[Vignette] Obsession

Author: helmyshin1

Main cast: SHINee and find by yourself

Genre: Thriller, romance,  crime (?)

Rating: NC 17+

Lenght: Vignette

WARNING! Yang gak suka Thriller mending CABUT! *PLAK

Disclaimer: Sebenernya ini penpik udah lamaaaa banget, dan baru saia post di WP pribadi dan di sini XD

Shin1’s Note: Oh ya, Entar POV yang gak di kasih keterangan sama “SOMEONE POV” itu beda loh ya.. *Bacot mulu dari tadi -_-

Happy reading ^_^

 

Curse me, curse me for letting go

My collapsed heart is screaming

Don’t throw me away, don’t leave me alone

Want you, I want you like crazy

Your lips that left me shouldn’t love

Don’t love me, I threw you away

 

Seoul, 04.30pm

DORRR!!!

Seketika kubuka mataku terkejut. Suara itu begitu keras hingga membuatku terbangun dari tidurku. Ah, pasti orang-orang sedang bermain-main atau apalah. Mengganggu saja.

Akhirnya, kutarik tubuhku hingga berubah posisi menjadi duduk di atas tempat tidurku sendiri. Aku mengecek HP juga Ipod milikku.

Tidak ada apa-apa.

Sebelum aku beranjak dari tempat tidurku, terlebih dahulu kuangkat kedua tanganku sekedar untuk merenggangkan otot-otot pegalku. Hooaahhm… aku masih mengantuk sekali. Aku sangat lelah setelah sesi foto-foto kemarin.

Kurebahkan tubuhku kembali, menyelimuti diriku dengan selimut putih tebal hingga menutupi seluruh tubuhku. Aku mau tidur lagi..

***

Aku terbangun kembali beberapa saat kemudian. Sepertinya aku harus benar-benar bangun kali ini.

Kulirik sekilas jam weker di atas meja kamarku. Ekor mataku menangkap cahaya dari lampu LED berbentuk angka-angka yang berwarna merah.

Mwo? 04.55pm?! Sudah berapa jam aku tidur? 9 JAM! Sepertinya aku sangat lelah sampai tertidur begitu lama.

Kuambil ponsel yang tergeletak di meja dekat tempat tidurku, lalu memasukkannya ke dalam kantung celana selututku.

Cklek,

Aku memutar kenop pintu kamar dengan malas. Baru dengan beberapa langkah gontai kuseret kakiku, ada suatu cairan yang mengenai telapak kakiku.

Hah? A.. apa ini?

Kutekuk lututku berjongkok dan menundukkan kepalaku sehingga jarak antara lantai dengan wajahku hanya terpaut beberapa senti, lalu kuraba cairan itu dengan jemariku.

Merah, pekat, dan anyir.

DARAH?!

Ti.. tidak mungkin. Apa yang mereka lakukan?!

Kakiku melangkah asal menuju sumber cairan itu. Semakin mendekat, bau busuk dan anyir semakin tercium kuat. Dan kudapati seseorang sudah terbaring lemas.

“ONEW HYUNG!!!” jeritku kaget. Aku mengguncang tubuh Onew hyung, berharap dugaanku bahwa ia sudah tak bernyawa adalah salah besar. “Hyung! Bangun! Hyung.. apa.. apa yang terjadi..”

Tapi, tak ada respon apapun darinya. Nafas dan detak jantungnya pun sudah tiada.

“Tae.. Taemin..”

Tak jauh dari mayat Onew hyung, duduk Taemin yang bermandikan darah di sekujur tubuhnya. Dengan cemas, kuhampiri tubuh kurusnya itu. Sebuah headset masih menempel di rongga telinganya. Dan kutemukan sebuah gunting penuh darah tergeletak di atas lantai tak jauh dari kursi Taemin.

“I.. ini..” kuambil gunting tersebut dengan tangan yang bergetar.

Kini, tanganku sudah penuh oleh darah dari Onew hyung dan Taemin yang masih segar. Pasti senjata ini yang digunakan untuk membunuh Taemin. Lalu, kubawa gunting berlumuran cairan merah pekat itu untuk berjaga-jaga.

