalan melewatinya. Hoya bisa melihat sosok belakang gadis yang berbalut jaket ungu itu. Hoya merasa bahwa gadis itu seperti malaikat yang berjalan melewatinya. Pandangannya tak bisa lepas dari gadis misterius tersebut.

Gadis itu berjalan menuju kasir, mengeluarkan struk dan dompetnya. Dengan cepat Hoya berjalan dengan terburu-buru menuju kasir. Meninggalkan cappucionya yang baru ia cicipi sedikit.

Setelah menyelesaikan pembayarannya, gadis itu berbalik. pandangan matanya dan pandangan mata Hoya saling bertemu. Hoya seperti merasakan ribuan volt listrik menyetrumnya. Membuat kupu-kupu dalam perutnya beterbangan bahagia.

Gadis itu tersenyum. Hoya terlalu terpesona dalam pandangan ini, terlambat untuk membalasnya. Saat ia berusaha tersenyum, gadis itu berjalan keluar, hilang dari pandangannya. Seperti malaikat yang pergi setelah hujan reda.

*

Memasuki akhir september 2011

Hoya mengeluarkan payung dari belakang van. Latihan hari ini berakhir sore tadi. Namun ia dan L harus menghadiri sebuah acara sehingga mereka harus pulang agak malam.

Hari ini hujan menimpa Seoul. Ia dan L turun dari van dengan dilindungi payung transparan yang disimpan untuk berjaga-jaga dalam van.

Hoya dan L pun berjalan pelan menuju dorm mereka dibawah tetesan hujan dan keheningan.

“Tunggu hyung,” kata L sambil melirik kearah gedung kecil disebelah dorm mereka. Hoya kemudian berhenti atas perintah L.

“Siapa disana?” panggil L. Hoya mengernyit heran karena ia tidak bisa merasakan ada seseorang didekat mereka.

“Myungsoo oppa…” Hoya shock mendengar suara permpuan memanggil nama L. Namun L kebalikannya malah tersenyum, seakan mengetahui pemilik suara itu.

“Hyung, kau ingin ke dorm atau menemaniku ke sana sebentar?” tanya L tanpa menolehkan kepalanya.

“Aku ikut kau saja.” Jawab Hoya singkat. Kemudian keduanya menghampiri gedung tua tersebut, lalu muncullah seorang gadis beramput panjang dan memakai seragam sekolah.

“Bora-ya. annyeong” Sapa L.

“Myungsoo oppa, jinjja, kau mengatakan kau akan sampai dalam 5 menit. Aku sudah menunggu selama..”Bora melirik jam di pergelangan tangannya, “15 menit. Kau tahu aku tidak suka menunggu.”

L tertawa kecil lalu mengacak rambut gadis itu yang dibalasnya dengat rengutan kecil. “Maaf, ada sedikit macet  di jalan. Mana paketnya?”

Bora mengeluarkan sebuah kotak yang terbungkus plastik dari dalam tasnya dan memberikannya kepada L. “Ingat Oppa, kau dan Hyojin eonni berhutang 2 novel padaku. Oke?”

L mengangguk sambil mengulum senyumnya. Kemudian ia melirik Hoya. “oh, Bora-ya, kenalkan Hyungku dulu. Hyung, ini Bora, adiknya Hyojin. Bora-ya ini Hoya Hyung.”

Hoya tercengang sesaat saat mata gadis itu menatapnya. Bola mata yang sama! Batinnya.

Reaksi yang sama diperlihatkan Bora. Ia pernah bertemu laki-laki ini.

L yang melihat kecanggungan diantara keduanya, segera berdehem membuat keduanya tersadar. Hoya megulurkan tangannya kepada gadis didepannya, “Hoya.” Sahutnya singkat.

“Park Bora.” Ia balas mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Hoya dan tersenyum. “Sepertinya kita pernah bertemu.”

“Ya. di cafe.” Hoya membalas senyum perempuan itu. Mengabaikan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

“Yasudah, kalau begitu. Kami masuk dulu Bora-ya. berhati-hatilah pulang. Oke? Sampaikan salamku pada kakakmu.”

Bora menoleh, mengalihkan tatapan matanya dari Hoya lalu merengut pada L. “Ya Oppa. lain kali aku tidak akan menjadi burung hantu pengantar salammu lagi. Aku juga sibuk. Annyeong!” Bora kemudian membuka payungnya dan berjalan diantara hujan.

Hoya terpaku lama pada pemandangan belakang tubuh Bora yang telah menarik perhatiannya pada pandangan pertama. Jatuh cinta pada pandangan pertama? Rasanya tak mungkin.

“Hyung.. Hyung.. apa kau masih hidup?” tanya L heran melihat Hyungnya tidak bergerak seinci pun.

“ah? Ah? Ya. ayo kita kembali. Aku hampir mati kedinginan disini.” Hoya memeluk tubuhnya, dan segera berbalik menuju dorm.

*

Pertengahan oktober, 2011

“Hyung kau ada acara apa sekarang ini?”Tanya Sungjong saat mereka sedang berdua di kamar.

Hoya mengedikkan bahunya. Mengisyaratkan ketidaktahuan. “Aku akan ke perpustakaan. Belajar. Kau mau ikut hyung?” tanya Sungjong lagi.

“Tidak. Tapi aku akan menjemputmu. Kau belajar saja dengan baik. Sebentar lagi ujian kelulusanmu. Kau perlu lulus. Mengerti?” nasihat Hoya. Sungjong hanya memutar bola matanya dan mengganguk.

Hoya tersenyum melihat adik kecilnya dan keluar dari kamar. Di ruang tamu, ia ketemu dengan L. Ia lalu teringat satu hal yang ia ingin tanyakan padanya.

“Ya! Kim Myungsoo…” panggilnya. L menolehkan kepalanya pada Hoya.

“Kau akrab dengannya?” tanyanya. L terlihat bingung lalu mengernyitkan alisnya sambil menatap Hoya. Meminta penjelasan lebih.

“Aniya. Tidak jadi. Kau lanjutkan saja rutinitasmu tadi.” Hoya lalu berbalik, menuju dapur. L yang baru sadar segera mengerti lalu berteriak pada Hoya.

“Wae hyung? Kau suka padanya? Kau mau nomor telefonnya?” tanya L iseng. Hoya dengan cepat menolehkan kepalanya dan menatap L senang.

