[FF Freelance] Love is Really Blind (Part 2)

Author : Xan She

Main Cast :

  • Suzy ‘Miss A’
  • Lee Junho ‘2PM’

Other Cast :

  • Seohyun ‘SNSD’
  • Xiah Jun Su ‘JYJ’

Genre : Romance, Life, Sad

Length : Continue

Rating : PG-15

Disclaimer : Murni hasil pemikiran sendiri. Mohon saran dan kritiknya setelah membaca FF ini… 😀

Note : Pertama-tama aku mau ngucapin jeongmal gomawo buat admin Lee Tae Ri yang udah bantu posting FF-ku part 1. Juga makasih buat para readers yang udah nyempetin baca & comment di Part 1 lalu. Seneng deh banyak yang suka sama FF ini. Sesuai permintaan readers, Part 2 ini sengaja aku buat lebih panjang hampir 2x lipat dari sebelumnya, mudah-mudahan pada gak bosen bacanya.

Ok, Happy Reading… 😀

Previous part: Part 1

Author POV

Junho menarik nafas lega ketika Suzy memberhentikan laju mobil di depan sebuah restaurant tradisional Korea. Akhirnya yeoja itu menuruti perkataannya.

“Junho-ssi, apakah kau tidak mau turun? Apa laparmu sudah hilang?” Suzy melirik Junho dari kaca spion yang hanya diam di tempat setelah mobil itu berhenti. Kali ini intonasinya sedikit menurun namun nada ketusnya masih jelas terdengar.

Junho segera turun dari mobil sebelum diperintah untuk kedua kalinya. Lalu ia berjalan menuju pintu restaurant disusul Suzy di belakangnya. Namun ia menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Hampir saja Suzy akan menabrak namja itu jika ia tidak sigap menahan langkah kakinya.

Junho membalikan badannya merasa ada yang tidak beres. Suzy menyambutnya dengan tatapan sinis. Kini jarak pandang mereka terlalu dekat. Suzy terlambat untuk melangkah mundur mengatur jaraknya dengan namja di depannya. Bila ia mundur sekarang, Junho akan merasa besar kepala karena mengira dirinya takut.

“Siapa yang menyuruhmu ikut masuk? Kau tunggu saja disini.” Setelah berkata begitu, Junho kembali berbalik masuk ke dalam restaurant.

“Aish!” Suzy hanya bisa diam ditempatnya sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat berusaha menahan tinjunya agak tidak sampai mendarat di wajah menyebalkan itu.

Cukup lama Suzy menunggu Junho keluar dari restaurant itu. Perutnya sudah menjerit meminta haknya untuk diisi. Beberapa kali diliriknya jarum jam yang melingkar di tangan kirinya. Jam makan siang telah lewat lebih dari satu jam yang lalu, tapi Suzy masih belum sempat mengisi perutnya.

Semuanya gara-gara namja itu. Kalau saja ia memberitahukanku alamat rumahnya sejak awal, tugasku pasti sudah selesai. Dan aku pasti tidak akan kelaparan seperti ini. Gerutunya dalam hati sambil berpindah posisi bersandar pada dinding persis di samping pintu restaurant setelah sebelumnya terus menghadap ke pintu itu. Tangannya menahan perutnya yang keroncongan.

Tidak berapa lama setelah itu, Junho akhirnya keluar. Suzy pun menghela nafas lega.

“Sudah kenyang? Sekarang beritahu aku dimana rumahmu!” Suzy tidak punya banyak waktu untuk bertele-tele. Ia langsung menanyakan intinya kepada Junho.

“Hei, aku bahkan baru melangkah sekali keluar dari pintu ini dan kau langsung menghalangiku. Kau pikir aku mau berlama-lama denganmu? Tenang saja, aku pasti akan memberitahumu di mobil.” Junho tidak berminat berdebat dengan Suzy sehabis makan siang. Ia hanya tidak mau makanan yang ia konsumsi barusan tidak dapat tercerna sempurna di dalam tubuhnya hanya karena beradu mulut dengan yeoja yang membuatnya pusing itu.