Kepalaku berubah arah memandangi keadaan di sekelilingku. Darah segar menambah warna pada dinding yang putih. Membuat sebuah hiasan abstrak baru yang mengerikan. Beberapa cipratan darah juga mengenai sebagian foto SHINee yang terpajang di dinding.

Rasa kantukku yang menjadi kini benar-benar musnah. Aku bergidik ngeri hingga sejurus kemudian, bau busuk yang begitu tajam memaksa masuk ke dalam rongga hidungku lagi. Akh, aku tidak tahan. Aku mual.. rasanya makanan yang kutelan pagi tadi harus aku keluarkan lagi. Aku melangkah menjauh pelan dari mayat mereka dengan pergelangan tangan yang kutempelkan ke hidungku.

“Mmmpphh..”

Di dalam kesunyian, aku menangkap sayup-sayup suara keran yang mengucur deras. Tanpa pikir panjang, aku berlari menuju kamar mandi, tak peduli akan lantai yang kini dihiasi oleh darah yang menetes dari ujung jemariku.

Perasaanku sangat buruk.

***

Kreeeek..

Aku kembali terkejut begitu membuka pintu kamar mandi. Pupil mataku membesar kemudian. Kupercepat langkahku mendekati orang yang sudah terbaring itu. Ia tergeletak begitu saja dengan air keran yang menggenangi tubuhnya.

Kulitnya begitu dingin. Aku mencoba tenang, walau sebenarnya itu sulit bagiku. Akhirnya, kuputuskan untuk menekan jantungnya beberapa kali dengan tumpukan kedua tanganku setelah kuletakka gunting tadi. Perlahan, air yang menggenang di sekitar tubuhnya berubah merah oleh darah yang menempel di tanganku.

Ayo bangunlah.. jebal..

“Hhh.. hhh..” kuseka air mata yang berbaur dengan keringat dingin yang mengalir di wajahku. Damn! Sia-sia.. dia sudah tiada.

Aku langsung berlari keluar dorm sembari menekan tuts-tuts yang tertera pada layar handphoneku. Masa bodoh dengan ponselku yang kini dipenuhi bercak merah.

Aku harus mencari bantuan.

BRAK! WUUSSHHH…

Setelah mendengar bunyi itu, kupercepat langkahku lagi. Aku memasuki ruang santai yang ternyata, jendela di sana tertiup angin kencang hingga terbuka.

WUUUSSSSHHHH….

Angin berhembus lebih kencang menerpa wajahku saat aku hendak menutup jendela itu. “Aish, tidak ada sinyal!” gerutuku ketika wajahku menghadap ke luar jendela. Aku memasukkan ponselku kembali dan berbalik keluar.

Tiba-tiba, kusadari terdapat cairan yang mengenai telapak kaki telanjangku. Cairan ini lagi?!

Aku memperhatikan keadaan di sekeliling ruangan ini.

“Ireona! Apa kau baik-baik saja?”

Sunyi.

Aku memang bodoh. Bagaimana dia baik-baik saja kalau kepalanya bocor?! Darah juga mengucur deras dari perutnya. Membuat beberapa organ dalam perutnya keluar. Lintangan usus bercampur cairan kental berwarna merah kehitaman hampir saja menyentuh lantai jika saja posisinya tidak terlentang seperti itu.

Dia.. dia sudah mati..

Kulangkahkan kakiku mundur teratur.

Apa sebenarnya yang terjadi? Aku pikir ini bukan permainan. Mereka benar-benar mati!!

Segera aku keluar dari ruang santai. Tujuanku yaitu pintu dorm. Kufokuskan tujuanku hanya ke sana. Aku harus keluar dari sini sekarang.

“Hhh.. hhhh…”

Sial! Padahal pintu itu tinggal beberapa meter saja, tapi kenapa pintu itu terasa begitu jauh jaraknya?

“Tak perlu terburu-buru seperti itu,..”

Sebuah suara dingin menghentikan langkahku dan membuatku terdiam sesaat. Suara itu…

-FLASHBACK-

“ANDWAE..!!!”

