[FF Freelance] Autumn, Blossom of Love (Part 3)

ksunmi1248-autumn-blossom-of-love

Title : Autumn, Blossom of Love Part 3 || Author : 1248k-sunmi  || Rate : General|| Length : Chapter || Genre : Romance, Family  dan sedikit kekerasan || Cast’s : Kim Taeyeon [GG],  Jessica Jung [GG], Yesung [SJ],  Lee Donghae [SJ] || Credit Poster : Cocolollipop (cafeposterart.wordpress.com)  ||  Disclaimer : Inspired by various drama (salah satunya You’re my destiny), novel (salah satunya So I married the Antifan by Kim Eunjeong) and many songs ^.^

 Previous : Part 1, Part 2,

 

Seorang perempuan berlari menelusuri koridor dengan tumpukan beberapa map di tangannya. Sesekali ia akan menoleh pada jam tangan yang melingkar manis di tangannya lalu kembali memusatkan pandangannya pada orang-orang yang baru saja keluar dari  lift yang terletak beberapa meter di hadapannya. Dengan tenaga yang nyaris habis, ia terpaksa mempercepat larinya ketika mendapati tanda-tanda jika lift itu akan tertutup dan untungnya dengan tepat waktu tangannya berhasil meraih tombol lift dan menekannya.

Begitu pintu lift tertutup, perempuan itu hanya mendengar deru nafasnya yang memburu akibat berlari karena berlomba dengan waktu. Sebelah tangannya yang menganggur terangkat naik untuk mengusap peluh yang membasahi keningnya sambil mencibir kesal mengingat ini sudah tepat dua minggu ia mengabdi di perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Jika saja ia tahu akan seperti ini, ia tak akan menganggap semua hal yang terjadi padanya sebagai keberuntungan yang secara tiba-tiba datang padanya. Namun semuanya sudah terlanjur terjadi. Tangannya sudah terlanjur menari dengan lincahnya bersama pena di atas selembar kertas putih bernamakan kontrak dan pada akhirnya semua ini adalah wujud kesialan yang memang tak akan pernah henti menghantuinya.

“Kau!” Secara tiba-tiba, suara orang yang berseru dari balik punggung Taeyeon sukses membuat dirinya yang tengah mengatur napas tersentak kaget di tempatnya. Mendengar seruan mengejutkan yang begitu tiba-tiba itu, Taeyeon hanya balas berbalik dengan malas. Dan ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali ketika mendapati sosok yang ternyata sedari tadi berdiri di belakangnya.

“Oh, kau.” Balas gadis itu datar. Nampak sekali jika ia sudah kehabisan stok tenaga untuk sekedar berdebat meskipun mungkin saja hatinya berapi-api.

“Apa yang kau lakukan disini? Dan dimana setelan casualmu yang sama sekali tak enak dilihat itu?” Ketus perempuan itu dengan sinisnya dan Taeyeon sendiri yakin ia tak melupakan perempuan itu. Kwon Yuri.

“Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?” Tanya Taeyeon balik dengan nada dan ekspresi malas.

“Tentu saja kau tahu aku bekerja di sini memangnya apalagi yang akan aku lakukan, dan Hey! Aku bertanya padamu, siapa yang menyuruhmu untuk balik bertanya?”

Taeyeon berdecak menanggapi ucapan perempuan itu. Ini pertama kalinya mereka bertemu kembali setelah kejadian di lobby beberapa waktu silam. Awalnya Taeyeon berpikir, ia tidak akan berurusan dengan Kwon Yuri  lagi mengingat mereka bekerja di lantai dan bagian yang berbeda. Tapi sayang perusahaan ini memang tak seluas yang ia pikirkan. “Bukankah alasan kita sama? Memangnya menurutmu apalagi yang aku lakukan disini jika bukan bekerja?”

“Aah.. jadi kau sekretaris baru itu. Sekretaris baru yang di sebut-sebut berhasil menggagalkan acara interview perekrutan sekretaris baru dua minggu yang lalu. Aku jadi penasaran berapa kali kau menciumi sepatu Lee Sajangnim agar ia menerimamu bekerja secara cuma-cuma di perusahaan ini?” Sindir perempuan itu yang mau tak mau membuat tangan Taeyeon mengepal kuat karena emosinya tersulutkan.

Suara dentingan lift diam-diam membuat Taeyeon menghembuskan napasnya kecil. Setidaknya ia berpikir perdebatannya dengan Kwon Yuri akan berhenti ketika pintu lift di hadapannya terbuka. Dan tepat ketika pintu itu terbuka, Kim Taeyeon harus kembali menarik pemikirannya ketika dengan tiba-tiba Yuri menarik kerah baju kerjanya dan menyenggolnya dengan cukup keras hingga kertas-kertas di tangannya jatuh berhamburan di lantai.

Ups, sepertinya kau harus belajar untuk lebih berhati-hati.” Perempuan bernama Kwon Yuri itu berucap sarkatis dengan senyuman sinis yang sungguh membuat Taeyeon muak. Dan sebelum Taeyeon sempat menghujam gadis itu dengan ucapan-ucapan tak bersahabat, Yuri sudah lebih dulu berjalan meninggalkan Taeyeon yang sibuk meratapi dokumen-dokumen yang sudah tak beraturan di lantai.

Dengan perasaan kesal yang tak dapat ia tolerir lagi, Taeyeon meniupi poninya lalu dengan  pasrah berjongkok dan mulai memunguti kertas-kertas itu. Di tengah sibuk memunguti kertas-kertas itu, tiba-tiba saja Taeyeon merasakan tangannya bersentuhan dengan tangan seseorang yang membuatnya sontak mengangkat kepalanya hingga berhadapan langsung dengan wajah pemilik tangan itu.

“Biar aku bantu.” Ucap pria di hadapannya sambil tersenyum lembut yang sukses membuat Taeyeon terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali memunguti kertas-kertas itu.

Setelah semua kertas itu terkumpul, pria itu menyodorkan sebagian tumpukan kertas yang berada di tangannya dan Taeyeon merima tumpukan kertas itu dengan malu-malu. “Kamsahanida, Tuan.” Ucapnya sambil tersenyum canggung.

Pria itu kembali tersenyum lalu tanpa sengaja matanya menangkap id card yang tergantung di leher Taeyeon yang membuat senyumannya makin lebar dan seolah penuh arti. “Sepertinya kita akan tempat yang sama, kau tak keberatan kan jika kita berjalan bersama?” Tanya pria itu yang seketika berhasil membuat pipi Taeyeon bersemu merah karena malu.

“Kau keberatan? Atau… kau tidak meuju ruangan Lee Jongwoon?”

Taeyeon menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ani.. aku sama sekali tidak keberatan. Tapi darimana anda tahu aku akan ke sana? Dan… apakah anda sudah membuat appointment?”

Donghae kembali tersenyum. “Sebut aja itu sebagai bagian dari insting tajamku dan apa aku juga harus membuat appointment untuk bertemu hyung-ku sendiri?”

Senyuman malu seorang Kim Taeyeon seketika lenyap tergantikan dengan mulutnya yang ternganga lebar. Dan seolah mengerti penyebab berubahnya ekspresi wajah Taeyeon, pria itu menjulurkan tangannya dengan percaya diri.

“Perkenalkan. Lee Donghae, adik CEO Lee Jongwoon.”

 

ÒÒÒÒÒ

 

“Tiga menit empat puluh lima detik, kau pikir itu waktu yang begitu sebentar hingga kau sia-siakan begitu saja seperti ini. Dan apa ini?! Aku memintamu membawakanku copy berkas yang harus aku tanda tangani, bukan kertas-kertas yang di susun secara asal dan bahkan sudah kusut seperti ini. Tak bisakah kau bekerja lebih serius lagi, Kim Taeyeon-ssi?!” Bentak atasannya sambil berdiri dari kursinya dengan ekspresi marah bak singa yang siap menyantap mangsanya. Taeyeon yang tak bisa berkutik hanya berdiri di tempatnya dengan mata  terbelalak. Astaga, ternyata dugaanku sejak awal memang benar. Ia benar-benar sok perfeksionis!

“Aku beri kau kesempatan untuk menjelaskan, apa alasanmu atas kekacauan yang buat hari ini?” Tanya pria itu dengan nada menggertak yang masih menyertai ucapannya.

Taeyeon hanya memasang ekspresi wajah santai, tenang dan datarnya. Gertakan yang tak ada habisnya dari atasannya itu sudah ia prediksi sejak ia bertemu dengan pria bernama Kim Jongwoon itu sebagai sepasang atasan dan sekretaris baru, bukan sepasang manusia yang berkencan tentunya. Namun semua itu bukan masalah yang berarti untuknya. Ia sadar betul apa yang menjadi alasan paling mendasar diterimanya ia di perusahaan ini dan ia juga sadar akan kesalahannya beserta segala konsekuensi yang mungkin ia hadapi nantinya.

Josonghamnida.” Ucap gadis itu tanpa ekspresi dan membungkuk hormat. Ia sama sekali tak memperdulikan atasannya yang menatapnya tak habis pikir dan seorang pria lainnya yang sebenarnya sedari tadi hanya tersenyum tidak jelas melihat siaran langsung drama antara atasan dan sekretarisnya itu.

“Aku akan berusaha untuk bekerja lebih baik lagi untuk kedepannya. Sama seperti anda yang juga harus berusaha untuk menjadi atasan yang lebih baik lagi. Aku akan membuat membuat copy berkas yang baru sehingga sore ini anda sudah bisa menandatanganinya. Permisi.” Sungguh bukan respon yang dibayangkan. Tanpa rasa takut, gadis itu berucap dan membungkukan badannya sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu. Kini kedua pria di ruangan itu melongo tak percaya dengan ucapan gadis itu. dan diam-diam Lee Donghae menganggukkan kepalanya. Lembaran kisah baru, sepertinya akan menarik.

Begitu gadis itu pergi, Jongwoon menghembuskan napas panjang sambil melonggarkan ikatan dasi di lehernya. Wajahnya yang nampak seperti seseorang yang kalah telak benar-benar membuat Lee Donghae tidak tahan untuk terkikik geli.