“Sepertinya tidak bisa Hyung. Ia tidak akan membiarkan orang lain mengetahui nomor telefonnya. Bisa-bisa aku akan di marahin olehnya.” Sahut L. Raut wajah Hoya yang tadinya senang, kini berubah muram. Ia lalu membalikkan badan tanpa berkata-kata. Dibelakangnya L terkikik. Kini ia tahu mengapa belakangan ini Hoya selalu ceria seperti Dongwoo Hyung.

*

1 text message received tertulis di layar HP Hoya. Ia segera membukanya den melihat siapa pengirimmnya.

From: Sungjongie

Hoya hyung~~~ aku sudah belajar. Jemput aku. Jangan lupa bawa payung! Diluar hujan aracchi?^^ sampai jumpa~~~

Hoya segera bangun dari tempat tidurnya dan mengambil mantel serta dua payung. Satu untuknya, dan satu untuk sungjong. Kemudian ia memasang sepatu dan bersiap-siap untuk keluar.

Hoya melintasi jalan yang sehari-hari dilihatnya. Perpustakaan tempat Sungjong belajar memang tidak terlalu jauh. Karena itulah, Hoya bersedia untuk menjemputnya.

Sepuluh menit berlalu dan Hoya telah sampai ke tempat tujuannya. Ia berncana menunggu Sungjong didepan pintu, namun seorang gadis menarik perhatiannya sehingga ia membatalkan niatnya untuk menuju ke pintu. Melainkan ke pilar yang agak gelap.

“Chogiyo…” sapanya. Gadis itu menolehkan kepalanya kearah Hoya. “Park Bora-ssi. Benar?”

Bora tersenyum dan mengangguk. Lalu membungkukkan badannya. “Annyeonghaseyo Hoya-ssi. Senang bertemu denganmu.”

“Kau habis belajar? Ah, kau masih SMA kan?” tanya Hoya.

Bora mengangguk. “Tahun terakhir SMA. Sangat sulit. Aku butuh belajar agar bisa masuk ke perguruan tinggi.” Hoya mengangguk mengerti.

“Kau belum mau pulang?” tanya Hoya lagi. Gadis itu menggeleng. “Hujan..” tunjuknya pada hujan yang berjatuhan keatas tanah.

“Kau suka hujan?” tanya Hoya lagi. Gadis itu mengangguk antusias.

“Aku suka banyak hal. Hujan, musik ballad yang menenangkan hati, novel, dan lemon teh yang hangat.” Ujarnya. “ah, aku juga suka mencium harum rumput dan tanah basah sehabis hujan. Sangat menenangkan.”

Tiba tiba gadis itu memekik. “Yaampun.. sudah jam 9 malam. Hyojin eonni pasti akan memarahiku pulang terlambat seperti ini. Maafkan aku Hoya-ssi. Aku harus pulang. Sampai ketemu lagi.” Katanya buru-buru lalu berlalu dari hadapan Hoya.

Refleks Hoya memegang lengannya. Menahannya. Bora menoleh dengan heran.

Hoya mengulurkan payungnya yang berwarna ungu.”Payung untukmu. Pakailah. Jangan sampai demam. Kau bisa mengembalikannya kapan-kapan.”

Bora mengucapkan terima kasih yang dibalas Hoya dengan senyuman. Ia kemudian membuka payungnya dan belari pelan menembus hujan.

“Hoya Hyung, kau disini rupanya. Sudah kucari kemana-mana. Kau bilang kau sudah sampai daritadi. Kau ngapain disini?” Hoya menoleh kearah sumber suara yang mengomel. Hoya hanya tersenyuim dan merangkul Sungjong.

“Ya! bagaimana kalau ku traktir ddokbokki. Kau mau?”

*

When you are loved, there’s no need at all to understand what’s happening, because everything happens within you. – Paulo Coelho.

Seminggu setelahnya, Oktober 2011

Hoya menatap layar HP nya yang menunjukkan nomor asing yang menelponnya. Ia mengernyit heran lalu memegangnya dan membiarkan HP itu berhenti berdering.

“Kau tidak mengangkatnya?” tanya Woohyun yang sedang duduk disampingnya.

Hoya menggeleng, lalu menyandarkan kepalanya ke seat mobil. Mencoba memejamkan matanya. Mereka baru saja kembali dari perform untuk Music Bank dan Hoya rasanya capek sekali hingga ingin memejamkan matanya dan beristirahat.

HP Hoya kembali berbunyi. Ia tetap membiarkannya tidak terangkat. Seperti tadi, HP itu kembali berhenti berdering.

“Hoya Hyung, ada yang ingin berbicara padamu. Katanya ia sudah menghubungi HP mu namun tak kau angkat.” Suara L dari belakang memecah keinginannya untuk melanjutkan tidurnya di van. Ia dengan malas mengambil HP yang diulurkan oleh L.

“Yeoboseyo?” sahutnya malas-malasan.

“Yeoboseyo, Hoya-ssi. Ini aku. Park Bora. Maaf kalau aku menganggumu, tapi aku ingin berterimakasih kepadamu dan mengembalikan payungmu. Apa kau ada waktu?” Hoya yang mendengar suara gadis ini segera bangun dan duduk tegak dikursinya. Senyumnya mengembang. Kondisinya berubah 180 derajat dari sebelumnya.

“oh, ya, bagaimana kalau besok? Aku akan menunggumu di cafe tempat kita pernah bertemu. Oh ya, apakah nomor yang menelponku tadi benar nomormu?” tanyanya semangat. Woohyun yang mendengarnya menatap Hoya heran. sementara L hanya menahan senyumnya.

“Ya. itu nomorku. Ah, maaf Hoya-ssi. Aku harus melanjutkan belajarku. Sampaikan terimakasihku pada Myungsoo oppa. aku tutup ya. annyeong.” Hoya kemudian menurunkan HP L yang ia gunakan tadi. Lalu mengembalikan kepada pemiliknya.

“Pacar?” tanya Sunggyu hyung yang diam-diam mendengarkan pembicaraannya dari depan.

Hoya hanya tersenyum misterius, hatinya terasa berbunga-bunga malam ini.

*

Wouldn’t love be.. something that makes you happy just by thinking of it?” – Hoya Infinite

Pertengahan Desember, 2011

Hoya berjalan mondar-mandir di dalam ruang latihannya sambil mengenggam HPnya. Sms yang ia tunggu daritadi belum juga datang. Ia sekali lagi melirik HPnya, melihat sms yang ia kirim 22 menit yang lalu.