“BANGUN! BANGUN!” Suara Jonghyun hyung menyadarkanku. Sepertinya ia cukup kesal karena usahanya membangunkanku gagal berkali-kali.

“Ini, minumlah,” imbuhnya sembari menyodorkan segelas air putih kepadaku. Segera aku meneguk air itu dengan cepat.

“Apa yang terjadi?” tanyanya. “Anio.. hanya mimpi buruk. Tak ada yang perlu dikhawatirkan” jawabku singkat lalu meneguk kembali segelas air putih tadi sampai tak tersisa.

***

“TIDAAAAAAAKKK!!!”

“HEI! Kau tak apa-apa? Sadarlah!”

Aku terbangun dari tidurku dan menyeka peluh yang kurasa mengalir deras menghias wajahku. Aku mencoba mengatur nafasku yang terengah-engah.

“Kau mimpi buruk lagi?” Onew hyung bertanya dengan raut muka cemas. Aku mengangguk ragu menjawab pertanyaannya. “Akhir-akhir ini kau sering sekali..” lanjutnya. Namun, aku hanya mendengar kalimat pertamanya saja karena terlalu tenggelam dalam pikiranku sendiri..

“HEI !!!”

“Ah, ne? Kau tadi bilang apa, hyung?”

Onew hyung menghela nafas sabar dan menarik tanganku menuju kamar mandi. “Cuci dulu wajahmu!” perintahnya. Aku menurutinya dan membasuh mukanya yang cemas. “Hhh.. mimpi ini lagi,” batinku.

Kami berjalan menuju ruang santai dan duduk di sofa depan televisi. “Ehem?” Onew hyung berdehem yang kurasa untuk memastikan apakah aku sudah sadar sepenuhnya.

“Ne?”

“Akhir-akhir ini sepertinya kau sering mimpi buruk. Ceritakan padaku,”

“Ah.. tidak apa-apa, hyung. Hanya mimpi buruk biasa, jangan khawatir. Mungkin karena  aku kelelahan. Kau juga tau kan, scheduleku padat akhir-akhir ini.” Balasku mencoba santai. Tapi tetap saja, seberapa keras pun usahaku untuk menutupinya, ia masih bisa melihat jutaan rasa kecemasan  yang kurasa berasal dari sorot mataku.

“Mimpi buruk biasa? Kau bilang biasa? Kau sampai keringatan dan berteriak histeris begitu! Kau bilang tidak ada apa-apa? Bagaimana bisa, hah?!” Onew hyung menaikkan nada bicaranya. Sementara itu, aku masih menunduk, memikirkan apa yang harus aku katakan.

Kuhembuskan nafasku gusar sembari meninggalkannya, “That’s OK, hyung!”

-FLASHBACK END-

Aku membalikkan badanku perlahan membelakangi pintu dorm. Kudapati seseorang berperawakan kurus cukup tinggi dengan sebuah jaket hitam yang membalut tubuhnya.

“Kau..” jemariku menunjuknya dengan cukup bergetar.

Dia melangkahkan kakinya pelan mendekatiku. Semakin dekat, dekat.. aku langsung tersentak menyadari apa yang sudah terjadi. Mataku membelalak lebar menampakkan amarahku yang amat sangat.

“Apa yang kau lakukan? Membunuh yang lain dengan alasan konyol, hah?!” seruku emosi.

“Aku melakukan ini semua demi kau!”

“Kau.. kau gila!” seruku sembari mengacungkan satu telunjukku ke wajahnya.

“Ya. Aku memang gila. Dan kegilaanku berkata bahwa kau harus menjadi milikku, bagaimana pun itu!”

“Apa maksudmu?!”

“Apa kau tak mengerti? Aku terlalu gila. Dan semua itu karena KAU!” potongnya dengan berbicara kasar.

Tanpa diketahuinya, aku tengah menyalahkan diriku sendiri. Damn! Gunting tadi tertinggal di kamar mandi!

“Kau akan mati di tanganku, karena kau harus menjadi milikku. Sekarang dan selamanya,” ucapnya dengan nada yang datar. “Teman-temanmu. Mereka hanya mengganggu kesuksesanmu. Kau bisa menjadi nomor satu jika mereka tidak ada! Apa kau tidak sadar akan hal itu, hah?!” lanjutnya yang membuat amarahku semakin bertambah.

