[FF Freelance] I’m Crazy Because of You (Oneshot)

i'm crazy because of you

 

Title :

I’m Crazy Because of You

Author :

Endor Yochi

Main Casts :

Kim Myungsoo a.k.a L (Infinite)

Park Jiyeon (T-ara)

Genre :

Romance, Life school

Length :

Oneshoot

Rating :

Berhubung author rada evil, rating kali ini balik jadi PG-17 lagi 😀

Disclaimer :

Ide cerita ff ini muncul begitu saja pas author lagi males mau ngerjain tugas. Dan ide ini murni dari author sendiri alias kaga jiplak, dan mian kalo ternyata masih ada typo atau kesamaan cerita seperti ff lainnya.

—>>Happy Reading>>—

Jiyeon POV

Seperti biasa, saat pertama kali aku membuka mataku dipagi hari, aku langsung mengecek ponselku, memeriksa apakah ada pesan untukku dari namja itu. Tapi lagi-lagi aku hanya menemukan layar itu menunjukkan gambarku yang sedang tersenyum lebar bersama seorang namja yang kubicarakan tadi dengan tampangnya yang datar tak menunjukkan senyumnya sedikitpun. Hhhhh.. Yah, dialah Kim Myungsoo, seorang namja tampan dan dingin idaman banyak yeoja di kampus kami, yang entah kesurupan makhluk mana tiba-tba saja memintaku menjadi yeojachingunya. Mungkin karena ia sudah bosan dengan kejaran para yeoja di kampus sehingga memintaku menjadi yeojachingunya. Tapi tetap saja, kenapa harus aku? Memang benar kalau aku juga menyukainya. Cinta malah. Tapi entah kenapa aku merasa dia tidak mencintaiku, ya mungkin karena sikapnya yang selalu dingin itu yang membuat kesan dia tak memiliki perasaan apa-apa padaku. Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau dia memiliki rasa cinta padaku? Walaupun dia namjachinguku, ia tak pernah berkata manis padaku seperti halnya yang biasa dilakukan pasangan muda lainnya. Bahkan mengirim pesan pun tidak, kecuali kalau aku mengirimnya pesan terlebih dulu. Aish aku masih ingat saat dia memintaku menjadi yeojachingunya. Bukan cinta yang diucapkannya padaku, melainkan hanya kalimat “Apa kau mau menjadi yeojachinguku?” Dan dengan bodohnya aku langsung mengatakan iya tanpa kutanya lebih dulu apa dia mencintaiku dan apa alasannya memintaku menjadi yeojachingunya. Dan setiap kali aku menanyakan hal itu padanya, ia hanya bilang, “Apakah itu penting? Bukankah yang paling penting kau ini sudah menjadi yeojachinguku? Kau seharusnya bangga menempati posisi yang sudah menjadi rebutan banyak yeoja selama ini.” Grrr.. Aku kesal sekali mendengar jawabannya itu. Tapi entahlah, aku tak bisa benar-benar marah padanya. Walaupun sikapnya selalu menjengkelkanku, aku tetap tak bisa membenci Kim Myungsoo-ku ini. Yah, mungkin inilah yang dinamakan cinta buta. Nado molla. Pagi itu seperti biasa aku sudah menunggunya di depan gerbang kampus. Aku selalu seperti itu setiap pagi, menjemputnya di depan gerbang dan berjalan bersamanya menuju kelas walaupun kelas kami berbeda. Beberapa saat kemudian aku melihat sosok namja tampan menjengkelkan yang kucintai itu tampak dari kejauhan. Aku tersenyum riang dan melambai padanya seperti biasa, dan seperti biasa pula, tak pernah kudapatkan lambaian balasan darinya. Tapi aku masa bodoh dengan itu semua. Namja itu mendekat dengan tampangnya yang datar menatapku seakan berkata –dasar bodoh- padaku. Tapi aku tak mengacuhkannya. Begitu ia sampai di dekatku, kugamit lengannya dan mengajaknya berjalan bersama.

“Yaa! Bersikaplah biasa saja.” Katanya hendak melepaskan tanganku, tapi aku tetap bertahan.

“Yaa, bukankah aku ini yeojachingumu? Apa aku salah kalau aku menggandeng lengan namjachinguku sendiri?” kataku.

“Tapi tidak seharusnya seperti ini juga. Aku tidak suka menjadi pusat perhatian.” Myungsoo melepaskan pegangan tanganku. Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku sambil menatap punggungnya yang berjalan mendahuluiku.