Aku tidak bisa hari itu. Bagaimana kalau besoknya?

Ia kemudian menyerah. Menaruh HPnya diatas meja dan keluar menuju toilet.

5 menit kemudian ia kembali dan menemukan barisan kalimat muncul di HPnya.

1 message recieved.

From: Park Bora

Ya, Oppa. Aku juga tidak bisa hari itu. Aku harus merayakan natal dirumah orang tuaku bersama Hyojin eonni.

Ia tersenyum lebar. Merasa mood nya kembali naik, ia kemudian memutar lagu Run to you nya DJ DOC dan mulai dance gila-gilaan. Sungyeol dan Dongwoo yang baru masuk kedalam ruang latihan tercengang melihat Hoya yang biasanya kalem menjadi gila seperti ini. Hoya yang melihat mereka berdua terpaku didepan pintu, merangkulnya dan mengajaknya dance, yang diterima dengan heran oleh Dongwoo dan Sungyeol.

Mungkin cinta telah membuatnya kehilangan kesadaran.

*

Is it really possible to tell someone else one what one feels? – Leo Tolstoy

Dua hari setelah natal, 2011

Hoya menatap cermin sekali lagi. Membenahi rambut, syal, mantel, baju, dan semua aksesoris yang menempel ditubuhnya. Ia juga memeriksa kado yang akan ia bawa sebentar. merasa bahwa semua sudah sempurna, Hoya bergegas keluar dari dormnya dan melangkah keluar untuk mencari taksi menuju cafe yang selalu ia datangi bersama Bora akhir-akhir ini.

Ya. setelah insiden pengembalian payung itu, mereka berdua menjadi dekat. Mereka sering bercerita apa saja. Hoya sering bercerita tentang padatnya jadwal mereka, comeback, syuting, latihan sampai melupakan istirahat. Bora juga sering menceritakan setiap buku baru yang habis dibacanya. Perasaannya setelah membaca buku, yang kadang membuat air matanya menetes.

Bora bahkan bercerita ke Hoya perihal kakaknya yang putus dengan Myungsoo karena perbuatan fans mereka yang tiap hari meneror Hyojin yang membuat gadis itu ketakutan untuk keluar dari rumah. Ia merasa sedih karena tidak ada yang bisa ia lakukan untuk melindungi kakak sepupunya yang sudah tinggal bersamanya semenjak keluarganya memilih pindah ke pohang dan keluarga Bora menetap di Nampo-do.

Dalam beberapa menit, ia sudah duduk di dalam taxi itu. Setelah menyebutkan alamatnya, ia sekali lagi membuka hadiah yang akan ia berikan kepada gadis itu. Gadis yang sudah menarik dirinya bahkan pada pertemuan pertama mereka.

Tidak lama, akhirnya Hoya telah sampai didepan sebuah cafe berwarna putih yang di dekorasi dengan hijau dan merah ala christmas. Ia sekali lagi membenahi rambut dan syalnya, lalu melangkah masuk kedalam cafe tersebut. Ia segera menemukan Bora. Gadis itu duduk di tempat favorit mereka berdua, di pojok dekat rak buku. Ia sedang membaca novel Romeo&Juliet yang entah sudah berapa kali ia tuntaskan. Hoya tahu bahwa gadis itu menyukai novel karya shakespeare itu. Gadis itu juga menyukai novel Anna Karenina, yang ditulis oleh Leo Tolstoy. Dan selalu berharap setidaknya untuk menjadi Anna ataupun Juliet.

“Apa aku terlambat?” Hoya menyapa Bora yang sedang serius menggeluti halaman per halaman novel itu.

Bora menurunkan novelnya dari pandangannya. “Aniyo. Aku yang kecepatan datang. Sibuk dengan ujian semesterku membuatku rindu pada tempat ini. Makanya aku ingin menghabiskan waktuku disini. I love this place and could willingly waste my time in it.” Bora tersenyum riang lalu meletakkan novelnya keatas meja.

“Itu kutipan dari shakespeare lagi?” tanya Hoya. Bora mengangguk. Hoya tau, Bora sering mengambil kutipan-kutipan karya sastrawan favoritnya itu ketika berbicara pada Hoya. Yang kadang membuat laki-laki itu kebingungan untuk menangkap maksudnya. Tapi setelah itu, Bora selalu menjelaskannya setelahnya dan ia merasa puas bisa mengetahui apa yang diketahui oleh orang yang ia sukai.

“ah iya,” Hoya mengeluarkan sebuah bingkisan yang tadi ia bawa. Oleh-oleh dari Jepang untuk Bora. “Terima kasih untuk mendukungku selama debut di Jepang. Aku sangat bersyukur, hehe. Aku juga tidak pernah melupakan membawakanmu novel.”

Bora menaikkan alisnya dan segera membuka bingkisan itu. Terdapat dua buah novel Jepang berbahasa inggris yang sudah lama ia inginkan. Bora kemudian mengucapkan terima kasih melalui mata dan mulutnya. Yang dibalas Hoya oleh senyum manisnya.

Mereka kemudian berbincang-bincang tentang kegiatan mereka masing-masing. Seakan tidak kehabisan obrolan. Keduanya merasa nyaman satu sama lain. Seperti menemukan seorang untuk berbagi cerita, berbagai pundak, dan berbagi kebahagiaan. Dan seperti itulah yang mereka berdua inginkan.

“Hoya Oppa, aku ingin permisi ke toilet.” Hoya mengangguk. Bora pun berlalu dari hadapannya. Sepeninggal Bora, Hoya kemudian mengeluarkan senjatanya untuk memulai perang malam ini.

Ia menunggu Bora kembali dengan harap-harap cemas. Tubuhnya sedikit gemetar. Ia berharap rencananya malam ini akan berjalan lancar.

Tak lama Bora pun kembali dan duduk di hadapan Hoya. Hoya pun dengan canggung memulai pembicaraan. “ada yang ingin aku katakan padamu.”

Bora diam. Tapi raut wajahnya mengisyaratkan ‘apa?’

Hoya kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dan sebuah post it berisi barisan tulisan—yang Hoya buat sendiri—diatasnya. Bora, dengan alis yang terangkat, membaca post it nya dahulu.

Jatuh cinta kepadamu begitu menyenangkan,

Seperti meringkuk dalam selimut hangat pada malam yang hujan.