“Tidak lucu!” Judes Jongwwon sambil menatap adiknya itu dengan tatapan tajam.

Tak memperdulikan ucapan kakaknya itu, Donghae malah memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih santai di sofa ruangan kerja Jongwoon. “Kejadian tadi memang tidak selucu itu. Tapi hal yang benar-benar lucu adalah bagaimana hebatnya kau membatalkan acara interview itu lalu mendapat seorang pengganti yang tepat. Aku jadi membayangkan apabila acara interview itu benar-benar terjadi dan justru gadis itu terlewatkan. Nasibmu pasti tidak akan berubah seperti halnya sekarang.”

Jongwoon sedikit mendelik namun dengan sorot mata penuh pengelakan. “Aku? Berubah? Ya! Kau sudah terlalu lama meningglkan Seoul, dan semua itu hanya perasaanmu.”

Donghae menggelengkan kepalanya dan menggerakkan telunjukanya seolah menyalahkan Jongwoon. “Tanpa berpikir panjang, kau langsung menerima gadis itu untuk bekerja dengan alasan yang tidak jelas setelah melihat foto dan biodatanya secara sekilas. Tapi begitu gadis itu sudah bekerja untukmu, kau dengan mudahnya murka hanya karena tumpukan kertas. Aku tidak tahu apa masalahmu dengan gadis itu, tapi keliatan sekali jika masalah kecil yang gadis itu perbuat benar-benar kau manfaatkan untuk melampiasakan emosimu. Dan sifat kekanankan seperti itu bukan karakter yang biasa kau tunjukkan hyung.”

Jongwoon dengan cepat membuang muka. Ia bisa merasakan pipinya panas. Apa ia salah tingkah?

“Itu hanya perasaanmu.”

Donghae kembali terkikik geli mendapati kakaknya itu salah tingkah. “Selain kepribadiannya yang sungguh di luar ekspektasi, ia juga wanita yang cantik. Sepertinya aku bisa memasukannya ke dalam target.” Ucap pria itu sedikit menggoda.

“Ya! Daripada kau mendekati gadis tomboy dengan jiwa kriminal seperti sekretarisku itu, menagapa tidak kau urusi saja waiting list-mu itu? Lagipula, apa yang kau lakukan disini? Jika kau hanya datang untuk merecokiku lebih baik kau pergi saja, aku benar-benar sibuk!”  Ucap Jongwoon sambil kembali duduk dan mulai memfokuskan pandangannya pada laptop dihadapannya.

Dasar tidak pandai berakting. Kena kau Kim Jongwoon!

 

ÒÒÒÒÒ

            Taeyeon membanting tubuhnya diatas kursi kerjanya. Sejak menjadi sekretaris seorang Kim Jongwoon ia kerap merasakan jika kepalanya akan pecah. Tak jarang ia akan menggerutu ataupun berbicara sendiri melampiaskan perasaannya begitu ia berkesempatan untuk melepaskan topeng wajah kerennya ketika pria itu tak ada di sekitarnya. Pasalnya atasannya itu bukanlah atasan baik hati yang dapat ia agung-agungkan atau hormati setiap saat. Atasannya itu adalah seorang pria yang berada di akhir usia dua puluhan dengan watak angkuh dan sok perfeksionis. Belum lagi acara kencan buta terkutuk yang menjadi cikal bakal betapa tidak bersahabatnya sikap pria itu kepadanya. Tak ayal jika dua minggu ini semua perintah sang atasan harus dipenuhi meskipun terkadang perintahnya agak tidak masuk akal. Mulai dari pekerjaan perusahaan yang menurutnya bisa di toleransi hingga berbagai perintah di luar urusan perusahaan seperti menyiapkan sarapan dan makan siang, packing untuk perjalanan bisnis dan bahkan membangunkan pria itu di pagi hari di hari-hari tertentu. Ia benar-benar merasa lebih pantas disebut asisten pribadi ketimbang sekretaris seorang CEO.

Taeyeon meletakkan dengan letih kepalanya diatas map-map yang berisikan berkas-berkas baru yang telah dicopy sesuai janjinya pada Jongwoon. Namun rasa lelah yang benar-benar menghantui jiwa dan raganya membuatnya  tak perduli jika map-map itu nantinya ketempelan bedaknya atau bahkan keringatnya yang berpotensi besar menumbuhkan tanduk di kepala Jongwoon.

“Permisi, apa benar ini ruangan Kim Jongwoon?” Taeyeon mengangkat kepalanya  dengan spontan dari meja ketika sebuah suara mengagetkannya. Seorang gadis cantik dengan busana yang memiliki nilai fashionista tinggi  yang nampak begitu memukau dikenakan oleh gadis itu tengah berdiri di hadapannya. Gadis itu tak asing, bahkan Taeyeon yakin ia sama sekali tidak melupakan gadis itu.

“Kau?” Ucap Taeyeon dengan suara yang cukup kecil hingga nyaris terdengar seperti bisikan sementara Gadis di hadapannya mengernyit bingung.

“Kau mengenalku? Aku tidak ingat jika aku pernah memiliki kenalan dari perusahaan ini kecuali keluarga pemilik perusahaan ini.” Balas gadis itu dengan nada datar dan dingin namun terselip sedikit rasa penasaran. Terdengar sedikit sombong memang, tapi itulah kenyataannya.

“Tentu saja, seluruh Korea mengenalmu. Kau Jessica Jung. Kau adalah public figure yang tak akan pernah ada habisnya untuk di bahas di media. Dan tentu saja tak mengherankan jika public figure sepertimu tidak mengenalku yang hanya bekerja sebagai sekretaris di perusahaan ini.” Balas Taeyeon terdengar sedikit sinis.

Gadis bernama Jessica itu berdecak tidak sabar. Taeyeon memang tak mengucapkan satu katapun yang berpotensi menjelek-jelekkannya. Tapi yang menjadi masalah baginya adalah nada bicara Taeyeon. Ia yakin sekali ada maksud di balik ucapan sarat akan sarkasme dari gadis itu. Namun di sisi lain, Taeyeon sadar ia tak bisa menyalahkan seorang Jessica Jung begitu saja. Ia bukanlah siapa-siapa bagi gadis itu. Kejadian malam itu  terjadi setelah percakapan mereka yang hanya sebatas melalui telepon tanpa tatap muka sedikitpun.

“Apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Bisakah kau berbicara dengan jelas? Kau hanya membuang-buang waktuku. Tak bisakah kau bekerja sebagaimana mestinya seorang sekretaris bekerja? Panggil atasanmu itu dan suruh ia menemuiku sekarang juga. Aku benar-benar tak memiliki waktu untuk meladenimu.”

“Tentu saja aku akan bekerja sebagaimana seorang sekretaris. Dan perlu anda ketahui, tidak ada janji dengan sorang Jessica Jung di jadwal tuan Lee hari ini. Bisakah anda membuat janji terlebih dahulu?” Ucapnya sedikit sinis namun ia tetap berusaha tersenyum meskipun ia tahu senyumannya akan nampak begitu aneh.

“Apakah aku sebagai tunangannya harus mengikuti semua jadwal bodoh itu? Dan jika suatu saat nanti aku menjadi istrinya, kau mau jika pekerjaanmu ini harus menjadi taruhan atas perlakuan tak menyenangkan yang kau tujukan padaku, nona sekretaris?”

Taeyeon mendesis geram. Selalu saja seperti ini jika ia harus menghadapi orang-orang yang akan menang karena kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki. Dan dengan kemarahan yang tiba-tiba saja membuat hatinya panas, Taeyeon berdiri dari duduknya. Sejenak ia melirik gadis itu dengan pandangan geram. Dan dengan langkahnya yang mendadak terasa berat ia mendekati pintu ruangan atasannya dan menarik naas dalam-dalam sebelum membuka itu dengan perlahan.

 

Suara pintu yang terbuka cukup ampuh mengalihkan perhatian Jongwoon yang sedari tadi mencoba membuat dirinya nampak sibuk dengan laptopnya  dan  Donghae yang sedari tadi hanya duduk santai dengan sebiah majalah otomotf di tangannya. Kedua mata pria itu seketika terkunci pada sosok yang baru saja meninggalkan ruangan sekitar satu jam lalu dan kini tengah berdiri di ambang pintu dengan raut muka yang tak dapat mereka pahami.

Jongwoon berdeham, “Apa kau sudah mengopi ulang semua berkas itu Taeyeon-ssi?” Tanyanya berusaha membuat suasana canggung yang tiba-tiba saja datang agar lebih terkendali.

“Sudah sajangnim.” Ucap gadis itu singkat lalu kembali terdiam di tempatnya.

Jongwoon menatap gadis itu bingung. “Lalu mengapa kau diam? Mengapa tidak kau ambil berkas-berkas itu dan biarkan aku menandatanganinya? Bukankah lebih cepat lebih baik?”

“Sebenarnya tujuanku datang kemari karena ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda…..” Balas gadis itu dengan suara yang begitu kecil seolah menjawab kebingungan Jongwoon.

“Bukankah di jadwal yang kau berikan padaku aku tak memiliki janji dengan siapapun kecuali kunjungan ke department store siang ini? Dan bukankah kau seharusnya tahu apa yang harus kau lakukan jika ada tamu yang tak diundang atau tamu di luar jadwalku itu?”

“T—Tapi t-tuan—“

“Tak bisakah kau membuat pengecualian untuk calon tunanganmu, tuan Lee Jongwoon-ssi?” Ucap seorang gadis dari balik punggung Taeyeon secara tiba-tiba. Tanpa memperdulikan Taeyeon yang berdiri di depannya, Jessica—gadis itu berjalan begitu saja menereobos tubuh Taeyeon hingga hampir saja gadis itu terjatuh jika ia tak berpegangan pada dinding di samping pintu. Wajah gadis itu memancarkan senyuman angkuh di tambah dengan dagunya terangkat naik. Untuk beberapa saat gadis itu mampu bertahan pada senyuman angkuhnya, namun senyumannya nampak mulai meragu ketika ia menyadari tidak hanya dirinya, Jongwoon dan sekretaris Jongwoon saja yang ada di ruangan itu. Masih ada satu orang lagi. Seorang pria yang kini tengah menatapnya dengan tatapan terkejut dan tertarik dalam waktu yang bersamaan. Lee Donghae.