“ANIO!! Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Berpikirlah dengan jernih!!” aku berteriak kembali dan menyeret kakiku ke belakang. Berharap aku segera sampai ke pintu dorm tanpa ia curiga. Kalau tidak, aku pasti akan mati karenanya.

“Aku tidak peduli. Egoku untuk memilikimu lebih besar dari apapun. Sangat besar hingga aku tak mampu melawannya.”

***

Ia menarik kerudung jaketnya dari belakang hingga terbuka. Menampakkan wajahnya padaku. Kini, aku bisa melihat wajahnya dengan rambut hitam sebahu yang menghiasinya.

Sementara itu, mataku terus saja mencari-cari benda yang mungkin berguna untukku. Menyisir setiap sudut yang terdapat di ruangan ini. Ayolah.. tidak adakah benda yang berguna?

Walau mataku masih mencari, tapi aku tetap melirik ke arahnya sesekali. Mengamati gerak-geriknya agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya lagi. Dia sudah membunuh 4 temanku! Bagaimana dia tidak bisa dibilang berbahaya?

“Sedang mencari sesuatu yang berguna untuk membunuhku?” ucapnya membuatku cukup tersentak.

“Kau mungkin membutuhkan ini..” Tambahnya dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah.. PISTOL!

-FLASHBACK-

-SOMEONE POV-

Aku melangkah pelan memasuki rumah yang terdengar sepi. Entah bagaimana, aku suda berada di belakang seseorang bertubuh tinggi yang tengah menghadap layar televisi. Orang itu tak menyadari kehadiranku yang sudah berdiri di belakangnya. Ia terlalu berkonsentrasi pada pekerjaannya.

Tanpa kusadari, namja itu telah terkapar di lantai. Aku tersenyum simpul. Sepertinya aku terlalu nafsu untuk melenyapkannya, sampai-sampai aku tidak sadar kalau sudah membunuhnya.

Tak puas dengan pembunuhanku, kubuang tongkat bisbol berlumuran darah dari genggamanku asal dan menarik sebuah pisau dari kantung celanaku.

JLEB!

Aku menambahkan satu tusukan yang menghias perut orang itu. Membuat organ-organ seperti usus juga hati yang berada di dalam perutnya terlihat cukup jelas. Darah kini bukan keluar dari satu titik saja, sehingga cairan pekat tadi mengalir lebih deras.

JLEB!

Satu tusukan lagi membuat hatinya terlihat sangat jelas dan ususnya keluar dari kantong perutnya.

“Hhhh.. Tak kusangka, sangat mudah membunuhmu. Kau hanya mengganggu ‘milikku’ ” gumamku lalu berlalu meninggalkan bangkainya.

Dengan langkah pasti, aku memasuki rumah itu lebih dalam. Tak mau membuang waktunya hanya untuk mengelilingi bangunan itu.

***

Kuhentikan langkahku ketika mendapati seorang namja tengah berjalan gelisah menuju suatu ruangan.

Merasa cukup aman, aku keluar dari persembunyiaan dan mengintip sedikit dari celah pintu.

Namja bertubuh manly memutar keran air sehingga air mengucur jatuh ke wastafel putih. Beberapa detik, dipandang bayangan wajahnya sendiri yang memantul pada cermin yang tergantung di atas wastafel. Ia menengadahkan kedua telapak tangannya di bawah keran agar butiran-butiran air bisa berkumpul di kedua telapak tangannya yang tidak datar. Lalu, dicipratkan air itu membasahi wajahnya.

“Hhhh..” namja itu mendesah pelan. Ia terlihat cukup buruk dengan wajah yang tak semangat. Kembali ia memandang kosong sisi wastafel yang masih penuh dengan air. Saat didongakkan kepalanya menghadap cermin, aku dapat melihat betapa terkejutnya ia. Karena, bayangan yang memantul di cermin bukan hanya bayangannya. Tapi juga bayanganku, sedang menatapnya tajam.