Seperti menemukan keping terakhir puzzle yang sedang kau susun.

Cinta ini..

Aku ingin kau tahu..

Diam-diam, aku selalu menitipkan harapan yang sama ke dalam beribu rintik hujan.

Aku ingin hari depanku selalu bersamamu.

(diambil dari Novel Hujan punya cerita tentang kita Karya Yoana Dianika)

Senyum Bora mengembang tanpa sadar. Ia kemudian membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Hoya. Didalamnya ada sebuah kalun berinisialkan ‘H’.

“H for Happiness. H for Hoya.” Jelas Hoya. “Jika kau menerimaku, pakailah kalung itu. Namun jika kau menolak, taruh kembali kalung itu dan berjanji bahwa kita masih bisa menjadi seorang teman setelah itu.”

Bora terdiam lama. Memikirkan jawabannya. Sementara Hoya menunggu dengan harap-harap cemas.

Bora kemudian mengambil kalung itu dan mengangkatnya. Kalung emas putih yang ia yakin sangat mahal. Lama, ia terdiam sembari menatap kalung itu. Kemudian ia menaruh kembali kalung itu kedalam kotak dan menyodorkannya ke Hoya.

“Maaf…” kata Bora. Hoya melihat kotak itu dengan sedih. Apakah harapannya sia-sia? Apakah Bora tidak mencintainya seperti ia mencintai gadis itu?

“…Bisakah kau memasangkanku?”

Kalimat terakhir Bora memberikan kebahagiaan pada Hoya dan harapan bahwa perjuangan cintanya tidak akan berakhir sampai disini. Hoya kemudian mengambil kalung itu, lalu berpindah tempat ke belakang Bora, mencoba memasang kalung itu ke leher perempuan yang kini akan mengisi hari-harinya ke depan.

“Terima kasih.” Ucap Hoya lirih.

*

When you love someone, you love the whole person. Just as she is and not as you would like them to be. – Leo Tolstoy.

Awal Maret, 2012

Bora kini menjadi seorang mahasiswi sastra inggris universitas Kyunghee. Berbeda dengan Hyojin yang satu universitas dengan kekasihnya dua bulan terakhir ini. Lee Howon atau yang biasa ia panggil dengan Hoya oppa. kekasihnya yang merupakan selebritis yang sekarang digemari oleh para remaja. Yang sering membuatnya susah karena ketakutan akan fans Hoya yang akan mengetahui tentang hubungan mereka. Namun ia percaya, ia akan menjadi gadis yang kuat. Yang berjuang demi cinta. Seperti Anna Karenina dan Juliet Capulet.

Belajar dari pengalaman kakaknya, yang merupakan kekasih dari Infinite L, ia kini lebih berhati-hati dan memilih untuk mengabari kabar masing-masing melalui SMS dan Telepon. Mereka membuat perjanjian setidaknya bertemu sekali dalam sebulan. Dan cara ini sangat efektif. Mereka tidak cepat bosan satu sama lain dan tetap menjaga keinginan satu sama lain.

Tiba-tiba HP Bora berdering. Ia mengangkatnya dan melihat caller ID nya. Eomma.

“Yeoboseyo eomma? Wae? pertemuan keluarga? Aku harus ke Nampo-do? Tapi aku ada kelas. Besok? Baiklah… Aku tutup. Ya.”

Bora menurunkan HPnya dari telinganya. Setengah heran mengapa ibunya menyuruhnya bertemu segera.

HP Bora kembali berdering, Hoya Oppa tertulis di layarnya. Dengan senyum mengembang ia mengangkatnya.

“Yeoboseyo Oppa..” sapanya.

“oh, Bora-ya. kau baik-baik saja?” tanya Hoya dari seberang.

Bora mengangguk tanpa sadar. “Ne Oppa. Nan gwaenchana. Bagaimana denganmu?”

“Aku juga baik-baik saja. Bora-ya, sebentar aku akan ke Busan untuk syuting. Senang rasanya kembali ke kampung halaman.” Ceritanya.

Bora berjalan pelan menuju kelasnya tanpa melepas perhatiannya pada telpon yang sedang berada di telinganya. “Oh, aku juga senang mendengarnya Oppa. baik-baiklah disana. Aku juga akan ke Nampo-do besok. Eomma menyuruhku pulang. Sepertinya ada keperluan mendesak.”

“Yasudah, kau juga hati-hati. Aku akan telepon nanti. Rehearsal sudah mau mulai. Annyeong Bora-ya.”

“Eoh, Oppa.” Bora kemudian menutup menutup teleponnya dan masuk kedalam kelasnya.

*

To: Hoya Oppa

Aku sudah di depan rumah. Bagaimana kabarmu? Jangan telat makan. Dan jagalah kesehatanmu. Fighting ^^

Bora membuka pintu rumahnya yang terakhir kali ia kunjungi saat natal kemarin. Riuh suara terdengar ketika ia melangkahkan kakinya kedalam.

“Anyeonghaseyo..” sapanya. Riuh suara itu meredam, berganti dengan suka cita orang yang menyambutnya.

“Bora-ya, kau sudah sampai? Kau baik-baik saja? Baiklah, kita langsung makan siang saja. Ayo sini bora-ya.” eomma Bora segera menarik lengan Bora menuju ke kursi. Bora tersenyum sopan kepada semua keluarganya yang berada didalam rumah.

Bora mengambil mangkok sup ayam dan menyendoknya. Mencoba mencicipi makanan ibunya. Kembali merasakan rumah.

“Tidak apa-apa kan kalau kau pulang besok? Kita harus menghadiri makan malam sebentar.” kata eommanya.

“Untuk apa?”

“Kau akan lihat nanti.” Ucap eomma sambil tersenyum misterius.

*

Keesokan harinya. 2012

Bora berjalan gontai menuju kamarnya. Ia tidak melihat siapapun dirumah saat ini. Mungkin Hyojin eonninya sedang berada di luar.

Tak lama kemudian pintu didepan kamarnya terbuka dan hyojin keluar hanya mengenakan pakaian rumah.

“Kau sudah pulang?” tanyanya. Bora hanya mengangguk pelan kemudian masuk kedalam kamarnya.

“Kau.. kudengar bibi ingin menjodohkanmu dengan anak temannya.” Kata Hyojin hati-hati. Bora menghela napas lalu menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur.