“Apa-apaan ini,” Jongwoon menyeringai lalu tersenyum sinis sebelum melanjutkan ucapannya. “Jika kalian sedang mengadakan pertemuan antara komplotan penipu ataupun antara Jung Sooyeon palsu dan Jung Sooyeon asli, aku rasa kalian tak perlu repot-repot datang ke ruanganku seperti ini. Lagipula tak bisakah kalian mengadakan pertemuan di luar arena perusahaan ini?”

Jessica ternganga di tempatnya. Pada akhirnya ia mengerti ucapan sekretaris Jongwoon beberapa saat yang lalu. Tentu saja seharusnya ia tahu gadis itu, gadis itu adalah gadis yang ia temui di The Stephi dan gadis yang pada akhirnya ia pinta  menyamar menjadi dirinya untuk bertemu dengan pria di hadapannya. Tunggu! Lee Jongwoon? Sekretarisnya? Apa-apaan ini?!

Ucapan sinis Jongwoon seolah sama sekali tak berefek merobohkan seorang Jessica Jung. Dengan cepat otaknya dapat menyimpulkan keganjalan yang ada di hadapannya. “Bukankah kau seharusnya berhutang terimakasih padaku, Tuan Lee? Berkat kencan itu kau bisa mendapat sekretaris baru seperti saat ini?” Tantangnya dengan penuh percaya diri.

Suasana di ruangan itu dalam sekejap berubah tak nyaman. Lee Donghae hanya menikmati siaran langsung drama keduanya dalam diam namun penuh pengamatan. Sementara Taeyeon yang sadar jika dirinya juga di sebut-sebut hanya bisa menundukkan kepalanya, mencoba menahan amarahnya yang mendadak ingin meledak bersamaan dengan rasa malu yang menyerangnya. Sempat ia berpikir untuk meninggalkan ruangan itu, namun baru kakinya akan melangkah wanita bernama Jessica Jung itu sudah menahan tangannya seolah tak membiarkan Taeyeon meninggalkan dirinya menyelesaikan masalah sendirian. Hey ini rencannya!

“Apa yang kau inginkan?” Suara dingin Jongwoon tiba-tiba saja memecah keheningan di ruangan itu.

“Bisakah kau meminta ibumu itu untuk berhenti menghubungiku hanya untuk menyampaikan hal-hal yang sama sekali tidak penting untukku? Gau pertunangan, cincin dan apalah itu tetek bengek yang ibumu ucapkan, aku sungguh muak! Dan aku mohon, atas permintaan ibumu itu tak bisakah tuan sibuk seperti anda meluangkan waktunya untuk mengantarku memenuhi permintaan ibumu itu?” gadis itu tiba-tiba saja sudah meledak-meeldak menyampaikan keluhannya yang benar-benar berpotensi membuatnya gila. Entah bagaimana akhir-akhir ini hal-hal berbau pertunangan ataupun pernikahan mampu merubahnya menjadi begitu sensitif.

“Jika kau muak, mengapa tidak kau reject saja dan matikan ponselmu? Bukankah dengan begitu masalah selesai?” Ucap pria itu dengan begitu enteng dan dengan tanpa perasaan sama sekali.

“Dan membuat masalah? Oh Tuhan, seberapapun besar rasa benciku pada acara perjodohan ini dan rasa benciku padamu, aku tak mau membuat masalah lagi. Jadi bisakah kau berhenti berucap dan antar aku sekarang sebelum ibumu kembali merecokiku?”

Jongwoon melepas kaca mata baca yang sedari tadi bertengger di hidungnya dan menutup layar laptopnya. Matanya menatap serius pada calon tunangannya dengan arti yang tak jelas. “Bukankah masalah adalah bagian dari hidupmu? Bahkan kedua orang tuamu dengan bersusah payah menutupi dirimu dengan nama Koreamu untuk menutupi segala masalahmu dariku?  Dan bukankah kau seharusnya sudah terbiasa?” Sebuah pertanyaan retoris yang dalam sekejap mampu membuat hati Jessica tertohok. Jika bukan karena adik, ibu dan kakaknya yang memohon pada dirinya, tentu ia akan memilih untuk membuat masalah seperti yang pria itu ucapkan. Tapi ia bisa apa?

Seolah sudah muak dengan suasana di ruangannya, Jongwoon berdiri dari duduknya dan mengambil jas yang sedari tadi ia sampirkan di kursi kerjanya. Dengan mata yang masih menyilatkan kemarahan ia berjalan ke hadapan Jessica. Untuk sesaat gadis itu melirik Jongwoon dengan rasa takut namun beberapa detik kemudian, Jongwoon melepaskan cengkeraman tangan Jessica pada tangan Taeyeon dan balik mencengkeram tangan Jessica.

“Karena pertunangan ini sama sekali tidak kita inginkan, aku rasa tidak perlu sesuatu yang spesial untukku. Aku serahkan semua padamu, Jung Sooyeon-ssi. Aku sangat sibuk hari ini dengan berbagai perkerjaanku.” Kembali pria itu berucap dengan dingin. Dan tanpa disangka siapapun yang ada di ruangan itu, Jongwoon justru melepaskan cengkeraman tangan Jessica dan ganti mencengkeram tangan Taeyeon yang sedari tadi masih menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah karena rasa marah dan malu yang bercampur begitu saja. Taeyeon belum sempat mengajukan protes apapun ketika Jongwoon sudah menarik tangan sekretarisnya itu pergi dari ruangannya.

Seperginya Jongwoon dengan Taeyeon, Jessica hanya bisa mendecak di tempatnya sambil menghentakkan kakinya dengan kesal. Persetan dengan pria yang dari tadi menatapnya dengan senyuman miring yang merekah di bibirnya. Satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan saat ini bagaimana bisa orang tuanya begitu tega merencanakan pernikahan dengan pria yang tidak memiliki hati seperti orang itu. Siapa namanya? Lee? Kim? Masa bodohlah siapa pria itu yang jelas hatinya benar-benar panas saat ini.

Berbeda dengan Jessica, pria itu—Lee Donghae, justru melangkah dengan ringan bermaksud melewati gadis itu. Namun sebelum pria itu benar-benar melangkah jauh, Jessica bergegas mencekal tangan pria itu dan menariknya hingga berhadapan dengan dirinya.

“Apa ini rencanamu sejak awal? Muncul bagai seorang penyelamat dan menjadi orang keperecayan kakakmu untuk memata-mataiku?” Tanyanya tajam.

“Rencana? Memata-mataimu? Ide yang bagus sekali, sepertinya mulai sekarang kau harus bersiap untuk hidup di bawah bayang-bayangku, kakak ipar.”

Jessica menatap Donghae dengan tatapan geram. “Kau akan melakukannya? Ya! Aku peringatkan kau, katakan pada kakakmu tu jika a—“

“Dan perlu aku peringatkan juga padamu Nona Jung, aku tak melakukan itu untuk Hyung. Kau yang memulai semua ini, dan jangan harap aku akan membiarkanmu  untuk melepas tanggung jawab atas semua yang telah kau mulai.”

Jessica mengusap wajahnya, nampaknya ia takut kalau pria itu akan berucap macam-macam mengenai malam di klub beberapa waktu silam. Donghae lantas mendekatinya, mendorong gadis itu ke pintu lalu meletakkan tangannya di sisi kanan dan kiri gadis itu, memastikan gadis itu tidak memiliki ruang untuk berbuat macam-macam. Mendapat perlakuan seperti itu, Jessica berniat memberontak. Namun ia sadar ia tidak bisa berkutik di hadapan pria itu. Donghae sudah lebih dulu menunduk dan meletakkan bibirnya beberapa senti dari telinga Jessica.

“Kau tak perlu takut. Aku tidak akan mengatakan pada Hyung jika calon tunangannya itu bergumam di bawah alam sadarnya dan menilai dirinya sebagai pria tua diktator bertubuh gendut, berkacamata tebal, berambut uban, memiliki kerutan di wajah serta lemak berlapis-lapis di bawah lehernya.”

Wajah gadis itu memucat. Jauh di dalam hatinya ia sibuk mmerutuki kebodohannya. Bagaimana ia bisa membiarkan dirinya mabuk sendirian dan bercuap-cuap sesuka hati seperti itu kepada orang asing. Babo!

“A—aku tak pernah berkata seperti itu Tuan Lee. Dan bisakah kau melepaskan aku se-ka-rang?” Berusaha mempertahankan harga dirinya, gadis itu menggertak pria dihadapannya. Matanya masih menatap tajam sosok yang hanya terpisah beberapa senti darinya. Ia tak mungkin menunjukan kegetirannya dan membiarkan dirinya kehilangan muka di hdapan Lee Donghae. Itu benar-benar bukan style-nya.

Donghae kembali tersenyum miring dan beralih menatap mata gadis yang terletak beberapa senti darinya dengan lekat-lekat. “Satu-satunya hal yang harus kau takuti adalah aku yang tak akan melepasmu Jessica. Dan aku harap kau siap jatuh terlalu dalam pada pesonaku, Nona Jung.”

 

ÒÒÒÒÒ

Tanpa memperdulikan Taeyeon yang sedari tadi meringis menahan sakit pada pergelangan tangannya, Jongwoon mencekal tangan gadis itu dan menariknya dengan semena-mena. Pria itu dengan tanpa perasaannya menarik tangan gadis itu menuruni puluhan anak tangga darurat dari lantai tempat ruangannya berada hingga basement gedung itu. Merasa ringisannya sudah tak ada gunanya, Taeyeon hanya mencoba berpikir positif di otaknya. Setidaknya lebih baik ia merasakan sakit yang lebih lama di tangannya karena diseret menuruni puluhan anak tangga darurat daripada ia harus menjadi pusat perhatian dan bahan pembicaraan jika seandainya pria itu masih nekat menggunakan lift dan keluar dari lobby. Benar-benar tidak bisa dibayangkan!