“Yaa! Kim Myungsoo!” seruku padanya. Kulihat ia berhenti melangkah dan menoleh padaku.

“Wae?” tanyanya.

“Geurae.. Kalau aku memang tidak boleh menggandengmu, aku akan mencari namja lain yang bisa kugandeng.” Kataku bermaksud mengancam. Berhasil, raut mukanya terlihat berubah mengerut terkejut mendengar ucapanku barusan. Tapi bukan Kim Myungsoo namanya kalau ia bisa dikalahkan. Apalagi hanya dengan ancaman kecil seperti itu.

“Gwaenchanha. Lakukan saja sesukamu.” Katanya dengan nada ringan, lalu kembali berjalan meninggalkanku. Grrr.. Aku benar-benar kesal sekali melihat sikapnya itu. Dasar sok cool! Lihat saja, aku benar-benar akan membuktikan ucapanku barusan. Tepat saat itu aku melihat seorang namja lain yang sangat kukenal juga tengah berjalan tak jauh dari Myungsoo. Choi Minho, seorang namja yang tak kalah tampan dari Myungsoo, sekaligus teman sekelasku. Aku tersenyum evil. Lalu dengan segera aku pun berlari kecil menghampirinya sambil berseru.

“Minho-ya! Jamkkanman!” aku sengaja mengeraskan suaraku agar Myungsoo mendengarnya. Minho tampak berhenti berjalan dan menoleh ke arahku.

“Oh, Jiyeon-ah. Waeyo?” tanyanya kemudian.

“Eobseo. Aku hanya ingin masuk kelas bersamamu. Gwaenchanha?”

Minho tampak ragu, kedua matanya melihat ke arah Myungsoo berada. Sepertinya ia heran melihat sikap anehku itu, karena walau bagaimanapun juga ia tahu kalau Myungsoo adalah namjachinguku. Tapi aku tak peduli. Sebelum ia sempat menjawab sepatah kata pun, aku sudah menggamit lengannya. Namja itu tampak terkejut atas sikapku itu.

“Yaa, mwohae?” katanya heran.

“Kajja, kita masuk kelas. Ahh, ne aku belum mengerjakan tugas. Kau mau mengajariku, kan? Jebal..” kataku tak peduli.

“Oh, ne..” Minho pun hanya bisa pasrah saja. Setelah itu kami berjalan kembali bersama-sama. Sesaat aku melirik ke arah Myungsoo. Tapi.. Yaa!! Ia bahkan melihatku pun tidak? Ia malah asyik dengan ponselnya. Haish! Jinjja.. Dasar namja tidak punya perasaan! Mana ada namja yang hanya diam saja melihat yeojachingunya bermesraan dengan namja lain seperti itu? Ck.. Mimpi apa aku punya namja secuek itu. Aku benar-benar kesal sekali padanya. Dia sudah membuatku gila. Kim Myungsoo.. Awas kau!

Jiyeon POV end

 

Myungsoo POV

Dasar yeoja bodoh! Kenapa ia selalu bersikap seperti ini padaku? Apa dia tidak sadar kalau aku selalu kehilangan konsentrasiku kalau dia bersikap seperti ini? Ck.. Aku tahu dia memang yeojachinguku sekarang. Tapi tetap saja aku tidak merasa nyaman kalau dia selalu bersikap manja seperti ini padaku. Menggamit lenganku seperti ini hanya akan membuyarkan konsentrasiku saja. Ya, entah kenapa yeoja satu itu berhasil mengubah hidupku. Aku jadi sering menyita waktuku hanya untuk memikirkannya. Walaupun aku tidak pernah mengirimkan pesan padanya lebih dulu, itu memang sengaja kulakukan agar aku tidak terus-terusan bergantung padanya. Aku tidak sanggup mengungkapkan perasaanku padanya. Aku terlalu takut mengatakannya entah kenapa. Yang jelas, yeoja itu, Park Jiyeon, dialah satu-satunya yeoja yang sanggup membuatku seperti ini. Jantungku sudah berdegup kencang sejak yeoja itu melingkarkan tangannya ke lenganku. Ya Tuhan, aku bisa gila kalau terus-terusan seperti ini. Maka aku pun berusaha melepaskan tangannya itu dari lenganku.

“Yaa! Bersikaplah biasa saja.” Kataku dengan nada datar seperti biasa. Tapi rupanya ia tetap mempertahankan pegangan tangannya.