“Bagaimana denganmu? Apa kau akan menuruti keputusan mereka?” tanyanya lagi. Kali ini Hyojin memutuskan untuk duduk di pinggir tempat tidur dan mengawasi adik sepupunya itu dengan khawatir.

“Aku ingin sendiri, eonni.” Sahutnya lemah. Hyojin mengangguk mengerti dan segera keluar dari kamar Bora.

Sepeninggal Hyojin, Bora merenung. Beberapa kejadian yang tidak pernah ia harapkan terjadi secara beruntun di hidupnya. Mungkin memang kebahagiaan tak selamanya ada. Seperti tombol lampu yang bisa dinyalakan dan dimatikan. Ironis.

HP Bora yang ia set silent berkedip-kedip. Menunjukkan nama Hoya dilayarnya. Bora menghela napas. Apa yang akan lakukan sekarang?

Bora hanya membiarkannya tak terangkat. Memejamkan matanya, ia terus melanjutkan keputusan-keputusan yang harus ia ambil dalam saat seperti ini.

Di luar, HP Hyojin berdering. Ia tertegun membaca nama penelponnya sebelum mengangkatnya.

“Ya Hoya ssi? Bora? Ia sedang tidur… Ya, ia sudah sampai.. mungkin perjalanan membuatnya kecapaian.. ya nanti kalau sudah bangun akan ku sampaikan.. baik..”

Hyojin menatap sedih pada daun pintu kamar adiknya itu. Ia mengerti, adiknya pasti sangat kebingungan sekarang.

*

Untuk kesekian kalinya, Bora menekan tanda panggil di kontak Hoya, namun tak ada jawaban. Namun ia tak menyerah, ia tetap menghubunginya sampai laki-laki itu mengangkatnya.

Perjuangannya tidak sia-sia, entah panggilan keberapa, Hoya mengangkatnya, ia terdengar capek dari seberang.

“Halo, kenapa Bora-ya? maaf tadi aku sedang syuting.” Suara Hoya dari seberang membuat darah Bora berdesir. Betapa ia merindukan laki-laki ini.

“Aniyo oppa. Aku hanya rindu padamu. Kalau kau sempat, bisakah kita bertemu?”

Terdengar helaan nafas dari seberang. “Aku tidak yakin Bora-ya. jadwal-jadwal ini terlalu penat buatku.”

“Kau sudah makan kan? Jangan membuat banyak orang khawatir oppa. kalau kau sakit, makin banyak hati yang lebih sakit. Jagalah kesehatanmu. Aracchi?”

Terdengar nada suara Hoya yang riang dari seberang. “Ah, terima kasih telah menghawatirkanku, Bora-ya. aku sekarang sangat rindu padamu.”

Tak lama tidak ada percakapan diantara mereka. Hening. “Bora, sepertinya syuting sudah mau dimulai, aku tutup ya.”

“Changkamman oppa.. eng..” Bora merasa ragu-ragu sebentar. “ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang keputusan eommaku…”

 

*

“CUT!” sutradara drama yang akan dibintangi oleh Hoya sedang mengacungkan naskah script yang dipegangnya pada Hoya. “Kau ini kenapa? Sepertinya tadi kau baik-baik saja sebelum istirahat. Apa ada masalah denganmu?

“Aniyo, hyung.” Jawab Hoya pendek.

“Yasudah, kita akan ulang lagi bagian ini. Usahakan fokus Hoya-ssi. Ready?… action!”

Dan semuuanya berakhir ketika Hoya telah menyelesaikan adegannya setelah sembilan kali cut. Kata-kata Bora di telepon tadi mempengaruhi keadaan otaknya sekarang.

Oppa, eommaku ingin menjodohkanku dengan anak temannya. Namanya Kang Minhyuk.

Hoya terpekur di kursi yang sedang ia duduki. Kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Apa kau ada masalah, Hoya-ssi?”

Hoya menurunkan tangannya dari wajahnya dan melihat Eunji, aktris utama drama yang ia bintangi sekaligus teman dekatnya diantara member girlgroup lainnya.

Hoya mengangguk. “Tapi itu tidak penting.” Jawabnya. Eunji memandangnya tak percaya.

*

All, I understand, I understand because I love. – Leo Tolstoy

Bora sedang membaca sebuah novel mega best seller Jane Austen yang berjudul pride and prejudice ketika HPnya bergetar, tanda sms masuk.

From: Hoya Oppa.

Bagaimana kalau kita ketemu sebentar malam di cafe yang sama? Ada yang ingin kubicarakan padamu.

Bora tersenyum. Akhirnya! Batinnya. Ia juga ingin mengatakan sesuatu padanya.

To: Hoya Oppa.

Ya.

Pukul 9 malam..

Bora masih membaca buku Pride and Prejudice nya sambil sesekali melirik kearah pintu yang terlihat jelas dari tempatnya meskipun saat ini tempatnya sangat tertutup. Ia merasa tidak konsentrasi dalam membaca karena menunggu Hoya yang tak kunjung datang.

Lima menit kemudian, Hoya datang tanpa memakai makeup dan memakai kacamata sehari-harinya dirumah. Laki-laki itu dengan cepat kemudian duduk di depan Bora.

“Oppa,” ucap Bora memulai percakapan. “Aku juga punya hal yang ingin dikatakan.”

Hoya mengangguk, “Katakanlah.” Sahutnya.

Bora menarik napas kemudian menghembuskannya dengan pelan sebelum berbicara. “Aku sudah memutuskan..” ia berhenti sejenak. Hoya masih diam, menunggu kalimat selanjutnya dari  perempuan didepannya ini. “….untuk menolak perjodohan ini. Aku memilihmu oppa. eomma mungkin akan memarahiku, tapi tidak apa-apa. Aku..” ucapan Bora terpotong oleh kalimat yang keluar dari mulut Hoya.

“Jangan! Bora-ya, aku juga punya hal untuk dikatakan. Dan dengarkanlah baik-baik.” Hoya menunduk, menatap kearah meja. “Terimalah keputusan eomma mu. Kau akan bahagia dengannya. Tidak denganku. Jadi….. kau harus bertunangan dan menikah dengannya. Kau harus pergi dan berbahagia denganya…”

Bora kehilangan kata-kata. Kalimat yang dikeluarkan oleh Hoya benar-benar membuatnya kaget. Setelah mengakhiri shockya, ia perlahan berkata,“Apa maksudmu?”