Sesampainya di basement, pria itu mendorong tubuh Taeyeon masuk ke dalam mobilnya lalu menutup pintu mobil itu dengan kasar. Dan masih tanpa memperdulikan Taeyeon, pria itu bergegas masuk ke dalam mobilnya, duduk di kursi kemudi dan menginjak gas mobilnya meninggalkan basement gedung itu.

 

Sepanjang perjalanan, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan Taeyeon selain membungkamkan diri. Ia terlalu malas untuk sekedar membuka mulutnya berbasa-basi dengan atasannya yang ia ketahui sangat tidak menyenangkan itu. Namun disisi lain tak dapat ia pungkiri jika mulutnya cukup gatal ingin bertanya semarah itukah pria itu karena kencan buta malam itu?

Taeyeon hanya bisa menghela napas pelan dan memilih untuk membuang muka menghadap kaca mobil di sampingnya. Di samping rasa bersalah yang mulai menggerogotinya karena kencan buta malam itu, ada pikiran lain yang mulai berkecamuk di otaknya. Sejak pertemuannya tadi pagi dengan pria bernama Lee Donghae yang notabene adalah adik atasannya yang menyebalkan itu, ia tidak bisa berhenti menanyai dirinya sendiri. Apakah ia Lee Donghae yang sama dengan Lee Donghae yang ia temui 12 tahun yang lalu?  Pikiran seperti itu belum pergi dari otaknya sejak tadi pagi. Sulit rasanya percaya jika pria itu benar Lee Donghae yang sama dengan Lee Donghae yang selalu berkeliaran di benaknya. Sudah 12 tahun berlalu dan di Korea tidak hanya satu pria bernama Lee Donghae. Tapi entahlah, Taeyeon benar-benar menggantungkan harapannya pada Lee Donghae adik atasannya itu.

 

“Aku rasa aku tidak sedang membutuhkanmu karena rapat ini bersifat tertutup, dan kau bisa menungguku disini Taeyeon-ssi.” Ujar pria itu dengan nada bicara datar yang memang merupakan ciri khas dari pria itu sambil berkacak pinggang. Setidaknya Jongwoon sudah kembali ke dirinya yang sedia kala dan tidak termakan emosi seperti beberapa menit yang lalu.

Begitu pria itu pergi meninggalkannya sendiri di koridor lantai teratas JH Department Store, untuk kesekian kalinya Taeyeon menghela napas panjang. Mulutnya mencibir kesal sementara otaknya tak habis pikir, jika ia memang tidak diperlukan mengapa ia harus ditarik paksa bak hewan ternak seperti tadi? Sepertinya ia harus segera menuliskan sarannya pada Kim Jongwoon untuk memeriksakan kejiwaannya ke dokter dan memasukkannya pada kotak saran yang terdapat di kantor. Keanehan pria itu tidak dapat ia toleransi lagi.

Taeyeon melirik sekilas arlojinya dan mengedarkan pandangannya ke sekitar. Di koridor itu ia hanya bisa menemukan pintu-pintu ruangan pegawai dan beberapa pegawai yang berlalu lalang di koridor ataupun keluar masuk pintu-pintu itu. Tak ada yang menarik, bahkan kursipun tidak bisa ia temukan.

Mungkin pria aneh itu tidak keberatan jika aku berjalan-jalan di bawah.

 

ÒÒÒÒÒ

 

Wajah Krystal yang sedang tersenyum lebar itu langsung menyambut Jessica yang sedari tadi melangkah gontai memasuki pekarangan rumahnya ketika membuka pintu. Melihat ekspresi wajah adiknya itu Jessica hanya bisa tersenyum masam sambil berjalan melewati gadis manis itu dan meninggalkan berjuta pertanyaan di otak Krystal mengenai alasan di balik wajah masam kakaknya itu.

Sis, are you allright?” Tanya gadis itu heran sambil mengekor pada Jessica yang sedang menaiki anak tangga satu per satu.

I’m good, thanks for asking me. Krys.” Balas gadis itu dengan nada bicara malas yang bercampur tidak bersemangat.

Krystal masih mengekor pada kakaknya hingga masuk ke kamar Jessica dan ikut mendudukkkan dirinya di sisi ranjang gadis itu. Kini wajahnya nampak tidak sabar dan mulai gemas dengan kakaknya itu. “Aku yakin kau tidak sedang baik-baik saja. Apa yang terjadi padamu?”

“Aku rasa aku tidak sanggup jika harus bertunangan dengan Jongwoon dan mulai masuk ke tengah-tengah keluarga itu. Meskipun pada awalnya aku berpikir aku bisa menjalaninya dengan bersikap cuek ataupun biasa saja. Aku tidak bisa, Krys.”

“Apa kau merasa bersalah atau terbebani karena kesalahan yang kau buat?”

Jessica menggeleng pelan dan menarik rambutnya dengan jemarinya ke belakang kepala. “Bukan karena aku kabur dari kencan buta itu yang menjadi masalah. Kau ingat kan saat makan malam hari itu pria bernama Jongwoon itu sudah bersandiwara tanpa aku minta.” Jawab gadis itu lemah sementara Krystal hanya terdiam sambil menganggukan kepalanya dan menunggu kakaknya itu melanjutkan ucapannya. “Tapi masalah itu justru muncul dari acara kabur itu, Krys. Kalau saja aku tidak bersikeras untuk datang ke tempat maksiat itu (club malam), masalahnya tidak akan serumit ini.”

“Apa maksudmu mereka mengetahui kau pergi ke club dan mempermasalahkannya?” tebak gadis itu dan lagi-lagi Jessica menggeleng.

“Bukan mereka, tapi hanya Lee Donghae.” Krystal tidak bisa menahan dirinya untuk terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar nama yang terucap dari kakaknya itu. Jauh dari dalam hatinya ia sibuk berdoa semoga pria itu tidak berucap macam-macam tentang dirinya sementara Jessica balik menatapnya bingung.

“Mengapa responmu seperti itu? Apa kau mengenalnya?” selidik Jessica dengan tatapan tajam.

Krystal menghela napas panjang dan menatap kakaknya dengan tatapan sendu. “Sepertinya aku harus memberitahu Eonnie sesuatu sebelum kau mendengarnya dari bibir orang lain.” Ucap gadis itu lemah dan Jessica langsung membalasnya dengan alis yang bertautan.

“Sebenarnya…. Pria yang  malam itu akan kutemui adalah Lee Donghae. Pria yang rencananya ingin kujadikan pelarian atas Minhyuk.” Jelas gadis itu tanpa sedikitpun memiliki keberanian untuk menatap kakaknya itu.

Jessica menarik napas dalam-dalam lalu mengehmbuskannya dengan perlahan sambil mengacaki rambutnya. “Astaga Tuhan…..”

ÒÒÒÒÒ

“Sepertinya dari laporan-laporan yang kalian presentasikan tadi, aku tidak menemukan masalah berarti. Akhir kata aku hanya bisa berkata ayo kita tingkatkan kinerja kita untuk keberhasilan perusaan kita kedepannya. Dan rapat hari ini aku akhiri sampai disini.” Para peserta rapat hari itu akhirnya bisa bernapas lega. Pasalnya sudah 2 jam ini mereka duduk di ruangan rapat bersama CEO baru yang memang sangat dikenal perfeksionis dan tegas itu dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang pria itu ajukan. Seorang pria berumur bersetelan konservatif lengkap dengan jam tangan mahal dan sepatu hitam mengkilapnya bergegas berjalan mendekati Jongwoon begitu para peserta rapat berdiri dari kursinya meninggalkan ruangan rapat itu.

“Jongwoon Sajangnim, aku ingin mengucapkan selamat atas diangkatnya dirimu sebagai CEO baru JH Group mengingat baru hari ini aku bertemu denganmu setelah diangkatnya kau menjadi CEO baru JH Group. Aku juga mendengar kau memenangkan tender besar ya beberapa hari yang lalu.”

“Nde, terima kasih banyak. Ini semua juga tidak lepas dari kerja keras anda.” pria berumur itu tertawa ramah sambil menepuk-nepuk bahu Jongwoon layaknya mereka sudah sangat akrab.  Jongwoon pun memamerkan senyuman yang jarang-jarang ia umbar itu dengan tangannya yang masih dijabat erat oleh pria berusia sekitar awal lima puluh dihadapannya.

Jongwoon pamit setelah mengakhiri perbincangan kecilnya dengan pria bernama yang ia kenal sebagai manager JH  Department Store sekaligus orang kepercayaan ayahnya itu. Ia berjalan keluar dari ruangan rapat itu dan mengedarkan pandangannya. Kemana gadis itu?

Jongwoon melirik arlojinya lalu memutuskan mengambil ponselnya untuk menghubungi gadis itu, namun baru jarinya menggeser slide lock ponselnya ia langsung teringat akan sesuatu. Sudah dua minggu ia bekerja dan bagaimana bodohnya aku sampai lupa meminta nomor ponselnya darinya atau Ryeowook. Pikirnya sambil memukul pelan keningnya.

“Aissh, aku tak mungkin meninggalkannya begitu saja, tapi mengapa juga aku mengajaknya kemari. Ah benar-benar merepotkan!”

 

Rasa bosan yang melandanya mengantarkan Taeyeon pada sebuah toko buku yang terletak di lantai 4 JH Department Store setelah sebelumnya ia berjalan-jalan berkeliling pusat perbelanjaan yang tergolong mewah itu. Dengan ringan kakinya melangkah pada satu sudut yang berisikan rak-rak berisikan berbagai buku mengenai fashion design ataupun tata berbusana. Ia menatap buku-buku itu dengan takjub. Tangannya terulur untuk meraih salah satu buku mengenai trend fashion tahun ini dengan cover berwarna pink yang menurutnya cukup menarik dan memutuskan untuk membuka beberapa halaman di buku itu dan membacanya dengan serius.