“Yaa, bukankah aku ini yeojachingumu? Apa aku salah kalau aku menggandeng lengan namjachinguku sendiri?” katanya pula. Aigoo.. Kenapa yeoja bodoh ini tak mengerti juga?

“Tapi tidak seharusnya seperti ini juga. Aku tidak suka menjadi pusat perhatian.” Aku pun langsung melepaskan tangannya itu dan berjalan mendahului langkahnya. Jangan sampai ia melihat perubahan raut mukaku yang entah bagaimana bentuknya saat itu. Dasar yeoja bodoh.

“Yaa! Kim Myungsoo!” kudengar ia berseru padaku. Aku pun berhenti melangkahkan kakiku. Sebisa mungkin aku mengembalikan wajah datarku dan menoleh padanya.

“Wae?” tanyaku pula.

“Geurae.. Kalau aku memang tidak boleh menggandengmu, aku akan mencari namja lain yang bisa kugandeng.” Katanya kemudian yang langsung membuatku terkejut. Mwo? Namja lain? Yaa! Kau pikir apa yang baru saja kau katakan? Menggandengku saja tidak boleh bagaimana bisa kau ingin menggandeng namja lain? Dasar yeoja gila. Tapi, ah.. Mungkin ini hanya sekedar ancaman biasa saja. Aku kembali memasang wajah datarku.

“Gwaenchanha. Lakukan saja sesukamu.” Kataku yang kemudian sukses membuat wajahnya sedikit terkejut. Aku tersenyum puas dalam hati. Lalu kembali melangkahkan kakiku. Aku yakin kalau saat ini dia hanya mencoba menggertakku. Aku tahu selama ini dia selalu saja mengatakan ancaman-ancaman kecil yang tak pernah dilakukannya sekalipun. Namun tiba-tiba saja sesuatu yang tak bagus terjadi.

“Minho-ya! Jamkkanman!”

Melalui ekor mataku aku bisa melihat yeoja bodoh yang kucintai itu berlari kecil menghampiri namja lain, Choi Minho.

“Oh Jiyeon-ah? Waeyo?”

“Eobseo. Aku hanya ingin masuk kelas bersamamu. Gwaenchanha?”

Isshh! Apa yang dilakukan yeoja itu? Apa dia sengaja ingin memanas-manasiku? Sesaat kemudian aku melihat –walau tidak secara langsung- dia melingkarkan tangannya ke lengan Minho. Yaa!! Mwoya? Aish! Yeoja ini benar-benar..

“Yaa, mwohae?” kudengar Minho berkata seolah takut aku salah paham padanya.

“Kajja, kita masuk kelas. Ahh, ne aku belum mengerjakan tugas. Kau mau mengajariku, kan? Jebal..”

Grrrr.. Ini sudah keterlaluan. Ia bahkan mengatakan kalimat itu dengan nada manja sama seperti saat ia meminta sesuatu padaku.

“Oh, ne..”

Hmmm.. Tenang, Myungsoo-ya. Tenang.. Jangan termakan oleh emosimu. Kau tahu yeoja itu hanya ingin membuatmu cemburu saja. Maka aku pun berusaha meredam emosiku dengan berpura-pura memencet-mencet ponselku walaupun pikiranku tetap melayang pada yeoja itu. Hmm Park Jiyeon, kau benar-benar sudah membuatku gila. Tak kusangka ia akan benar-benar melakukan ancamannya kali ini.

Myungsoo POV

 

Author POV

Yee, akhirnya kebagian POV juga, haha plak! Yak, setelah insiden tak bagus yang terjadi pagi tadi, kini Myungsoo jadi tidak bisa berkonsentrasi pada mata kuliahnya. Ia terus memikirkan Jiyeon, apalagi ia tahu kalau Minho sekelas dengan yeojanya itu. Diam-diam ia mulai membayangkan kalau Jiyeon tengah bermesraan dengan Minho di kelas, bercanda bersama, tertawa bersama.

“Aishh! Andwaeyo!” tiba-tiba saja ia berseru di tengah mata kuliah sedang berlangsung. Kontan saja seisi ruangan menoleh ke arahnya.

“Ne? Apa ada masalah, Kim Myungsoo?”

Glekk! Myungsoo sedikit terkejut mendengarnya.

“Uh, eobseumnida, Seonsaengnim. Jeoseonghamnida.” Katanya pula.

