[ONESHOT] Enigma

BS-KAexCcAA-zCS

Author : Awsomeoneim

Cast :

  • EXO’s Luhan
  • OC’s Oh Jin Hee

Genre : Romance

Rated : PG-17

Lenght : 2,198 words

Disclaimer:

  • The OC and The story is officially mine. Has posted here.
  • Luhan / Xiao Lu’s belongs to God, His Parents-Family, SMEnt, and his fans around the world.

Summary : God knows when the right time to put in the mystery into your life.

=OoOoO=

‘Akhirnya aku pulang hari ini Jin Hee-ya! Aigoo kau pasti tidak tau betapa aku sudah merindukanmu. Aku sudah tidak sabar bertemu denganmu!! Saranghae~’

Aku berulang kali membaca pesan yang sama, dan hatiku tetap berdesir hangat setiap kali membaca kata terakhir yang ada di pesan yang kuterima sekitar enam jam yang lalu.

Kekasihku akhirnya kembali hari ini. Studi yang ia tempuh memaksa kami untuk menjalani hubungan jarak jauh dan akhirnya hari ini semua itu akan berakhir. Penantian itu akan segera berakhir. Hatiku tidak dapat berhenti melonjak kegirangan jika mengingat hal itu. Siapa yang tidak merindukan momen jalan berdua atau sekedar mengobrol ditemani secangkir kopi di cafe favorit?

‘Apakah ia sudah tiba? Mungkin aku harus menghubunginya..’

Belum sempat aku mengetikkan huruf pertama dari contact yang akan kuhubungi, layar ponselku tiba-tiba berubah warna menjadi hitam pekat. Sial. Ponselku kehabisan baterai. Sepertinya aku mengabaikan terlalu banyak peringatan untuk menghemat energi yang ditampilkan di layar karena keasyikan membaca pesan darinya.

Ditambah suara hujan turun dan hembusan angin yang cukup keras mengembalikanku pada realita.

Malam ini hujan mengguyur Kota Seoul tanpa ampun, sehingga aku tidak bisa berkutik dan hanya duduk pasrah di dalam sebuah cafe favoritku.

Andai aku tidak meninggalkan payungku di atas meja belajar semalam, mungkin aku sudah menghabiskan belasan jam mengobrol dengan kekasihku.

Andai Krystal tidak menyeretku kemari untuk bertemu dengan kekasihnya yang merupakan salah satu mahasiswa yang turut berpartisipasi dalam pameran hari ini, dapat dipastikan aku sudah tidur nyenyak dalam balutan selimut hangat.

Andai.. Andai.. Andai..

Rupanya otak kananku sedang merutuki kecerobohan otak kiriku dengan menghayalkan hal-hal yang tidak akan pernah berubah kecuali aku dapat memutar kembali waktu.

“Sepertinya hujannya tidak akan cepat reda,”

Aku tersentak saat mendengar sebuah suara yang familiar dan aku hampir melonjak dari tempat dudukku saat mendapati seseorang telah duduk di seberang meja. Apakah aku terlalu lama melamun? Atau aku terlalu merindukannya hingga–

“Kenapa menatapku seperti melihat setan begitu, Jin Hee-ya?”

“L–Lu-Luhan?”

“Memangnya siapa lagi nama kekasihmu, Nona Oh? Apakah kau diam-diam sudah memiliki kekasih lain selain Xiao Lu?”

Tidak ada sepatah kata yang lolos dari mulutku untuk melawan kemarahan palsunya dan justru buliran air mata yang turun deras. Bersaing dengan air hujan di luar cafe.

Yaaa kenapa malah menangis? Apakah wajahku menua dan tampak jelek? Ah, aku memang jarang melakukan perwatan selama di Inggris. Aku terlalu sibuk belajar..”

Celotehannya berhasil membuat sudut bibirku tetarik dan membentuk sebuah senyuman, “Berhenti bercanda, Xiao Lu!”

Giliranku yang berpura-pura membentaknya dan yang ia lakukan hanya menyunggingkan seuntai senyum yang membuat kedua iris matanya berkilau.

Satu hal yang selalu membuatku iri darinya. Ia memiliki sepasang iris yang indah dan selalu membuatku kecanduan berlama-lama memandanginya.