Di saat ia belum sadar sepenuhnya, aku terlebih dahulu mengunci kedua tangannya di belakang punggungnya. Hanya dengan satu tangan, kutarik rambutnya sampai ia terdongak ke atas dan langsung membenamkan kepala namja tadi di genangan air wastafel tanpa memberikan satu detik pun kesempatan bernafas untuknya.

“Mmmmppphh..” Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku. Satu tangannya lagi mencengkram pergelangan tanganku itu dengan kuat. Kakinya juga mencoba menendang-nendang udara kosong.

Namun, usahanya sia-sia. Tangan yang mencengkram pergelanganku itu lemah seketika dan lunglai begitu saja. Aku melepaskan tanganku dari kepala namja tadi dan membiarkannya roboh di lantai.

“Wow, ternyata nafasmu hanya bertahan sampai detik ini. Kukira kau bisa bertahan lebih dari ini.” Bisikku lalu keluar dari kamar mandi dengan melangkahi mayatnya yang kini terbaring di lantai, kubiarkan air keran terus mengalir keluar sampai membanjiri kamar mandi.

***

“Rupanya kau di sini Taemin-ssi,” kataku lirih dan mendekati Taemin yang tengah menulis sesuatu di atas lembaran kertas putih yang berceceran tak rapi di atas meja.

Aku segera membekap mulutnya menggunakan satu tangan yang kubalut sarung tangan putih. Tanganku yang lain menggenggam gunting yang kutemukan di ruang tamu. Dengan cepat, kuhunuskan gunting itu menembus kulit Taemin tubuh Taemin yang dibungkus kaos hijau.

JLEB! JLEB! JLEB!

Aku menusukkan ujung gunting tajam asal ke tubuh Taemin.

“Mmmmppphhh… mmmhhh” Taemin mencoba memberontak, namun cengkramanku sangatlah kuat.

JLEB! JLEB! JLEB!

Terus kutusukkan ujung gunting, membiarkan amarah dan nafsuku untuk membunuh menguasai diriku sampai aku benar-benar puas. Darah terus muncrat dari dalam tubuh Taemin dan hampir mengenai wajahku kalau saja aku tak mundur beberapa senti. Perlahan tapi pasti, suara Taemin pun lenyap.

“Hhh.. hhhh… Seharusnya kau belajar dengan serius, Lee Taemin.”

Bekas-bekas darah berceceran di sekitar tempat duduk Taemin juga meja di depannya. Kertas putih di atas mejanya dan kaos hijau polosnya kini telah berubah merah oleh darah.

“Apa yang kau lakukan, hah?” teriakan seseorang cukup mengejutkanku. Aku memiringkan kepalaku dan mendapati seorang namja lain dengan kaos oblongnya terkejut.

“TAEMIN!!” teriaknya lagi dan melangkah mendekati mayat Taemin yang bermandikan darah segar.

DORRR!

Tak mau repot, lebih baik kutekan pelatuk pistolku ke arahnya. Langkah namja tadi terhenti karena ia roboh terlebih dahulu dengan peluru yang menempel di pelipisnya. Darah menggenang di sekitarnya.

“Seharusnya kau perlu berterimakasih padaku, karena aku tak membuatmu merasa tersakiti olehku, seperti teman-temanmu. Tapi, yaah.. no problem jika kau tak mengucapkan apa-apa.”

Aku berjalan lagi menjauh. Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal dalam diriku. Kuputar tubuhku memandanginya yang sudah tak bernyawa, “Satu lagi, kau seharusnya tak terlahir di dunia ini, Lee Jinki.”

-FLASHBACK END-

Hee Hyo. Seorang gadis yang tak lain adalah orang yang sudah menghabisi hampir semua member SHINee menodongkan pistol hitamnya di hadapan pria yang hampir sama tinggi dengannya. Tanpa ba bi bu lagi, namja itu segera merebut pistol itu dari tangan Hee Hyo.

Tapi, Hee Hyo tak mengijinkan itu hingga tangan mereka beradu merebutkan benda hitam tersebut. Si namja menggenggam erat pistol agar Hee Hyo tak bisa mendapatkannya kembali. Namun, Hee Hyo terus berusaha menarik ujung pistol yang berhasil ia raih. Entah bagaimana, pistol itu terlempar cukup jauh dan mendarat beberapa meter dari mereka.