“Geureom, kita lanjutkan..”

Haish! Semua ini gara-gara yeoja itu. Aku harus melakukan sesuatu agar ini tidak terus-terusan mengganggu pikiranku, pikir Myungsoo kesal. Tapi ia tetap tidak tahu bagaimana caranya agar pikirannya itu segera terhapus dari bayangan tentang Jiyeon. Karena tak tahan lagi, Myungsoo pun minta ijin ke belakang untuk mencuci mukanya.

Sementara itu di kelas Jiyeon, rupanya yeoja itu juga sedang uring-uringan seorang diri. Berkali-kali ia menarik napas kesal dengan mengerucutkan bibirnya. Suzy yang sejak tadi melihat sikap anehnya itu jadi heran.

“Yaa, waeyo? Kenapa dari tadi bentuk bibirmu seperti itu? Apa kau habis kena tonjok?” bisik Suzy penasaran.

“Ck.. Molla.” Hanya itu yang diucapkan Jiyeon, lalu kembali mengerucutkan bibirnya. Suzy hanya geleng-geleng kepala melihatnya dan kembali konsentrasi pada soal di depannya.

Aish.. Apa benar dia tidak memiliki perasaan cinta padaku? Bahkan ia pun tidak merasa cemburu sedikitpun padaku. Lalu kenapa dia memintaku menjadi yeojachingunya? Apa aku ini benar-benar hanya digunakannya sebagai bentengnya saja? Aigoo.. Nan jeongmal michyeosseo..

“Park Jiyeon-ssi!”

“Oh, Nde, Seonsaengnim?” sahut Jiyeon sedikit tersentak.

“Bisa tolong ambilkan buku saya di ruang prodi?”

“Oh, buku apa, Seonsaengnim?”

“Buku warna merah yang ada di dalam map warna kuning.”

“Buku warna merah yang ada di dalam map warna kuning. Nde, nde, Seonsaengnim. Algeusseumnida.” Jiyeon membungkuk sedikit, lalu keluar dari kelas. Selama dalam perjalanan ia terus menggumamkan hal yang sama “Buku warna merah yang ada di dalam map warna kuning.. Buku warna merah yang ada di dalam map warna kuning..” hingga tanpa sengaja ia hampir bertabrakan dengan seseorang yang baru saja keluar dari dalam toilet. Jiyeon mendadak menghentikan gumamannya sekaligus langkah kakinya.

“Kau..” keduanya mengucapkan hal yang sama secara bersamaan. Jiyeon langsung memasang bibir kerucutnya kembali begitu melihat siapa yang kini berada di hadapannya itu. Kim Myungsoo.

“Yaa, kenapa ekspresimu seperti itu?” tanya Myungsoo merasa tak enak juga melihat raut muka yeojanya itu.

“Gwaenchanha..” sahut Jiyeon pendek sambil melangkahkan kakinya kembali. Myungsoo mengikutinya.

“Yaa, eodiga?” tanya Myungsoo pula.

“Wae? Apa itu penting bagimu?” sahut Jiyeon tetap cuek. Myungsoo jadi sedikit jengkel dibuatnya.

“Yaa, berhentilah bersikap seperti ini.”

“Shireo.. Kau sendiri yang membuatku seperti ini.”

“Mwo?”

“Ck.. Dwaesseo. Pergilah, jangan mengikutiku.”

“Kelasku mengarah kemari.”

Jiyeon sedikit tertegun. Benar juga, pikirnya. Tapi ia tetap berusaha cuek, tidak mempedulikan Myungsoo sama sekali walaupun keduanya berjalan beriringan. Sementara Myungsoo yang sudah merasa jengkel sejak tadi itu hanya bisa menatap wajah dingin yeojanya itu dengan kesal. Ck.. Kenapa dia mendadak dingin begini? Menjengkelkan sekali! Pikirnya.

“Yaa, apa kau menyukai temanmu itu?” tanyanya tiba-tiba.

“Nugu?” Jiyeon membalas masih dengan sikap dingin.

“Choi Minho. kenapa kau seperti dekat sekali dengannya?”

“Kami memang dekat. Apa ada yang salah?”

“Yaa..”

Jiyeon diam saja. Myungsoo semakin kesal dibuatnya. Tiba-tiba saja ia menarik tangan Jiyeon dan membawanya masuk ke dalam laboratorium yang kebetulan sedang tidak dipakai. Jiyeon terkejut sekali mendapatkan perlakuan seperti itu.