“Kita harus putus…”

Merka terdiam sejenak. Terdengar suara lagu yang terputar melalui speaker cafe.

“Kau serius?” tanya Bora lagi.

Hoya mengangguk pelan tanpa membuat kontak mata pada Bora. “Ya, aku serius.”

Hati Bora mencelos mendengarnya. Ia berusaha keras menggigit bibirnya agar cairan bening tidak keluar melalui matanya. Hening tercipta diantara mereka berdua.

“Aku mengerti…” jawabnya susah payah. Sekuat tenaga ia tahan air matanya agar tak keluar. “Kau bilang kita harus putus kan?”

Tidak ada jawaban dari Hoya. Bora kemudian melanjutkan. “Aku rasa semuanya hanya sampai pada titik ini. Hiduplah dengan baik.” Kini air mata sudah menggelinang di sekitar matanya. Bora menahan diri agar tidak berkedip. Mencegah Hoya melihatnya dalam keadaan menangis.

Hoya tertegun. Namun dengan cepat menguasain dirinya. “Maafkan aku. Dan.. bahagialah, Bora-ya…”

Ia kemudian meninggalkan Bora, keluar dari cafe tanpa menoleh ke belakang.

Air mata Bora kemudian mengalir pelan diatas pipinya. Bersamaan dengan rasa sakitnya. Entah kebetulan, bertepatan dengan perginya Hoya, cafe tempatnya sekarang memutar lagu Don’t Say Goodbye yang dinyanyikan oleh Davichi.

At your cold words, I sank down

As if the world crumbled down, tears fell.

If this moment passes, if this moment is over,

We will be separated forever.

I love you, i love you to death.

Don’t leave me……..

 

Tak lama kemudian, Bora bangkit. Menghapus sisa airmatanya, Memasukkan novelnya ke dalam tas, dan keluar dari cafe itu. Siap meninggalkan kenangannya dan Hoya dalam cafe ini.

*

Love, the reason i dislike that word is that it means too much for me, far more than you can understand. – Leo Tolstoy.

Bora menatap dua novel favoritnya yang terletak di atas meja. Ia berpikir bahwa ia bisa menjadi mereka. Anna dan Juliet. Ia menganggap bahwa niatnya untuk memperjuangkan cintanya kepada Hoya, seperti Anna yang bersedia mempertaruhkan segalanya demi Vronsky—pria yang ia cintai. Seperti Juliet yang bersedia mengorbankan segalanya demi Romeo—pria yang sejak pertama menarik perhatian dirinya.

Bora kini tahu, ia hanya seorang gadis biasa dengan mimpi yang tinggi—yang bahkan tidak bisa melindungi cintanya. Bermimpi dan melupakan realitas dunia yang sekarang ia hadapi.

Kini ia mengerti bahwa dirinya harus menyerah. Menyerah bahwa ia bukanlah seorang perempuan tegar. Bukan seorang gadis yang kuat. Bora menyerahkan semua. Ia menyerah kalah. Seperti Anna yang melompat ke depan sebuah kereta yang datang dengan kecepatan tinggi. Seperti Juliet yang menyerahkan dirinya kepada sebuah belati milik Romeo yang tergeletak begitu saja.

Ia juga begitu. Namun tidak dalam jalan yang ekstrim seperti itu. Ia hanya akan menutup lembarannya bersama Hoya. Menulis kalimat selesai pada akhir buku itu. Dan membuangnya jauh-jauh.

Ya. Melupakannya. Melupakan cinta pertamanya yang menyakitkan.

*

Love is the greatest of dreams, yet the worst of nightmare. – William Shakepeare

January 2011

Hoya berjalan pelan menikmati suasana musim dingin di sekitar apartemennya. Tanpa sadar ia melewati gedung perpustakaan tempat ia menjemput Sungjong setahun yang lalu. Tempat ia pertama kali bertemu dengannya. Wanita yang ia biarkan pergi.

Hoya menghela napas dan membiarkan kata hatinya. Ia kemudian menyetop taksi yang lewat dan menyebutkan alamat cafe yang sering ia kunjungi bersama Bora.

Setelah sampai, Hoya menatap lama bangunan ini. Masih sama seperti ingatannya setahun lalu. Membayangkan rasa senang Bora ketika memasuki tempat ini. Mengharapkan ketika ia masuk, Bora akan menunggunya dengan novel-novel luar negerinya, dan akan tersenyum jika Hoya duduk didepannya dan memesankannya lemon tea kesukaannya.

Hoya tersenyum miris dan kemudian melangkahkan kakinya dan membuka pintu cafe tersebut. Ia merasakan aroma yang sama seperti dulu. Hatinya merasa hangat. Kenangan ini raasanya tak akan mudah pergi.

Hoya kemudian melirik kursi yang sering ia tempati bersama Bora dulu. Kursi itu sekarang diisi oleh dua orang pasangan yang saling tertawa. Sang gadis memegang sesuatu di tangannya. Sebuah novel. Ini membuatnya sedikit tercengang.

Hoya baru akan duduk di salah satu tempat yang kosong saat matanya menangkap sesuatu. Seorang gadis berambut sebahu yang sedang duduk di kursi yang berjarak dua meja dari tempat pasangan yang tadi dilihatnya.

Dan gadis itu tak sendiri. Ia bersama seorang lelaki.

Mata Hoya berkilat. Ia mengenali gadis itu. Mengenali hidung mancungnya, bibir tipisnya, dan matanya yang berwarna cokelat… meskipun kini gadis itu mengubah style rambutnya.

“Bora-ya…” lirihnya.

Tiba-tiba Hoya melihat Bora tertawa lepas. Sama seperti ketika mereka bersama. Tertawa, tanpa beban. Tertawa bahagia.

Kemudian tanpa sadar mata Bora bersebobok dengan mata Hoya, membuat gadis itu seketika menghentikan tawanya. Meninggalkan raut shock di wajahnya.

Hoya yang tidak ingin melihat pandangan ini, segera berlari keluar dari cafe itu. Memaksa kakinya pergi dari cafe itu. Tanpa tahu arah, kakinya melangkah kearah taman sangat sepi.

Apa dia Kang Minhyuk? Tanyanya dalam hati. Apa dia benar-benar bahagia bersamanya? Kalau begitu tidak apa-apa. Setidaknya ia bahagia. Begitu pikir Hoya.