Taeyeon tidak tahu sudah berapa lama ia berdiri di sana sambil membaca buku itu sampai salah seorang pramuniaga menepuk punggungnya pelan.

“Maaf nona, tapi perlu anda ketahui tidak diperkenankaan untuk membaca buku disini. Jika anda berminat dengan buku itu,  anda bisa membayarnya terlebih dahulu di kasir.” Ucap pramuniaga itu dengan sopan.

Taeyeon tersenyum kikuk menutupi rasa malunya. “Ah josonghamnida. Aku akan melihat-lihat dulu.” Ujar gadis itu menutupi kenyataan jika ia belum bisa membeli buku itu di tengah kenyataan krisis ekonomi yang sedang melandanya. Sebelum wajahnya berubah merah karena rasa malunya itu, buru-buru ia meletakkan buku itu dan bergegas meninggalkan toko buku itu.

Tak jauh dari toko buku itu, Taeyeon berhenti sejenak mengatur napasnya sekaligus mengistirahatkan kakinya yang pegal karena berkeliling department store dengan sepatu berheels 10 senti. Satu tepukan dibahunya, membuatnya membalikkan badan. Taeyeon menoleh pada sosok yang menyentuhnya barusan dan mendapati seorang pria berekspresi datar yang sangat ia kenali. “Kemana saja kau, aku mencarimu sejak tadi nona Kim Taeyeon-ssi.”

“Ah, mianhamnida Sajangnim. Aku hanya berkeliling.”

Jongwoon masih berkspresi datar mengahdapi sekretarisnya itu. Terkadang Taeyeon bingung sendiri jika harus menghadapi ekspresi wajah itu. Tak jelas apa atasannya itu marah, kesal atau apapun yang dirasakan pria itu.

“Aku lelah, ayo kita minum kopi.”

 

Taeyeon menerima dua gelas kopi yang disodorkan salah seorang pegawai coffee shop sambil menyodorkan beberapa lembar uang won. Tak perlu menunggu lama, pegawai itu memberinya beberapa lembar uang kembalian. “Kamsahanida.” Ucapnya sambil menerima uang kembalian itu sambil tersenyum ramah.

Langit hari itu nampak berubah kelam dengan perlahan. Udara sejuk musim gugur tergantikan dengan angin dingin yang berhembus seolah sedang mengundang dewa hujan untuk turun. Disini di Hangang Park, Jongwoon duduk di sebuah bangku panjang yang berhadapan langsung dengan Sungai Han. Pria itu nampak memjamkan matanya dengan tenang, seolah menikmati hembusan angin dan seolah tak memperdulikan langit yang memberkan tanda-tanda akan turunnya hujan.

“Sajangnim.” Suara lembut seorang gadis yang memanggilnya mekasanya untuk membuka mata hingga mendapati sosok itu sudah berdiri di dekatnya dengan dua gelas kopi. “Ini pesanan anda.” Ucap gadis itu lagi sambil menyodorkan segelas kopi pada Jongwoon beserta uang kembaliannya.

Taeyeon tidak bisa menahan mulutnya untuk bertanya ketika ia menangkap basah Jongwoon tengah menatapi uang kembalian dan Taeyeon secara bergantian. “Apa ada yang salah Sajangnim?” tanya Taeyeon sambil melihat kaki tangan dan bajunya. Ia juga mengusap-ngusap rambutnya, mungkin saja ada burung yang membuang kotorannya di atas kepala Taeyeon.

Jongwoon menggeleng lalu tapi masih belum melepas tatapannya dari Taeyeon. “Aku hanya sedang bingung.”

“Bingung?”

“Tentu saja aku bingung. Aku hanya memintamu untuk membeli segelas Americano Coffee, tapi setelah melihat uang kembalian di tanganku dan satu gelas lagi yang ada di tanganmu aku jadi berpikir kau baik juga ya sampai membelikanku dua gelas kopi. Aku sampai bingung apa aku bisa menghabiskannya?”

Taeyeon terperanjat di tempatnya dengan dahi yang berkerut dan alis yang melongo. “T—tapi….” Tayeon tak mampu melanjutkan ucapannya. Terlalu memalukan baginya menjelaskan jika ia berpikir ketika Jongwoon memintanya untuk membeli dua gelas kopi untuk Jongwoon dan dirinya itu berarti Jongwoon sedang mentraktirnya kopi. “Ini kopiku dan aku rasa aku salah memberikan kembalian. Rupanya masih ada yang tertinggal di tasku. “ Ucap gadis itu cepat sambil sedikit berakting meskipun kentara sekali kekikukan gadis itu. Terlalu memalukan baginya menunjukkan jika dirinya mengira Jongwoon akan mentraktirnya segelas kopi.

Taeyeon dengan cepat merogoh tasnya lalu mengambil uang sejumlah harga Capuccinonya. “Mianhamnida Sajangnim rupanya memang tertinggal.” Ucap gadis itu lagi  sambil menyodorkan uang itu pada Jongwoon.

Jongwoon kembali menatap gadis itu dengan wajha datarnya. “Siapa yang menyuruhmu untuk memberikanku uang? Sejak kapan ada karyawan yang mmberikan uang pada atasannya? Lagipula aku tidak akan bangkrut hanya karena membelikan pegawaiku segelas kopi. Lebih baik kau segera duduk dan nikmati minumanmu itu.”

Oh sial! Pria ini mengerjaiku.Taeyeon mendesis kesal. Pria ini belum bosan juga mengerjainya. Apa pria itu benar-benar begitu dendam pada dirinya?

Dengan mood yang mendadak berubah buruk, Taeyeon mendudukkan dirinya disisi paling kanan bangku sementara Jongwoon sedari tadi memang menempati sisi terkiri bangku itu. Keduanya menikmati minumannya dalam keheningan. Hanya ada asap yang mengepul dari kopi mereka yang kemudian lenyap bersamaan angin musim gugur. Setelah menyesap sedikit Capuccinonya, Taeyeon menempelkan tangannya pada sekeliling gelas kopinya. Ia bisa merasakan kehangatan yang menjalar di tubuhnya. Matanya terpejam menikmati kehangatan itu bersamaan dengan hembusan angin musim gugur yang menggelitik kulit wajahnya.

“Sepertinya kau sangat menikmatinya.” Ucap Jongwoon yang akhirnya menghentikan aktivitas Taeyeon. Taeyeon membuka matanya dan menolehkan kepalanya pada atasannya yang masih setia menatap lurus ke depan.

“Aku sangat menyukai musim gugur. Musim gugur adalah musim yang indah dan memiliki suasana romantis yang menjadi kelebihan tersendiri bagi musim ini. Aku selalu menyukainya.” Ucapnya sembari ikut menatap lurus ke depan. “Apa anda tidak menyukai musim gugur?”

Jongwoon samar-samar tersenyum masam. “Aku tidak memiliki alasan untuk menyukainya. Bagiku sama saja.” Balas pria itu sambil menyesap kopinya dan sama sekali tidak mengalihkan pandangannya. Jauh di dalam hatinya pria itu berucap lirih. Bahkan aku sangat membencinya. Terlalu banyak kenangan buruk di musim ini.

“Sajanganim.” Panggil Taeyeon dengan suara kecil.

“Hm?”

Mianhamnida.”

“Kau sudah mengucapkan itu berkali-kali hari ini. Dan kau juga mengucapkannya setiap hari.”

“Maksudku maaf untuk kejadian malam itu…. anda tahu bukan… kencan buta malam itu.” Ucap gadis itu lirih. Mendengar ucapan gadis itu, Jongwoon menolehkan kepalanya dan langsung mendapati Taeyeon yang tengah menundukkan kepalanya menyesal.

“Maaf karena aku menabrakmu hari itu dan kemudian justru tidak mengenalimu. Maaf juga karena aku datang sebagai nona Jung palsu dan maafkan ketidak sopanananku hari itu. Aku benar-benar tidak bermaksud membohongi anda dan sungguh aku tidak tahu jika anda adalah CEO JH Group saat itu. Jadi jika anda memang terpaksa menerimaku bekerja hanya karena ingin balas dendam, aku rasa anda bisa memecatku sekarang daripada anda merasa tidak puas dengan pekerjaanku, Sajangnim.”Jelas Taeyeon dengan suaranya yang terdengar lemah yang sukses membuat Jongwoon terdiam mendengar ucapan gadis itu.

“Kau fikir kontrak kerja itu adalah saklar listrik yang bisa kau putus sambungkan sesukamu? Kau sudah menandatangani kontrak dan aku sama sekali tidak memaksamu untuk itu. Dan jika kau tidak betah dengan pekerjaanmu, aku hanya bisa mengatakan kau untuk bertahan setidaknya untuk dua tahun ke depan.” Taeyeon meremas ujung roknya begitu ucapan dingin Jongwoon menyusup menembus telinganya. “Bisakah kau menjawab satu pertanyaanku?” Tanya pria itu dingin. Kini pria itu menatap Taeyeon lekat-lekat. Sementara Taeyeon yang menyadarinya masih bertahan menundukkan kepalanya. “Mengapa kau memilih untuk menjadi Jessica hari itu? Bukannya kau tahu jika Jessica itu adalah seorang public figure? Seharusnya kau berpikir dua kali sebelum melakukannya, bukan?”

Taeyeon menghela napas. Mendadak lidahnya terasa berat seolah terkunci. Namun hati kecilnya berseru, sudah saatnya ia menghapuskan semua kesalah pahaman ini.

“Perlu anda ingat sajangnim, hari itu aku menjadi Sooyeon bukan Jessica, meskipun pada kenyataannya keduanya adalah satu wanita yang sama. Aku bukannya tidak berpikir ketika mengambil keputusan itu. Meskipun Nona Jessica berusaha meyakinkanku jika tidak ada satupun orang Korea di luar keluarganya yang mengenal dirinya sebagai Sooyeon, tetap saja aku tidak mempercayainya begitu saja. Namun pada akhirnya aku hanya bisa menerimanya.” Jelasnya lalu mengangkat kepalanya secara perlahan hingga matanya dengan mata Jongwoon saling menatap. “Anda tahu kan, ada sesuatu yang harus kita korbankan untuk sesuatu yang lain.”