“Y-Yaa.. Mwohaeyo?” tanyanya sedikit takut. Ia khawatir Myungsoo akan marah dan berbuat kasar padanya. Apalagi suasana sedang sepi karena semua mahasiswa berada dalam kelas. Myungsoo tampak berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan tajamnya.

“Katakan yang sejujurnya. Apa kau menyukai namja itu?” tanyanya kemudian.

“G-geurae.. Aku memang menyukainya..” sahut Jiyeon pula, membuat Myungsoo semakin shock karenanya.

“Wae?” tanyanya berusaha menahan emosinya.

“Karena dia namja yang baik, ramah, dan perhatian. Dia bukan namja dingin sepertimu. Dia selalu memperlakukanku layaknya seorang yeoja..”

Myungsoo makin tertohok mendengarnya.

“Apa aku tidak pernah memperlakukanmu seperti seorang yeoja?” tanyanya kemudian.

Jiyeon hanya diam saja. Ia menatap namja di depannya itu dengan pandangan menaksir-naksir, seolah berusaha menebak apa yang ada dalam pikiran namja itu saat ini. melihat Jiyeon hanya diam saja, Myungsoo menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk-angguk.

“Arasseo.. Mianhae.. Karena tidak pernah bisa menganggapmu layaknya seorang yeoja.” katanya, lalu perlahan berjalan hendak meninggalkan Jiyeon.

Author POV end *pai-paitoauthor*

 

Jiyeon POV

Aku terkejut sekali saat Myungsoo menarikku ke dalam laboratorium. Aku sudah takut dia akan melakukan sesuatu yang kasar terhadapku, walaupun aku tahu dia bukanlah namja seperti itu. aku berharap ada seseorang yang masuk dan memergoki kami sehingga aku bisa terbebas dari Myungsoo. Tapi sepertinya harapanku itu tak terkabul. Namja itu sekarang berdiri menghadapku.

“Katakan yang sejujurnya. Apa kau menyukai namja itu?” tanyanya kemudian.  Aku sedikit terkejut mendengarnya. kenapa dia ingin tahu sekali? Apa jangan-jangan dia cemburu? Baguslah kalau memang itu alasannya. Maka dengan sedikit gugup aku hanya menjawab,

“G-geurae.. Aku memang menyukainya..”

Ohmo! Ige mwoya? Aku melihat namja itu terkejut mendengar jawabanku. Apa benar ia memang sedang cemburu?

“Wae?” tanyanya kemudian.

“Karena dia namja yang baik, ramah, dan perhatian. Dia bukan namja dingin sepertimu. Dia selalu memperlakukanku layaknya seorang yeoja..” kataku sengaja memancingnya lebih dalam lagi. Dan aku sepertinya berhasil. Kulihat raut mukanya mendadak murung. Aigoo kenapa aku jadi semakin bersemangat?

“Apa aku tidak pernah memperlakukanmu seperti seorang yeoja?” tanyanya kemudian, membuatku terdiam. Dia memang selalu bersikap dingin padaku. Tapi aku tidak pernah merasa tidak diperlakukan baik olehnya. Walau bagaimanapun juga aku mencintainya meskipun sikapnya selalu dingin padaku. Aku sudah bahagia setiap kali bisa melihatnya dan berada di sampingnya. Melihatku hanya diam saja, Myungsoo menarik napas panjang, dan mengangguk-angguk.

“Arasseo.. Mianhae.. Karena tidak pernah bisa menganggapmu layaknya seorang yeoja.” katanya. Aku tertegun mendengarnya. Yaa! Apa yang dikatakannya barusan? Kenapa perkataan itu terkesan seperti ucapan perpisahan? Andwae! Andwaeyo! Aku mendadak menyesal dibuatnya. Apa aku sudah keterlaluan? Sesaat kemudian aku melihat ia berbalik hendak pergi. Cepat-cepat aku menahannya dan memeluk tubuhnya dari belakang.

“Kajima..” ucapku pelan. Ia berhenti melangkah namun tak kudengar sahutan darinya.

“Jebal.. Kajima..” ulangku lagi. Tidak mungkin aku membiarkan namja yang kucintai ini pergi dariku. Tidak mungkin.