“Kau ingin memesan Americano?” tanyaku memecah keheningan.

Sejak beberapa menit lalu ia tampak menikmati pemandangan di hadapannya hingga hanya duduk diam menantiku selesai menyeka air mata yang rasanya tidak mau berhenti karena terlalu bahagia.

Setelah penglihatanku kembali cerah, aku baru menyadari jika sosok di hadapanku tampak begitu menawan. Ia tampak seperti pria dewasa dengan mengenakan kemeja hitam di balik tux berwarna senada. Sepertinya ia benar-benar berusaha keras untuk menampakkan image manly dihadapanku.

luhaaan

“Tidak perlu, aku sudah minum kopi sambil menunggu pesawatku yang delay.”

“Uh, pesawatmu delay? Kenapa tidak memberitahuku?”

Kedua alisnya terangkat sempurnya, “Yang benar? Aku mengirim puluhan pesan dan kaulah pihak yang membuatku frustasi menunggu balasanmu, Chagiya..”

Nafasku tercekat saat mendengar sebutan yang baru ia berikan. Ya, ini pertama kalinya ia memanggilku demikian.

Eey, jangan bilang kau sudah puas dengan hanya terus-terusan membaca pesan pertama dariku..”

“Ti-Tidak! Ponselku lowbatt dan ponselku sudah keburu kehabisan baterai sebelum pesan berantaimu masuk,” sergahku sambil menunjukkan layar hitam pekat ponselku ke hadapannya. Demi mempertahankan harga diri.

“Tidak usah mengelak, semu merah di pipimu sudah memberitauku segalanya, Jin Hee-ya~”

Aku mendengar ia terkekeh penuh kemenangan dan aku hanya dapat merutuki pucatnya kulit wajahku sehingga menampakkan dengan jelas semu merah yang muncul di pipiku.

Kami berbincang cukup panjang hingga hujan berhenti turun.

“Hujannya sudah berhenti. Kau mau pulang sekarang?”

Aku mengangguk setuju ketika menangkap jarum jam di dinding cafe menunjukkan pukul delapan lewat.

“Aku tidak membawa mobilku. Kau mau naik taxi atau bus?” tanyanya saat kami sudah berada di luar cafe.

“Bus! Aku ingin mengulang momen itu lagi,” ujarku antusias dan ia hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkahku. Ya, membayangkannya saja sudah membuatku kegirangan.

=OoOoO=

[4 Tahun lalu]

Malam ini terasa sangat dingin karena hujan deras mengguyur Kota Seoul sejak pagi hari tanpa henti. Aku berdiri diam di depan Art Gallery usai melakukan shooting untuk project film. Dan kebodohan yang kulakukan pagi ini adalah memasukkan payungku ke tas yang berbeda dengan yang kubawa hari ini.

“Sepertinya hujannya tidak akan cepat reda,” sapa seseorang yang entah sejak kapan berdiri di sampingku.

“Ah, ya. Kurasa demikian,” terdengar hambar dan kaku.

Kemampuan berkomunikasiku memang berada di bawah rata-rata. Itu sebabnya aku tidak menemukan ide lebih untuk membalas ucapan lelaki yang baru saja kutemui.

“Apakah kau menunggu seseorang?”

“Tidak, aku hanya menunggu hujan sedikit lebih reda untuk pergi ke halte.”

“Mau kutemani?”

Reflek pandanganku memutar ke arahnya. Memperhatikan siapa yang sebenarnya sedang berada di sampingku. Dan demi seluruh Dewa yang ada di langit aku bersumpah tidak pernah melihat seseorang dengan paras yang begitu menawan sepertinya. Detik berikutnya aku kembali mengalihkan pandanganku karena jika terlalu lama memandanginya, tidak akan baik untuk kesehatan jantungku.

“Tidak perlu, aku–“

“Sudah kubilang hujannya akan sulit reda, jika kau menunggu lebih lama lagi, kurasa kau harus menunggu sampai tengah malam untuk bus berikutnya, Nona.”

Dari sudut mata aku menangkap figurnya yang sedang menyibak mantel coklat yang ia kenakan, memperhatikan jam tangan hitam sporty yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

“Lihat, sudah pukul delapan lebih, kau mau menunggu sampai kapan?”