“Sesuatu? Korban?”

“Ya, sesuatu yang harus di korbankan. Aku hanya bisa menjelaskan itu. Aku tak mau terlalu banyak bicara dan kembali menimbulkan kesalahpahaman lain seperti membicarakan nona Jung mungkin. Lagipula jika aku menjelaskan, aku tak yakin anda akan mengerti keadaanku.”

Jongwoon baru akan membuka mulutnya untuk kembali berucap ketika tiba-tiba Taeyeon merasakan getaran pada ponselnya. Dengan cepat gadis itu langsung merogoh tasnya dan begitu benda tipis itu sudah berada di tangannya, Taeyeon membaca sekilas nama penelepon yang tertera di ponselnya. Wajah gadis itu nampak muram seketika. Dengan berat gadis itu menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menggeser slide ponselnya lalu menempelkan benda itu ke telinganya.

Yeobo-seyo Nyonya Park….”

“…..”

“M— Mwo! Tuan Ji Kanghoo?! Wae—waegu-rae…?

“…..”

“Berikan aku waktu satu bulan lagi, aku akan membayarnya T—tuan.”

“….”

“N—NDE?! Andwae! Kita bisa bicarakan dulu semuanya tuan Ji….!”

“…..”

“T-tapi… Ara, aku akan kesana sekarang tapi aku mohon— Yeoboseyo?! Yeoboseyo?!!!!”

Jongwoon menatap Taeyeon dengan dahi mengernyit. Taeyeon terlihat gusar sekali. dan kegusaran gadis itu kian menjadi-jadi ketika Jongwoon mendengar gadis itu memekik berteriak, dan Jongwoon bisa menduga jika panggilan telah diputuskan secara sepihak. Dan kembali, ketika Jongwoon ingin sekedar bertanyagadis itu sudah lebih dulu bangun dari duduknya.

“Sajangnim, aku ada urusan. Aku pulang dulu.” Ucap gadis itu cepat. Sekilas Jongwoon bisa melihat wajah gadis itu yang nampak memerah karena menahan tangis sebelum gadis itu berlari meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan di tempatnya.

 

ÒÒÒÒÒ

 

Seolah menjawab mendung yang sedari tadi menyelimuti langit Seoul, perlahan gerimis mulai turun  yang berangsur-angsur berubah wujud menjadi hujan lebat. Di tengah air yang saling berlomba turun membasahi bumi, seorang gadis turun dari sebuah bis yang berhenti di halte terdekat dari apartmentnya. Tanpa memperdulikan hujan yang turun dengan derasnya bahkan angin malam menghembuskan dinginnya dengan kejam, gadis itu bersikukuh berlari menerobos hujan meskipun orang-orang di sekitarnya justru lebih memilih untuk  berteduh dari hujan pertama di musim gugur itu. Hujan semakin deras, seolah-olah ingin ikut serta dalam kesedihan Taeyeon. Seolah menyadari jika langit mengasihaninya, ia membiarkan tangisnya pecah dan membiarkan air matanya tersembunyi di balik air hujan.

Setibanya di gedung apartment tempatnya tinggal, gadis itu langsung menuju tangga yang menjadi akses menuju apartmentnya dan melangkahi anak-anak tangga itu dengan tergesa-gesa. Tak memperdulikan hujan yang turun dengan derasnya di tambah lagi dengan kakinya yang masih menggunakan heels-nya, Taeyeon justru terpeleset  pada anak tangga kedelapan yang membuatnya jatuh dengan posisi melungkup di tangga itu. Ia bisa merasakan sakit yang teramat sangat pada dadanya, namun ia tak peduli dan justru bangun lalu melanjuti langkahnya.

Sesampainya di apartmentnya, Taeyeon menatap sekeliling apartmentnya dengan tatapan nanar. Barang-barangnya sudah berhamburan di lantai, bahkan beberapa barang nampak sudah rusak dan tak layak pakai lagi. Gadis itu melangkah dengan berat meratapi apartmentnya yang bahkan nampak lebih menyedihkan dari sekedar kapal pecah. Ia baru saja hendak menyentuh salah satu barangnya yang rusak ketika ia mendengar jeritan Nyonya Park dari dalam kamar tidurnya.

“Ya! Chamkaman! Kita tunggu Kim Taeyeon datang! YA!!” Wanita paruh baya itu sebisa mungkin berusaha menghalau para penagih hutang berbadan kekar yang berjumlah tiga orang itu. Penagih hutang itu sedang mengacak-acak lemarinya dan tak perlu waktu yang lama kamar Taeyeon nampak tak jauh berbeda dengan ruangan yang ia lihat beberapa saat yang lalu.

“Ya! Chamkaman!” suara teriakan Taeyeon mengalihkan perhatian tiga orang penagih hutang itu beserta Nyonya Park. Keempat orang itu menatap Taeyeon dengan tatapan tajam dan geram. “C—chamka-man…”Ucap gadis itu lemas dengan napasnya yang masih terengah. Gadis itu melangkah dengan berat mendekati salah satu penagih hutang itu dan memegang tangannya, memohon kemurahan hati yang sekiranya masih dimiliki pria itu.

“Aku mohon, berikan aku waktu Tuan Ji, a—ku a—“

BRAKK

Belum sempat Taeyeon menyelesaikan ucapannya, pria itu sudah lebih dulu menumpahkan kemarahannya dan dengan kasar menghempaskan tangannya hingga tubuh Taeyeon menghantam lemari. Kembali gadis itu merasakan rasa sakit yang teramat sangat menggerayangi dirinya,namun ia tidak menyerah. Taeyeon merangkak mendekati salah satu penagih hutang yang lain dan memeluk kaki pria itu.

“Aku mohon… hentikan semua ini.” Mohonnya kembali dengan tangisnya yang kembali pecah. Namun tak jauh berbeda, kini pria itu menggerakkan kakinya dengan kuat sehingga pelukan Taeyeon di kakinya terlepas dan gadis itu menghantam kaki tempat tidur.

“Apa-apaan kau nona Kim Taeyeon? Dengan percaya dirinya kau memintaku untuk berhenti menagih hutang-hutang orang tuamu dan memintaku untuk menagihnya darimu. Tapi apa yang aku dapat? Tak ada satupun benda berharga yang bisa menjadi kompensasi atas hutang-hutang orangtuamu. Apa kau gila?!” Bentak pria bernama Ji Kanghoo itu terdengar cukup mengerikan. Sementara Nyonya Park yang menyaksikannya hanya bisa menggigiti telunjuknya dengan tubuhnya yang bergetar karena takut.

Kanghoo berjongkok di hadapan Taeyeon lalu menarik dagu gadis itu dengan kasar. “Kali ini aku kembali berbaik hati padamu Kim Taeyeon-ssi. Aku berikan kau waktu satu minggu dan kau harus melunasi hutang-hutang orang tuamu. Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu dan orang tuamu. Camkan itu!” Teriak pria itu dengan kasar di akhir ucapannya lalu menendang tubuh Taeyeon dengan cukup keras hingga gadis itu tersungkur lemas di atas lantai.

Begitu para penagih hutang itu pergi, Nyonya Park langsung mendekati Taeyeon dan menyadari Nyonya Park yang sudah berada di dekatnya, Taeyeon mencoba bangun dengan sisa tenaganya hingga ia duduk berlutut di hadapan wanita itu.

PLAKK

Sebuah tamparan yang cukup keras berhasil mendarat dengan mulus di pipi Taeyeon sebelum gadis itu sempat berucap sesuatu. Wanita paruh baya itu nampak geram dengan matanya yang memerah menahan tangis karena amarahnya.

“Aku tidak mau kenyamanan para penghuni apartmentku terganggu hanya karena orang sepertimu Nona Kim. Sekarang juga kau bawa semua barangmu dan angkat kakimu dari bangunan itu. Persetan dengan uang sewa tiga bulanmu yang masih menunggak. Aku tidak peduli! Yang jelas aku mau kau tidak muncul lagi di hadapanku terhitung mulai besok pagi.” Wanita paruh baya itu berucap dengan tegas. Sama sekali tidak ada celah untuk Taeyeon mengajukan permohonannya dan mengajak wanita itu berkompromi.

Begitu Nyonya Park meninggalkan dirinya sendiri di ruangan itu, Taeyeon hanya bisa kembali meratapi nasibnya. Sebuah senyuman yang sarat akan kepahitan tersungging di bibirnya, ia tahu hal-hal seperti ini pasti akan menimpanya. Dengan lemas, tangan gadis itu terulur meraih salah sebuah foto yang tergeletak di lantai. Bingkai yang membungkus foto itu sudah pecah dan Taeyeon yakin sekali foto itu adalah satu korban dari barang-barangnya yang di rusak oleh para penagih hutang itu. Taeyeon menatap foto itu dengan nanar. Foto itu adalah fotonya bersama ayah dan ibunya.

“Eomma…. Appa…. Mianhae….” Lirihnya dengan airmata yang kembali membasahi pipinya. Gadis itu masih duduk di lantai, menangis sesenggukan sambil memeluk foto itu.

Tiba-tiba, Taeyeon merasakan sesuatu sudah tersampir di punggung hingga pundaknya, sedikit memberi kehangatan pada tubuhnya yang basah kuyup akibat kehujanan. Dengan takut gadis itu mengangkat kepalanya hingga matanya bertemu dengan mata hitam yang sangat ia kenal. Mata hitam yang selalu menatapnya tajam bak elang yang sedang memasang target pada mangsanya.

S—sajang—“ Taeyeon tidak mampu melanjutkan ucapannya ketika tiba-tiba kepalanya terasa berat dan semuanya berubah gelap.