Tapi tidak dengan hatinya. Hatinya terasa seperti tertusuk pisau tajam. Hatinya seperti dikoyak-koyak dan tak bisa meloloskan diri.

Apa yang aku lakukan sekarang? Pikir Hoya. Aku harus tersenyum. Dia bahagia. Gadis yang kau lepaskan sudah bahagia. Ia menemukan penggantimu. Ia menuruti saranmu dengan baik.

Hoya terduduk di salah satu kursi taman itu. Menutup mukanya dan menyandarkan sikunya di paha. Entah keberapa kalinya, Hoya kembali menyesali keputusan yang pernah ia ambil.

*

Our scars make us know that our past was for real. – Jane Austen.

Maret, 2013

Hoya mengambil mic yang disodorkan oleh salah satu staff dan membiarkan stylistnya mengatur rambutnya sambil berlatih vokalnya. Hari ini Infinite akan comeback di panggung M! Countdown untuk mini album keempat mereka. New Challenges.

“Kalian siap?” tanya salah satu staff panggung kepada semua member Infinite.

“Ne.” Seru mereka kompak. Kemudian Sunggyu mengumpulkan mereka bertujuh dan memulai cheer mereka.

Mereka kemudian menumpuk tangan mereka dan siap berteriak. “Hana, dul, set. Fighting!”

Tak lama kemudian layar didepan member INFINITE terbuka, dan mengikuti instruksi, mereka bertujuh keluar. Hoya mengambil tempat di ujung sesuai rehersal lalu mengangkat mic nya. Bersiap menyanyikan partnya yang terletak di awal.

Nunmuri naojil anha gwaenchanhajin jul algo

(Tears won’t come – I thought I’d be okay)

 

Hoya kemudian menurunkan micnya. Setelah ini adalah part Woohyun.

 

Oraenmane i georie naseon geon silsuyeonna bwa

(So I came to this street for the first time in a while But I guess it was a mistake.)

 

Hoya seketika melihat Bora diantara penonton. Gadis yang memporak-porandakan hatinya sedang melihatnya dibarisan penonton.

Hoya berkedip. Mencoba menkonfirmasi penglihatannya. Tapi benar, didepannya adalah Bora. Untuk apa ia kesini?

Annyeong chagapdeon neoui

(Goodbye – your cold)


Annyeong geu moksoriga

(Goodbye – your voice)


Nal seuchyeoganeun baram sogen yeojeonhae

(Is still in the wind that passes by me)

Hoya melihat Bora tersenyum kearahnya. Melambaikan tangannya sebentar dan mengacungkan jempol padanya. Apakah ini mimpi? Pikir Hoya.

 

Neoneun eodijjeume isseulkka eotteoke jinaelkka

(I wonder where you are and how you’re doing)


Naui geuriumi danneun gosen isseulkka
(Are you at the place where my longing touches?)

Hoya masih melihat Bora yang sekarang sedang mengangguk seakan membenarkan setiap kalimat dari lagu yang kini dinyanyikan oleh Infinite. Sekali lagi, apakah ini mimpi? Kalau iya, ia tidak ingin dibangunkan.

Eojjeomyeon neodo eojjeomyeon nawa gateun baraemdeullo geuriwohalkka
(Maybe, maybe are you longing for me with the same hopes?)

Naneun niga eobseo himdeureo modeunge eoryeowo
(It’s so hard for me without you, everything is hard)

Sumswineun sungan mada ni saenggagi goerophyeo
(In each moment I breathe, thoughts of you torture me)

Aesseodo aesseodo
(I try and I try but)

Doesarananeun neoui heunjeoge nan duryeowo

 (Your traces come back to life and I’m afraid)

 

Uri cheoeum soneul japdeon eosaekhan geu nalcheoreom
(Like that awkward day when we first held hands)

 

Honja jinaen naui haruharudo ajigeun eosaekhae

(My days spent alone still feel awkward)

 

Deodin huhoe heotdoen baraem
(Late regrets, pointless hopes)

Geuraedo nae mameun dasi neol doechatgo sipeo

(But still, my heart wants to find you again)

 

Bogo sipeotdago mianhaesseotdago

(I miss you, I am sorry)


Seotulleotdeon naega manhi huhoe hago itdago
(I regret being not good enough for you)

Neoege neoege
(To you, to you)

Yonggillaeeo malhago sipeunde neon eodie

(I want to take courage and tell you those things)

 

Eodie neon eodie

(Where, where are you)

 

Naui geuriumi danneun gose neo isseulkka

(Are you at the place where my longing touches)
Setelah Sunggyu mengucapkan lirik terakhir lagu ini, Mata Hoya masih fix kepada Bora. Kemudian ia melihat gerakan mulut Bora mengucapkan sesuatu.

Saranghae!

Gadis itu kemudian berbalik dan berlalu dari pandangan Hoya seiring masuknya member Infinite ke belakang panggung. Sungyeol yang berada di sampingnya segera menyadarkannya. Ia pun mengikuti Sungyeol masuk ke belakang panggung.

*

 

If you love and get hurt, love more.

If you love more and hurt more, love even more.

If you love even more and get hurt even more,

love some more until it hurts no more. – William Shakespeare.

Sekitar jam 9 malam, member Infinite sudah sampai di dorm dengan diantar oleh van hitam. Mereka bertujuh kemudian berbondong-bondong turun dan masuk kedalam dorm.

Tapi tidak dengan Hoya. setelah meminta izin pada manager bahwa ia harus membeli sesuatu di mini market, ia dengan cepat melesat, menghentikan sebuah taksi dan pergi ke satu tempat yang akan menjadi jawabannya.

Tidak lama, ia sampai di tempat tujuan. Tempat yang menyimpan mimpi indah dan mimpi buruknya.

Ia kemudian melangkah masuk kedalam cafe itu. Dugaannya betul, disudut tempat mereka sering menghabiskan waktu, duduk gadis berkardigan ungu. Membaca sebuah novel.

Hoya merasa hatinya menghangat. Ia benar-benar menyayangi gadis ini.

Ia kemudian melangkah kedepan Bora. Menyunggingkan senyum tipisnya.

“Annyeong..” sapanya.

Bora mengangkat kepalanya dari novel, dan sedikit terperanjat ketika melihat Hoya sedang berdiri didepannya.

Hoya kemudian duduk. Mereka berdua diselimuti oleh keheningan. Sama-sama mengatur detak jantungnya yang semakin berdetak cepat.