Omelannya membuatku tersentak dan kembali menatapnya. Sungguh keputusan yang salah.

BS-J6uQCUAALUfm

Tatapanku menangkap kedua iris lelaki itu sedang berkobar marah yang anehnya justru membuatnya  tampak berkilau. Sial, bagaimana lelaki sepertinya bisa ia memiliki iris yang begitu indah?

Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di halte bus. Ya, lelaki bermata indah itu berhasil membujukku untuk berjalan bersamanya melewati hujan deras dibawah perlindungan payung miliknya.

“Busnya akan datang sebentar lagi,” ujarnya sembari kembali duduk bersebelahan denganku setelah mengecek jadwal bus.

Aku hanya mengangguk mendengar penuturannya dan kembali menatap jalanan malam yang masih ramai seolah tidak peduli dengan derasnya hujan yang belum nampak akan segera berhenti.

Sebenarnya aku sedang berjuang keras untuk memfokuskan tatapanku pada jalanan atau setidaknya berusaha melamunkan hal lain dan tidak memperhatikan orang yang dari sudut mataku tampak sedang sibuk sendiri. Aku masih waras dengan tidak menginginkan label creepy menempel pada diriku hanya karena tidak dapat menahan rasa ‘terlalu’ tertarik dengan orang yang baru saja kutemui.

Tapi pertahananku jebol saat ia kembali membuka mulut, “Kau mahasiswi jurusan apa?”

“Perfilman, dan kau?”

Bukannya menjawabku ia justru sibuk mengacak helaian blonde di kepalanya untuk menyingkirkan butiran air hujan yang bersarang di sana. Dan aku tersihir untuk kembali memperhatikannya. Sosok ini benar-benar fascinating.

“Oh, itu dia busnya!”

Seruannya membuatku mengalihkan perhatian darinya ke jalanan. Dimana seonggok besi berjalan mulai menepi. Untuk kali ini aku merutuki kedatangan bus karena mengalihkan keasyikanku.

Hah, apa yang baru saja kukatakan!? Aku merasa seperti seorang mania sekarang. Mengerikan!

“Kau tidak naik juga?” tanyaku padanya yang tetap duduk tenang di tempatnya selagi aku sudah beranjak beberapa langkah.

“Tidak, rumahku ada di dekat sini. Aku hanya ingin menemanimu kemari,” ujarnya cepat dengan sebuah senyuman yang baru ia tampakkan setelah sekian menit kami bersama.

“Oh, baiklah, kalau begitu sampai jumpa!”

Aku akan melangkahkan kakiku lebih jauh, namun terhenti saat ia memindahkan payung yang ia bawa dengannya ke dalam genggamanku, “Bawa payung ini denganmu.”

“Bagaimana denganmu?”

“Aku punya ini,” ia menunjuk hoodie dari mantelnya yang kini sudah menutupi sebagian rambutnya, “Dan kau akan lebih membutuhkannya saat turun dari bus nanti.”

“Tapi–“

“Sudah kukatakan kalau rumahku dekat, kan?”

“Ah, baiklah. Akan kembalikan payungmu besok.”

Sebelum pintu bus menelanku utuh, kusempatkan membalikkan badan kembali ke arahnya, “Namaku Oh Jin Hee, dan kau?”

Ia tampak terkejut dengan pertanyaanku yang tiba-tiba, namun segera dengan lugas ia menjawabnya, “Xiao Lu, mahasiswa jurusan seni musik.”

=OoOoO=

[4 Tahun Kemudian]

Di atas bus kami tidak terlalu banyak bicara. Luhan tampak nyaman menyandarkan kepalanya di bahuku. Ia pasti kelelahan.

Aku perlahan mengusap helaian berwarna coklat tua yang terasa lembut di tanganku. Setelah empat tahun berlalu, kurasa rambut berwarna gelap lebih cocok untuknya.

“Kau suka dengan warna rambutku?”

Aku bergumam sebagai jawaban dan ia mengangkat kepalanya dari bahuku, “Syukurlah.”

“Kau tampak lebih manly dengan warna rambut gelap, Luhanie.”

“Sungguh?” irisnya berbinar cerah saat menangkap anggukan pasti dariku.