 

ÒÒÒÒÒ

 

Taeyeon terbangun dengan kepala yang terasa berat. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu bangun hingga posisinya kini duduk di atas ranjang . Layaknya orang yang baru bangun tidur, nyawa serta pikiran Taeyeon belum sepenuhnya terkumpul. Dengan kesadarannya yang masih terbatas, Taeyeon hanya bisa menyadari jika dirinya sedari tadi terbaring di sebuah kamar yang menurutnya mewah dengan kemeja putih yang berukuran cukup besar yang ia yakini sebagai kemeja milik seorang pria. Kesadarannya baru benar-benar terkumpul ketika sebuah handuk kecil yang terlipat dengan rapi jatuh dari dahinya.

“Handuk kompres?”

Pandangan Taeyeon kini beralih pada pintu kaca yang memiliki akses menuju sebuah balkon di luar sana. Melalui pintu kaca itu ia bisa melihat langit berwarna gelap dengan kerlip bintang yang bertaburan menghiasinya. Dan ketika tanpa sengaja matanya menoleh pada sebuah jam weker digital yang terletak di sampingnya, baru gadis itu menyadari sesuatu. Astaga apa yang kulakukan di tempat asing ini di saat jam sudah menunjukan jam 10 malam?

Taeyeon mencoba beranjak dari ranjang dan langsung merasakan tubuhnya yang serasa remuk. Dengan langkah gontai ia berjalan mendekati sebuah pintu, tak peduli dengan kepalanya yang terasa sedikit berputar dan memutar kenop pintu itu dengan perlahan.Taeyeon melangkah keluar dari kamar itu sambil berpegangan pada dinding. Tubuhnya benar-benar terasa lemah. Sambil terus melangkah, gadis itu tak henti-hentinya mengira-ngira, dimanakah ia sedang berada? Ia yakin sekali ia belum pernah menginjakkan kakinya di apartment mewah yang memiliki perpaduan antara klasik dan minimalis bernuansa putih itu.

Dengan tenaganya yang terbatas, tubuh itu seolah sudah kehabisan tenaga meskipun dirinya belum jauh berjalan dari pintu kamar tempatnya terbangun tadi. Kakinya yang memang terasa sakit akibat terjatuh di tangga apartment tiba-tiba saja terasa lemas dan tak mampu menopang tubuhnya lagi. Gadis itu hampir saja terjatuh di lantai jika saja tidak ada seseorang yang dengan cekatannya melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Taeyeon dan meletakkan sebelahnya lagi di pundaknya. Bahkan ia bisa merasakan hembusan napas hangat di tengkuknya.

“Jangan memaksakan diri… Kim Taeyeon-ssi.”

Taeyeon terperanjat di tempatnya. Ia bisa merasakan dadanya bergemuruh keras ketika suara yang sangat familiar untuknya itu menembus indra pendengarannya.

“S—sajangnim….” Ucapnya lirih. Untuk sejenak keduanya sama sekali tidak ada yang berbicara. Keduanya terlalu sibuk dengan pemikirannya hingga Jongwoon berdeham dan dengan perlahan melepaskan pegangannya pada pinggang dan pundak Taeyeon. Tapi sayang, belum terlalu jauh tangannya terlepas, lagi-lagi gadis itu tak bisa menopangnya dan kembali nyaris terjatuh.

“Kenapa kau bangun. Bahkan keadaanmu belum pulih. Lihat! Bahkan berdiri saja kau belum sanggup.” Jongwoon sedikit menaikkan volume suaranya yang terdengar emosi dan ketus itu setelah kedua tangannya ia letakkan di pundak Taeyeon sementara Taeyeon hanya bisa terdiam mendengar bentakkan pria itu.

Selang beberapa detik, Taeyeon merasakan tubuhnya tiba-tiba saja terangkat dengan Jongwoon yang sudah menggendongnya ala bridal style. Ingin Taeyeon mengajukan protes. Namun rasa takutnya akan bentakan pria itu beserta mulutnya yang terlalu lemah untuk sekedar berkomentar membuatnya pasrah dan memilih untuk diam ketika Jongwoon membawa dirinya kembali ke kamar tidur tadi. Bahkan ia sendiri tak mengerti apa yang ia pikirkan hingga kedua tangannya justru spontan melingkar dengan manis di leher pria itu.

Jongwoon mendudukkan Taeyeon di ranjang lalu meletakkan sebuah tas kertas yang rupanya dibawa pria itu sejak tadi di samping Taeyeon. “Beristirahatlah dulu. Aku akan diam di luar dan aku akan memeriksa keadaanmu satu jam lagi.” Ucapnya dengan gaya datar dan tanpa ekspresi khas dirinya sebelum keluar dari kamar itu.

 

 

Sesuai ucapannya pada Taeyeon, satu jam kemudia Jongwoon mengetuk kamar tidur tempat Taeyeon berada. Jongwoon sedikit terperanjat kaget di tempatnya ketika pintu di hadapannya sudah lebih dulu terbuka sebelum ia sempat menyentuh kenop pintu itu. Di hadapannya kini sudah berada seorang gadis bertubuh mungil dan berwajah pucat yang nampak sedikit lebih segar. Jongwoon berani menebak jika gadis di hadapannya itu baru saja mandi karena ia bisa mencium wangi yang menyeruak dari tubuh gadis itu dan pakaiannya yang sudah terganti dengan pakaian yang baru saja ia belikan.

“S—sajangnim… dimana tas dan bajuku.” Tanya gadis itu sambil membuang mukanya gugup. Ia benar-benar tak sanggup jika harus bertatap muka dengan pria yang kini tengah berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah kotak obat dan satu nampan yang sepertinya terdapat bubur serta pelengkapnya.

Jongwoon sama sekali tidak mengubris pertanyaan Taeyeon. Pria itu justru melangkahkan kakinya mendekat pada Taeyeon yang membuat gadis itu spontan mundur satu langkah. Jongwoon kembali melangkah dan sama seperti sebelumnya gadis itu kembali melangkah mundur. Dan kejadian itu terjadi untuk beberapa kali hingga tubuh Taeyeon sudah kembali masuk ke dalam kamar itu.

Ssa—jangnim…” Ucapnya terbata-bata sambil meletakkan kedua tangannya di depan dada sehingga ada jarak di antara mereka.Pria itu kembali maju selangkah namun sayang kali ini Taeyeon tidak bisa menghindar dan justru berakhir dengan jatuh terduduk di atas ranjangnya.

Jongwoon mendudukkan dirinya di samping Taeyeon lalu meletakkan nampan dan kotak obat itu di atas nakas yang terdapat di sisi ranjang. Belum sempat gadis itu kembali bersuara, Jongwoon sudah lebih dulu meraih wajah gadis itu dan menangkupnya dengan kedua tangannya. Untuk sesaat Jongwoon menatap wajah gadis itu lekat-lekat yang mau tak mau membuat mata Taeyeon jelalatan hingga bingung harus membuang tatapannya kemana. Usai melepaskan tangannya pada wajah Taeyeon, buru-buru Jongwoon membasahi kapas dengan  alkohol lalu kembali menarik wajah gadis itu. Dengan telaten pria itu mengusapkan kapas berakohol pada memar-memar ataupun luka pada wajah Taeyeon. Pria itu juga membubuhkan obat dan menempelkan plaster pada luka gadis itu. Dan kegiatan itu tidak hanya dilakukan pria itu pada wajah Taeyeon, namun juga tangan dan kakinya.

Begitu pria itu selesai dengan kegiatannya mengobati Taeyeon, pria itu bergegas beranjak dari ranjang. Pria itu baru akan melangkah keluar ketika tiba-tiba saja Taeyeon menarik bagian bawah kaosnya dan menahan langkahnya.

Sajangnim, baju dan tasku.” Kembali ucap gadis itu lirih dengan nada memohon.

Jongwoon membalikkan badannya hingga matanya kembali bertemu dengan gadis itu. “Kau mau kemana? Apa kau lupa atas kejadian yang baru saja menimpamu sore tadi? Kau diusir. Kau pikir kau akan kemana jika kau tidak diam disini? Dan perlu kau ingat Taeyeon-ssi, bagaimana mungkin kau akan pergi jika berdiri saja kau masih tidak mampu.” Ucapnya terdengar sedikit ketus.

Hati Taeyeon merasa tertohok mendengar kenyataan pahit yang terucap dari mulut Jongwoon. “Aku masih bisa memohon padanya untuk menerimaku tinggal disana. Lagipula barang-barangku masih disana. Dan kalaupun aku ditolak, Seoul tidak kekurangan sauna untuk gelandangan-gelandangan sepertiku.” Gadis itu berucap emosi meskipun masih terdengar lemah lemah. Kentara sekali penderitaan yang melekat pada setiap kata yang terucap dari bibir gadis itu.

“Apa kau tidak memiliki harga diri? Memohon pada orang yang sudah mengusirmu dengan sangat tidak menyenangkan seperti itu? Dan apa kau pikir barang-barangmu itu masih berguna? Tidakkah kau sadar hampir semua barang-barang di apartmentmu itu tidak berfungsi? Dan yang terakhir, apakah begitu caramu menyiksa dirimu? Membiarkan tubuhmu yang sudah selemah ini untuk tidur di atas lantai sauna yang dingin dan sangat berpotensi memperburuk kondisimu?!” Pria itu kembali membentak. Ini sudah kedua kalinya Taeyeon mendengar pria itu  termakan amarah dalam sehari ini. Pertama saat pertemuannya dengan Jessica di kantor dan kedua ketika pria itu kembali membentaknya tadi.

“Sejak kapan kau peduli padaku, Tuan Lee Jongwoon-ssi? Bukankah aku hanya sekretarismu? Aku tidak butuh be—“

“Berhentilah berbicara Sekretaris Kim. Aku melakukan semua ini bukan karena aku peduli padamu. Semua ini aku lakukan demi perusahaan. Semakin lama kau terbaring sakit dengan kehidupan yang tak jelas, semakin lama kau membiarkan pekerjaanmu terbengkalai. Aku hanya tak ingin itu terjadi.” Pria itu kini berucap dengan sangat dingin dan tak bersahabat. Ucapan pria itu berhasil membuat Taeyeon meremas ujung hoodienya dengan geram tanpa melepaskan pandangannya pada Jongwoon yang kini telah berbalik dan berjalan keluar dari kamar itu. meninggalkan Taeyeon kembali menangisi betapa menyedihkan dirinya.