Jiyeon POV end

 

Myungsoo POV

Aku seperti baru dilempar ke trotoar setelah mendengar pengakuan Jiyeon barusan. Namja yang baik, ramah, perhatian, dan memperlakukannya seperti seorang yeoja? Apa aku tidak pernah memperlakukannya seperti seorang yeoja? Yah, aku tahu memang selalu bersikap dingin padanya. Tapi itu bukan berarti aku tidak memperhatikannya. Aku selalu memperhatikannya. Aku tahu kapan dia merasa lelah, kapan ia merasa lapar, kapan ia merasa sakit, kapan ia merasa kesulitan, walaupun ia jarang sekali mengatakannya secara langsung padaku. Aku selalu memperhatikannya. Tapi mungkin aku saja yang tidak tahu bagaimana cara yang baik untuk memberikan perhatianku. Aku memang bukan namja seperti kebanyakan namja lainnya, yang bisa dengan leluasa mengekspresikan keinginan mereka. Mungkin itulah salah satu kelemahanku. Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian mengangguk-angguk.

“Arasseo.. Mianhae.. Karena tidak pernah bisa menganggapmu layaknya seorang yeoja.” ucapku. Begitu berat rasanya mengucapkan kalimat itu. Aku bahkan tidak bisa mengatakan kalimat seperti “Aku janji akan bersikap lebih baik lagi padamu” atau “Mianhae, lain kali aku akan lebih memperhatikanmu lagi” Entah pergi kemana semua kata-kata yang seharusnya muncul itu. Aku benar-benar bingung. Apa aku sanggup merelakan yeoja yang kucintai bersama namja lain yang lebih baik dariku? Atau aku harus mementingkan egoku dan tetap mempertahankannya? Aish! Molla.. Aku membalikkan tubuhku, hendak pergi meninggalkannya. Mungkin memang dia harus hidup bersama namja yang lebih bisa memperhatikannya daripada aku. Sementara aku, entahlah.. Namun tiba-tiba saja aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Ohmo! Jiyeon memelukku.

“Kajima..” katanya pelan.

Aku tertegun mendengarnya. Antara percaya dan tidak. Apa benar Jiyeon baru saja menahanku agar tidak pergi?

“Jebal.. Kajima..” untuk kedua kalinya aku mendengarnya menahanku agar tidak pergi. Entah kenapa tiba-tiba saja hatiku merasa bahagia mendengarnya. Lalu aku pun melepaskan tangannya kemudian kembali berdiri berhadapan dengannya. Kutatap kedua matanya yang bening itu. Aku terpaku melihatnya. Begitu memohon dengan tulus.

“Aku memang menyukai Minho, tapi aku tidak mencintainya. Aku menyukainya sama seperti aku menyukai teman-temanku yang lain.” Katanya kemudian.

Aigoo.. Ige mwoya? Benar juga katanya. Kenapa aku bisa berpikiran sependek itu? Paboya! Kenapa aku baru menyadari kalau sebenarnya yeoja bodoh ini hanya mencintaiku seorang saja? Ya, walaupun aku tidak pernah mendengar ia mengatakannya secara langsung padaku, tapi aku bisa melihat kebenaran itu melalui tatapannya, dan sikapnya selama ini padaku.

“Mianhae.. Selama ini aku selalu bersikap dingin terhadapmu.. Aku.. Aku akan berusaha lebih memperhatikanmu lagi..” entah kekuatan darimana itu berasal, tiba-tiba saja aku mampu mengatakan hal itu. Kulihat Jiyeon tersenyum.

“Dwaesseo.. Aku tahu kau beda dari namja yang lain. Kalau kau memang tidak bisa melakukannya, gwaenchanha. Melihatmu terus berada di sampingku saja itu sudah membuatku bahagia.” Katanya kemudian, membuatku tercengang. Aigoo kenapa aku bisa kalah romantis darinya? Dia bahkan bisa mengucapkan kata-kata seperti itu dengan lancar. Ck.. Aku memang namja payah. Untuk menutupi rasa canggungku, aku hanya memukul kepalanya pelan menggunakan jari tanganku.

“Yeoja bodoh!” kataku. Ia hanya meringis dan memegangi kepalanya yang kupukul tadi, lalu mengerucutkan bibirnya, membuatku langsung sensi melihatnya.

“Yaa, berhentilah mengerucutkan bibir seperti itu. Aku tidak suka.” Ucapku.

“Waeyo? Bukankah aku terlihat imut kalau seperti ini?” ia malah sengaja mengerucutkan bibirnya lagi sambil meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua pipinya. Aku semakin gemas melihatnya. Lalu tanpa menunggu apa-apa lagi segera saja kusambut bibir yang mengerucut itu dengan bibirku.