“Baiklah kalau begitu aku tidak akan menggantinya lagi. Aku memang merasa lebih tampan dengan rambut berwarna gelap,” ujarnya sembari berpura-pura merapihkan rambutnya yang justru membuatnya semakin tak beraturan.

“Kita sudah sampai,” ujarku saat merasa laju bus mulai melambat.

Luhan mengekor di belakangku dan saat akan menempelkan ponselku ke alat pembayaran keduakalinya si supir bus menghentikanku. Ia hanya memintaku membayar satu tiket. Belum sempat aku bertanya, Luhan membisikkan satu hal, “Mungkin ini diskon untuk pasangan. Kau lupa ini malam minggu, Jin Hee-ya?”

Diskon pasangan? Aku mengendikkan bahu tak ambil pusing dan melangkah keluar dari bus.

=OoOoO=

“Kau akan datang ke rumahku kan, besok?”

Luhan bertanya saat kami tiba di depan pagar rumahku. Pertanyaan yang seketika membuat kedua alisku bertaut heran.

“Memangnya ada apa?”

“Bogoshippo.”

Aku mencebik pelan dan menahan tawa atas alasan cheesy yang dilontarkannya,”Alasan macam apa itu Xiao Lu? Apa kau meninggalkan sisi cold city guy-mu di Inggris?”

“Oh ayolah, kau belum pernah mengunjungi rumah calon tunanganmu ini kan?”

Aih, siapa yang mengatakan tadi jika menantiku mengunjungimu bukan stylemu huh?” aku mengkopi ulang jawaban yang ia lontarkan saat aku menanyakan kenapa ia tidak menunggu kunjunganku ke rumahnya dan memilih menghampiriku di cafe.

Ia terkekeh sendiri mendengar sindiranku, “Ya, ya, aku tau. Tapi sekali ini saja. Kurasa jet lag tidak akan memberikanku kesempatan kedua untuk datang kepadamu lagi besok. Jadi saatnya kau yang datang mengunjungiku. Mungkin aku juga butuh bantuanmu untuk menyuapiku sarapan. Jadi datanglah sangat pagi jika tidak ingin tunanganmu yang tampan ini kelaparan, okay?”

“Apa kau sudah selesai ceramah, Tuan Xiao Lu?”

“Ya dan terimakasih sudah mendengarkannya dengan khitmad, Nyonya Xiao Lu.”

“Yaaah, apa-apaan sih kau ini!”

“Hanya ingin mulai melakukan sebuah kebiasaan baru,” dan sebuah tawa menggoda mengiringi ucapannya, “Sudah malam, aku pergi dulu ya, sampai bertemu besok.”

Aku hanya menggumam sebagai balasannya dan dengan cepat ia mencuri cium pada pipi kananku lalu kemudian menyeringai penuh kemenangan saat menangkap basah semburat merah kembali muncul di pipiku sebelum membalikkan badannya menjauhiku.

=OoOoO=

“Aku pulaaang~” seruku ceria saat memasuki ruang tengah.

Namun keadaan tampak justru sebaliknya.

Hanya ada Sehun yang berdiri memunggungiku. Ia tampak berbicara serius dengan seseorang dan sesekali menoleh ke arahku. Tak lama kemudian, ia memutuskan sambungan teleponnya dan segera menghampiriku.

Noona kau dari mana saja? Kenapa ponselmu sangat sulit dihubungi?”

Saat Sehun berbicara dengan sangat cepat dan dengan air muka yang pucat, pasti terjadi suatu hal yang penting.

“Ponselku kehabisan baterai, aku juga lupa membawa payung jadi aku harus berteduh di dalam cafe, dan tiba-tiba Luhan datang dan menemaniku pulang dengan bus. Ada apa? Apakah ada hal serius yang terjadi?”

Iris Sehun membulat sempurna dan detik berikutnya ia berlari keluar rumah.

Yaa Oh Sehun, apa yang kau lakukan?”

Aku menyusulnya keluar rumah. Ada yang aneh dengannya.

“Kemana Luhan hyung pergi noona? Jika ia memang benar mengantarmu pulang ia harusnya–“

“Tentu saja sudah pulang. Ia jet lag dan butuh istirahat. Kau tau ia pulang hari ini kan?”