 

Semalaman Taeyeon tidak bisa tidur. Rasa sakit yang tak tertahankan pada tubuh dan hatinya memaksa dirinya untuk tetap terjaga dan melewati malam dengan ringisan dan tangisan kecil yang setia menemaninya. Pagi itu, sinar matahari yang menembus melalui celah tirai seolah tak memperdulikan keadaannya.  Sinar matahari pagi itu seolah tak mau tahu dengan tubuh Taeyeon yang masih terasa lemah dan justru memaksa gadis itu untuk bangun dari ranjang tempatnya menghabiskan waktu semalaman.

Dengan tenggorokan yang terasa tercekat akibat menangis semalaman, gadis itu berusaha berdiri dan berjalan menuju pintu kamar itu. Meskipun rasa sakit yang menyerang tubuhnya justru lebih menyiksa pagi itu, setidaknya Taeyeon masih bersyukur kakinya dapat menopang tubuhnya meskipun ia harus berjalan dengan menyeret kedua kakinya. Di hadapan pintu itu, Taeyeon terdiam mematung. Tangannya sudah berada pada gagang pintu namun belum melakukan gerak apapun. Apa pria itu ada di luar? Itulah yang gadis itu pikirkan. Sebuah pemikiran yang dalam sekejap menjadi ketakutan sendiri untuknya.

Mencoba untuk melawan ketakutannya, tangan gadis itu menekan gagang pintu lalu dengan perlahan menyeret kakinya keluar dari kamar itu. Tak jauh berbeda dengan semalam, keadaan apartment itu masih lenggang. Yang berbeda hanyalah ia belum menemukan batang hidung pria itu sejauh ia melangkah dari pintu kamarnya.

Merasa kekeringan di tenggorokannya tak dapat di tolerir lagi, dengan mengendap ia berjalan menuju dapur. Gadis itu mengambil sebuah gelas di pantry lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar sebelum akhirnya meletakkan gelas itu di dispenser. Taeyeon menekan tombol air dingin pada dispenser dan menunggu gelasnya terisi. Taeyeon mengerjapkan matanya sambil meneguk dengan kalap air dalam gelas tersebut. Ia memandangi sekeliling dengan dahi mengernyit. Namun ketika matanya menangkap bayangan yang tengah terduduk di atas sofa. Taeyeon berbalik secara refleks untuk menatap dengan jelas bayangan itu.

“Aku tak menyangka reaksi yang kau berikan akan seberlebihan itu. Aku kira sebagai Tuan Rumah aku akan mendapat ucapan selamat pagi. Rupanya aku salah.”

UHUKK…

Taeyeon buru-buru menjauhkan gelasnya dari bibirnya dan mengerjapkan berulang-ulang kedua matanya berusaha meyakinkan seseorang yang berada di hadapannya saat ini adalah orang yang menjadi ketakutannya sejak tadi, Lee Jongwoon.

Jongwoon yang sedang membolak-balik majalah ditangannya akhirnya menutup majalah itu lalu menatap Taeyeon. “Kenapa kau terlihat seterkejut itu Taeyeon-ssi? Ini rumahku, kau lupa?”

“Lee Ssa—jang—“

“Perlu kau ketahui Kim Taeyeon-ssi, diluar perusahaan aku adalah Kim Jongwoon. Bisakah kau tidak memanggilku dengan marga itu?” Potong pria itu tiba-tiba yang membuat Taeyeon menganga di tempatnya. “Ah, ada yang perlu aku bicarakan denganmu. Kemarilah.” Lanjut pria itu lagi. Dan dari nada bicaranya, sungguh tak jauh berbeda dengan suara Kim, bukan, Lee Jongwoon yang biasa memerintahnya di perusahaan.

Taeyeon melangkahkan kakinya mendekat pada pria itu. Diam-diam Taeyeon mencuri pandang pada pria itu. Ini pertama kalinya ia melihat pria itu memakai setelan kasual yakni, kaos berlengan panjang dan celana panjang jeans yang terlihat begitu santai.

“Apa untuk duduk saja kau harus menunggu perintahku?” Ucap Jongwoon melihat gadis itu masih berdiri di dekatnya.

“Nde.. Sajangnim.” Gadis itu hanya bisa menurut lalu mendudukkan dirinya pada sofa yang terletak berhadapan dengan pria itu.

“Kemarin Jaehwan sudah melakukan pemeriksaan ke apartment lamamu itu dan menurut keterangannya hanya bajumu dan beberapa barang saja yang masih selamat dari perilaku mahluk-mahluk buas itu.” Taeyeon hanya mendengarkan dan menunggu pria itu melanjuti ucapannya. “Kau bisa memeriksa barang-barangmu di sana.” Tambah pria itu sambil menunjuk pada sebuah kardus yang terletak di sudut ruangan dengan dagunya.

“Ah.. ne. Kamsahanida.”

“Dan satu lagi. Aku memutuskan untuk membiarkanmu untuk tinggal di apartment ini.”

“MWO?!! Apa anda gila? Tinggal disini? Dengan anda?” Kaget gadis itu yang terdengar sedikit berlebihan untuk Jongwoon.

“Aku tidak mengatakan kau akan tinggal bersamaku disini Nona Kim. Ini Apartment pribadiku memang tapi aku tidak tinggal disini. Hanya sekali dua kali aku datang ke tempat ini.”

“T—tapi.. aku tidak mungkin merepoti anda dan seenaknya tinggal di rumah orang seperti yang kau ucapkan, Sajangnim.” Taeyeon mencoba beralasan meskipun sepertinya alasannya tidak di terima Jongwoon.

“Tapi aku sudah memikirkannya Kim Taeyeon-ssi. Dan siapa bilang kau merepotiku dan tinggal dengan seenaknya. Ini akan menjadi bagian dari pekerjaanmu Sekretaris Kim.” Ucap pria itu dengan santainya seolah memberi petunjuk. Tapi entah mengapa petunjuknya itu justru semakin membuat Taeyeon bingung.

“Tingallah disini. Namun tentu saja tidak gratis seperti yang kau pikirkan. Sebagai kompensasinya kau hanya perlu membersihkan rumah ini.”

“T—tapi..”

“Selain itu, sepertinya kau memang harus stand by dua puluh empat jam untuk pekerjaan tambahan yang memang akan kuberikan padamu.”

Taeyeon nampak semakin bingung. “Pekerjaan tambahan?”

Jongwoon tersenyum dengan sedikit seringaian pada bibirnya. “Kau tahu kan akhir-akhir ini aku tidak hanya memerlukan seorang sekretaris tapi juga seorang asisten. Dan aku juga tahu kau memerlukan uang yang lebih banyak, bukan?”

Taeyeon tidak munafik. Ucapan pria itu memang ada benarnya. Tapi tetap saja tak mungkin ia berkata terus terang dan mengiyakan ucapan pria itu. “Lalu?”

“Mulai besok kau harus stand by di apartment ini dan menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadiku.”

MWO?!” Seenaknya sekali pria ini!

TBC

 

Oke ini gaje banget. Aku benar-benar kehabisan inspirasi dan ide. Semua ide dan inspirasiku menguap dikarenakan di saat ide dan inspirasi itu datang aku justru berhalangan untuk menulis dan alhasil beginilah jadinya. Oke part ini sebenarnya udah jadi lama banget Cuma karena kabel telepon putus aku jadi ga bisa ngepost ini. Jadi harap maklum. Untuk part selanjutnya aku ga janji kapan, semester 2 ini kelas 3 udah sibuk jadi aku mungkin bisa nulis di saat-saat tertentu aja. Buat reader di tunggu komennya yang membangun, aku terbuka menerima kritik dan saran kalian tapi tidak dengan bash. Dengan itu aku jadi punya ide dan inspirasi buat menulis part selanjutnya. Akhir kata selamat membaca dan inget komen!!!!!

 

38 thoughts on “[FF Freelance] Autumn, Blossom of Love (Part 3)

  1. wahhhh……apakah jongwoon mulai suka sama taeyeon
    penasaran pake banged lanjutin dong thor ceritanya T_T

  2. aku semakin penasaran sama lanjutan ceritany tpi kenapa belm d lanjut:(
    mudah2an semakin cpt next partnya

  3. wuuuaaahhh… keerrreeenn !!
    ehm, haesica momentx aku tnggu lbih bnyk ya thor… hehehe~ ^_^

  4. author ko ga d lnjut aja sih fanfic nya, udh udah 7 bln nih nunggu klnjutannya smpe jamuran…
    lnjut dong… bolak balik buka ini web cuma mau bca klnjutan ff ini tpi smpe skrng blm update jga.

    sayang thor crtanya udh bgus bgt & aku udh dpet feelnya lg… lnjut ya ya

    Figthing!!!! AUTHOR!!!

  5. makin seru ceritanya, tp sayang blm ad kelanjutannya
    author semangat ya, dtunggu sangat next part ny, ceritanya bagus banget sayng klo menggantung, masih sangt panjang sprtnya ceritanya (hehehe so’ tau ya)…

    maaf ya cuma bs memberi semangat…. pokoknya part ny dinanti dah,

  6. authhhhoooorrrr ffny dilanjut donggg jebaaalll, π…π
    penasaran berkelanjutan nih aku sm ceritany
    ayooo thorr semangaattt ヽ(^◇^*)/

  7. Kakak tau skrg tanggal brapa? Bulan berapa? Tahun berapa?? Kak ini udh tahun 2015 sebentar lagi bakal berganti jadi tahun 2016 dan ff ini belum juga di lanjut😢😢😢 kaka sedih udh 2 tahun kak nungguin nya kakak sama bang toyib sodaraan yak? Kok gak pulang-pulang😢😢😢😢😢 kapan atuh ini di lanjutin lagi?? Baru chap 3 loh kak… awal cerita yang berhenti mendadak gak enakan banget😭😭😭😭😭 mohon lanjutan nya kak

Leave a reply to Ayu Tetaishi Cancel reply