Tak ingin menunggu, Hee Hyo langsung memeluk namja itu sembari berbisik di samping daun telinganya, “Saranghaeyo.”

JLEB!

Ujung pisau perak yang cukup besar dan amat tajam menembus daging tubuh si namja. Pelukan Hee Hyo merenggang. Namja di depannya mundur dengan langkah lunglai seraya memegangi perutnya yang ditusuk pisau tajam. Dari bagian itu, keluar darah yang begitu segar. Begitu juga dengan mulutnya yang mengeluarkan cairan serupa. Baru beberapa langkah kecil yang ia dapat, ditarik pisau yang bersarang sangat dalam di perutnya dan membuangnya sembarang hingga akhirnya..

BAGH!

Ia roboh di atas lantai putih dengan posisi menghadap langit-langit.

“Hahahahaha..” tawa mengerikan menggema di seisi dorm yang sepi.

Onew dan Taemin mati di tempat yang sama dengan darah yang tak kunjung berhenti mengalir. Tubuh Jonghyun semakin dingin karena air dari keran masih menggenangi tubuhnya. Minho dengan kepala bocor sekarang tak bisa apa-apa. Mereka kini hanyalah seenggok daging yang sudah tak bernyawa.

“Kau tau.. di sini sakit. Sangat sakit hingga tak bisa disembuhkan lagi. Lebih baik aku membuatnya mati rasa sekalian.”

JDOORRRR!!!

“Kau.. kau adalah.. milikku se..lamanya.. Key..”

Suara parau hampir tidak terdengar karena begitu lirihnya. Sebuah peluru menancap di jantung Hee Hyo yang mungkin menjadi tanda akhir kisahnya.

BRAG!

Hee Hyo jatuh menimpa Key. Kepalanya bersandar di dada Key yang juga sudah tak bernyawa.

WUUUSSHH…

Angin kencang membuka paksa pintu dorm hingga menghantam dinding, sampai menimbulkan bunyi yang cukup mengerikan.

BRAK!

JDAARRRR!!!

Gemuruh petir mengiringi jiwa Hee Hyo yang menyusul Key. Hujan deras dengan backgroung gelap turun begitu saja, membasahi mayat Key dan Hee Hyo yang terbaring di dekat pintu. Darah kental mereka bercampur air hujan. Membuat cairan yang semula pekat itu mudah mengalir menelusuri jalanan.

Sudah jelas. Rasa yang dimiliki Hee Hyo bukanlah rasa cinta lagi. Melainkan, sebuah… obsesi.

 

-END-

27 thoughts on “[Vignette] Obsession

  1. Helmy ,, sebelumnya FF ini pernah di post diblog lain kah? Rasanya eonni pernah baca .. tapi gak tau diblog mana, coz udah kebanyakan baca FF Triller .. Hee ..

    Mm,, Keren deh jalan ceritanya .. Seru+Menegangkan ..
    Buat lagi yang kayak gini .. Eonni suka banget FF yang genrenya Triller, horor n sejenisnya ..
    🙂

    Keep Wraiting !!

  2. Keren!
    Annyeong.. Q visitor baru.. Ief imnida.. Q suka thriller..
    Kapan kapan buat yg versi Suju dong.. *gubrak*
    Mian baru komen,aku baru nemmu blog ini..

    • Waaah.. reader baru yaah.. ayo ubyek2 aja blognya, gratis kog #PLAK

      Ditunggu aja yah yang versi sujunya.. kalo ada..hehe..

      btw.. Welcome to RFF 😀

      • kamsudnya itu bukan rencana jahatmu nak untuk melakukan semua itu??? (halah bahasanya)

        ==a

        good..good…
        seremm bener..hyyyaahhh

        kalo shinee nya yang baca…parno deh ahahahahaha…(emang shinee bisa bahasa indonesia??gaje deh ni reader..akakak)

  3. Seruuu, ngeri” sedep. Ngebyangin kalo jadi nyata, amit” dah jangan nyampe ada sasaeng yg kayak gitu beneran

Don't be a silent reader & leave your comment, please!