Sehun hanya mengangguk diam lalu melontarkan sebuah pertanyaan tidak masuk akal, “Noona… apa kau yakin itu Luhan hyung? Kau benar-benar yakin??”

“Tentu saja! Bagaimana bisa aku tidak mengenali–“

Protesku terputus oleh suara nyaring ponsel Sehun. Ia tampak menelan ludah dengan berat saat melihat ID Caller yang tertera.

Ne, appa. Arraseo.. Mm.. Tenang saja, ya, besok pagi kami akan menyusul. Appa dan Eomma tidak membutuhkan apapun? Mm.. Baiklah..”

Kemudian sambungan terputus.

Eomma dan Appa? Dimana mereka?”

“Mereka ada di rumah sakit, mungkin baru besok pagi mereka akan kembali dan menjemput kita ke–“

“Besok pagi? Aku tidak bisa Sehun-ah, aku sudah berjanji kepada Luhan akan mengunjungi rumahnya pagi-pagi sekali..”

Sehun menarik nafas panjang dan menatapku lamat sembari mengeratkan cengekeramannya pada kedua bahuku, “Ya, kita akan ke rumah Luhan hyung besok pagi. Aku akan mengantarmu kesana, Noona..”

“Tapi aku harus kesana pagi sekali,” aku sudah hafal dengan tabiat Sehun yang sulit untuk bangun di pagi buta. Terlebih besok adalah hari Minggu dan aku yakin ia akan lebih memilih bertahan di ranjangnya lebih lama dari hari biasanya.

Ne, arrayo Noona.. Aku akan bangun sangat pagi bahkan sebelum matahari sempat bersinar. Kau tidak perlu khawatir, Noona.. ” aku hendak mencelanya namun karena ia menatapku sungguh-sungguh aku memilih mempercayai pemuda ini.

Samar-samar aku menangkap genangan air mata yang ada di pelupuk mata namdongsaengku, “Sehun-ah, kenapa kau–“

Ia lebih dulu merengkuhku kedalam pelukannya sebelum pertanyaanku terselesaikan. Sehun menahan tangis sekuat yang ia mampu namun isakannya semakin terdengar jelas di telingaku seiring dengan rentetan kalimat kelabu yang ia utarakan dengan terbata.

“Luhan hyung mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang dari bandara sore ini, Noona. Ia tidak sadarkan diri dan yang baru saja itu… appa berkata Luhan hyung baru saja dinyatakan meninggal dunia.”

=OoOoO=

Luhan tidak menyeka air mataku.

Luhan tidak memesan kopi favoritnya.

Luhan tidak membawa mobil kesayangannya.

Luhan tidak terlihat oleh sopir bus.

Luhan tidak ingin mengganti warna rambutnya.

Karena ia memang tidak akan pernah bisa menggantinya lagi.

Harusnya aku menyadari semuanya lebih awal.

=OoOoO=

Seikat krisan putih di genggamanku memberontak ingin menjatuhkan dirinya. Atau lebih tepatnya, genggaman tanganku yang sudah terlampau lelah untuk tetap merengkuhnya dengan erat.

Seharusnya aku tidak membawa krisan putih pagi ini.

Bunga ini terlampau berat untuk genggamanku. Terlalu berat untukku membawanya mendekat sampai ke salah satu gundukan tanah yang masih memerah dengan batu granit hitam mengkilap yang berukirkan namamu.

Tidak.

Ini salah.

Harusnya aku membawakan sarapan untukmu. Bukankah kau ingin sarapan denganku hari ini, Luhan?

=OoOoO=

7 thoughts on “[ONESHOT] Enigma

  1. yeyyy sad ending#plakk…
    hikz… awl’a nyangka bkal jdi happy end trus romance2*’n, tpi knapa jdi’a mlah bkin mau nngis…
    lu-ge…
    author tga bnget sih bkin gege ksyangnku jdi deathchara…
    tpi ff’a bgus, daebakk…

    • gomawo chinguuu ^^
      nyawa luhan ada 9, jadi diminta satu buat epep ini ga apa katanya so ya sad ending dulu la ya buat saat ini mohon diikhlaskeun~ 😀

Don't be a silent reader & leave your comment, please!