“Ada apa—“

“Ada yang—“

Hoya dan Bora mengatakannya bersamaan. kemudian mereka terdiam sesaat dan kemudian tertawa kecil.

“Kau duluan.” Kata Hoya menyilakan Bora untuk bertanya duluan.

Such a gentleman.” Sindir Bora. “Aku ingin bertanya, ada apa kau kesini?”

“Oh, itu..” Hoya kemudian berubah salah tingkah. Lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ak—aku hanya  ingin bertanya. Apa kau datang ke studio tadi?”

“Ya.” jawab Bora santai. Kemudian meneguk lemon tea yang berada di depannya.

“Kau melihatku?” tanya Hoya lagi. Gadis itu mengangguk.

Mereka terdiam lagi. Hanya lagu yang terdengar dari speaker cafe mengisi kekosongan mereka.

“Aku..” Bora memulai kembali percakapan. “Maaf aku belum bisa melupakanmu. Jika kau bertanya padaku, berapa kali kau lewat dipikiranku, aku akan menjawab satu kali. Karena kau tidak pernah pergi.. dan kebetulan saat itu Hyojin eonni ingin ke studio melihat comeback kalian. Makanya…” Bora terhenti sejenak. Menarik napas, mengumpulkan keberaniannya bercerita dengan Hoya.

“Aku dan Minhyuk Oppa memutuskan menolak perjodohan. Minhyuk oppa mempunyai pacar, jadi aku menyuruhnya memperjuangkannya. Masalah perjodohan, eomma pertama memarahiku, karena aku menolaknya dan mengatakan bahwa aku tidak akan pernah menyukai Minhyuk oppa. Namun Minhyuk oppa memperbaikinya. Ia mengatakan bahwa dirinyalah yang memaksaku untuk menolak perjodohan.”

“Kemudian ayah dan ibu Minhyuk Oppa mengerti dan mencapai keputusan bersama orang tuaku, agar perjodohan ini ditiadakan.” Lanjutnya.

Gadis itu meraih cangkir lemon teanya lagi. Mencoba membasahi tenggorokannya karena berbicara terlalu panjang. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Sebuah kalung yang pernah Hoya berikan padanya!

“Ini masih kusimpan dan kupakai. Agar aku bisa merasakan bahwa kau dekat denganku. Singkatnya, aku menahanmu. Sulit, memang. Tapi hanya ini satu-satunya perjuanganku untukmu. Aku tidak mungkin membunuh diriku untuk melupakanmu. Karena kau..” Bora berhenti sejenak.

“Tidak terlupakan…..”

Hoya tertegun. Ia menatap lama gadis yang kini tersenyum lembut didepannya tanpa berkata apa-apa. Lidahnya terasa kelu. Ia merasa dadanya sesak. Bodoh! Umpatnya dalam hati.

“Aku tidak punya sesuatu untuk dibicarakan lagi. Lagipula sudah malam. Aku pulang dulu, Hoya-ssi.”

Gadis itu kemudian beranjak dari kursinya. Ia meninggalkan Hoya yang masih terpaku di kursinya.

Hoya masih tinggal, duduk dengan tatapan kosong. Masih sibuk dengan semua pikirannya, keputusan bodohnya, penyesalannya.

Seakan tersambar petir, Hoya bangkit dari tempatnya. Mencari Bora. Namun ia sadar, gadis itu telah pergi saat ia masih menyesali masa lalu. Ia kemudian berlari keluar cafe, menghentikan sebuah taksi dan menyebutkan alamat Bora dengan tergesa-gesa.

Kali ini ia tidak akan melepaskan Bora!

*

Hoya berlari kesetanan setelah turun dari taxi, menuju ke rumah Bora. Mencengkram pintu pagar sambil meneriakkan nama Bora berulang-ulang.

Menggoyang-goyangkan pagar rumah Bora dengan frustrasi. Berkali-kali memanggil nama gadis itu.

“Hoya-ssi?” panggil suara dari belakang.

Belakang?

Hoya terbelalak, lalu mebalikkan tubuhnya kebelakang dan mendapati Bora yang menenteng sebuah kantong plastik berlogo sebuah supermarket.

Hoya langsung berlari memeluk Bora, meski sedikit terhuyung, gadis itu berhasil menyeimbangkan tubuhnya.

Ia tersenyum kecil. Dirinya merindukan pelukan Hoya. Seperti ini. Sebentar saja seperti ini.

“Aku merindukanmu.” Bisik Hoya pelan. “Maafkan semua yang kulakukan padamu. Aku.. sangat mencintaimu… jangan pergi..”

Mata Bora berkaca-kaca, ia lalu membalas pelukan Hoya dan berbisik, “Na do, oppa. aku akan selalu berada disisimu. Jangan khawatir.” Ia berhenti sejenak. “saranghae..”

Hoya melepaskan pelukannya. Menatap sepasang bola mata cokelat Bora. “uri dasi sijakhalkka, Bora-ya?” Hoya tersenyum lembut, menunggu jawaban Bora.

Gadis itu mengangukkan kepalanya. Mengisyaratkan persetujuannya.

Diam sejenak, namun Hoya ingin mengambil inisiatif. Ia lalu memejamkan matanya dan mendekatkan kepalanya kearah Bora. Mencoba mencium gadis itu. Makin dekat.. makin dekat.. lalu tiba-tiba ia merasakan wajahnya mencium kantong plastik.

Hoya membuka matanya. Melihat kantong plastik belanjaan Bora menghalanginya untuk mencium gadis itu.

“Ah wae… sekali saja. Oke?” rajuk Hoya.

“Bukan begitu..” kata Bora “ sepertinya kau harus berbalik, oppa.” Hoya berbalik dan mendapati Hyojin dan L berdiri didepan pintu,  dengan cengiran lebar.

“Aniyo, silahkan lanjutkan aktivitas kalian. Jangan pedulikan kami.” Teriak Hyojin lalu tertawa geli.

“Omong-omong Hoya hyung, jangan mencium anak orang didepan pintu. Carilah tempat yang lebih privat. Kau kira ini drama, huh?” tambah L, dan kemudian disambut oleh tawa Hyojin.

Dengan muka merah menahan malu, Hoya berteriak. “Myungsoo-ya…. habis kau di dorm!”

Kkeut!

2 thoughts on “[FF Freelance] Still Miss You

Don't be a silent reader & leave your comment, please!