Chu~

Hanya tiga detik. Namun sudah cukup membuatnya tercengang dengan kedua pipinya yang bersemu merah. Aku tersenyum geli melihatnya, walaupun sebenarnya aku pun juga sedikit gugup saat melakukannya. Kucubit pelan kedua pipi yeojaku yang masih tercengang itu.

“Itulah alasannya kenapa aku tidak suka melihatmu mengerucutkan bibirmu. Karena aku selalu ingin melakukan itu setiap kali aku melihatmu seperti itu.” kataku kemudian. Jiyeon masih tercengang seperti tadi. Sepertinya ia benar-benar shock atas tindakanku barusan. Aku kembali tersenyum melihatnya.

“Apa kau ingin lagi?” tanyaku evil.

“Mwo?”

Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya lagi, aku kembali menempelkan bibirku pada bibirnya. Kali ini lebih lama dari sebelumnya. Kulihat ia mulai memejamkan kedua matanya. Aku tersenyum di sela ciumanku dan semakin memperdalam ciumanku hingga ia pun membalasnya. Setelah beberapa detik kami melakukannya, aku melepaskan ciumanku.

“Jiyeon-ah, saranghae..” entah darimana lagi asalnya keberanian itu datang, yang jelas hatiku lega sekali begitu kalimat itu keluar dari mulutku. Kulihat wajah Jiyeon berseri-seri mendengarnya. Waeyo? Apakah kalimat ini yang selalu kau nantikan, Chagiya? Ia tampak tersenyum senang.

“Nado saranghae, Myungsoo-ya.” Ucapnya kemudian membuat dadaku semakin berdebar-debar. Aku tersenyum mendengarnya, lalu mengacak rambutnya pelan. Tiba-tiba saja ia terlonjak.

“Ohmo! Celaka!” katanya sambil menepuk jidatnya.

“Waeyo?” tanyaku heran.

“Aku sedang disuruh seonsaengnim mengambil buku di ruang prodi! Ck.. Gawat, aku bahkan lupa ciri-ciri buku yang dimaksudnya tadi. Aigoo.. Eottokhe? Eottokhe??” katanya sambil berjalan mondar-mandir dengan mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri. Aku tersenyum geli melihat tingkahnya itu.

“Buku warna merah yang ada di dalam map warna kuning.” Kataku yang langsung membuatnya membelalak.

“Yaa! Darimana kau bisa tahu?” tanyanya takjub.

“Tadi aku mendengarmu menggumamkannya.” Ucapku tenang.

“Aigoo! Gomawo, Myungsoo-ya! Kau memang pahlawanku!” katanya tiba-tiba langsung merangkulku. Aku terkejut sekali, tapi aku heran karena ternyata aku membalas rangkulannya. Setelah itu ia pun melepaskan rangkulannya dariku.

“Geurae. Aku harus pergi. Jangan lupa nanti tunggu aku kalau mau pulang. Arasseo? Annyeong!” katanya sambil melambaikan tangannya, setelah itu bergegas pergi keluar dari laboratorium. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihatnya. Aigoo.. Yeoja itu benar-benar membuatku gila..

Myungsoo POV end

 

Annyeong! Udah lama gak ngepost ff baru. Akhirnya jadi juga ff sederhana nan ringan ini. Semoga readers suka ^^

Gomawo, annyeong! 😉 *authorburu-buru*

67 thoughts on “[FF Freelance] I’m Crazy Because of You (Oneshot)

  1. Aigggooo ternyata dua”nya saling bikin gila satu sama lain……
    Suka suka suka
    DAEBAK
    d tnggu thor ff jiyeon yng lain…..
    Jgn lma” yaaaaaa…. 🙂

  2. kekkekeke suka!!! Makanya Myung jangan dingin mulu ama Jiyi jadi dikerjainkan ama Jiyi hahahaha
    akhirnya mereka saling mengungkapkan apa yang sebenernya mereka rasakan antara satu sama laen!! YEAYY!!

  3. Huahhh singkat dan mengesankan..
    Sukaaa apalagi MyungYeon..
    Ahhh MyungYeon so sweet, akhirnyaa dengan rasa cemburu perasaan mereka saling terbuka..

    MyungYeon lagi thor-thor \(´▽`)/

Don't be a silent reader & leave your comment, please!