Oppa!!”

Terdengar suara yang memanggil ke arah Junho. Junho pun menghentikan langkahnya menuju mobil dan menoleh ke sumber suara. Sementara Suzy menatap seorang yeoja yang bersuara tadi dengan wajah tanpa ekspresi khas Suzy.

“Seohyun?” Ucap Junho sambil menatap yeoja pemilik suara itu dengan sedikit terkejut.

Walaupun Junho mengucap sebuah nama tadi dengan sangat pelan, namun Suzy masih dapat mendengarnya. Suzy menoleh pada Junho yang masih terkejut.

Oppa!Yeoja yang bernama Seohyun itu mengulang panggilannya sambil berjalan sedikit berlari mendekati Junho lalu kemudian memeluknya erat.

Junho menampakan ekspresi semakin terkejut. Ia memandang Suzy dan orang-orang sekitar yang tengah memperhatikan mereka. Ia sama sekali tidak takut kalau Suzy salah paham. Memangnya siapa dia? Namun ia merasa risih dengan sikap Seohyun yang memeluknya tiba-tiba di muka umum.

Oppa, kapan kau kembali dari Amerika? Kenapa tidak memberitahuku?” Seohyun mempererat pelukannya di pinggang Junho.

Suzy hanya membuang muka menyaksikan adegan itu.

Junho serba salah, akhirnya selembut mungkin ia berusaha mengulurkan pelukan Seohyun agar tidak menyinggung perasaan yeoja itu. “Seohyun-ah.”

Waeyo? Kau tidak merindukanku?” Seohyun menatap Junho kesal begitu dipaksa melepaskan pelukan itu.

Ani.”

Mwo?” Seohyun tidak terima dengan jawaban Junho.

Aani, ani. Maksudku tentu aku merindukanmu.” Ucap Junho akhirnya.

Seohyun tersenyum lalu kembali mendaratkan pelukannya di tubuh Junho. “Aku juga sangat merindukanmu, Oppa!

“Ya! Junho-ssi aku sedang tidak banyak waktu menemanimu pacaran. Cepat masuk ke dalam mobil!” Suzy memaksa matanya untuk kembali menyaksikan adegan itu.

Seohyun melepas pelukannya dan menoleh ke arah Suzy penuh tanya. Belum juga Junho menyahut, Seohyun telah lebih dulu mengajukan pertanyaan padanya. “Siapa dia, Oppa?

N-ne? Oh, dia hanya sopirku.” Ucap Junho asal.

Suzy mengatupkan kedua rahangnya kuat-kuat mendengar jawaban Junho. Namja itu beruntung, saat ini Suzy sedang tidak mau mencari keributan dengan siapapun karena perutnya terus berteriak-teriak sedari tadi.

Seohyun hanya mengangguk tanpa ingin membahasnya lagi.

“Kau sedang apa disini?” Junho baru menyadari tidak ada siapapun yang bersama Seohyun.

“Aku sedang jalan-jalan saja. Aku bosan hanya diam saja di kantor Appa. Oh iya, Oppa. Karena kita sudah bertemu, ayo kita jalan-jalan,” Seohyun segera menarik tangan Junho menuju Suzy yang telah berdiri di samping mobil. Junho berniat menolak, namun tarikan yeoja yang sudah lama tak ia jumpai itu tak sanggup ia tolak. “Eonni, tolong antarkan kami ke taman hiburan terdekat.” Lanjut Seohyun pada Suzy.

Suzy memasang tampang kesal pada yeoja yang memerintahnya itu. Hah? Siapa yang dia panggil eonni? Bahkan terlihat jelas tampangnya lebih tua dariku, kesal Suzy dalam hati.

“Ya! Siapa yang kau panggil eonni? Jangan seenaknya memerintahku!” Bentakan keras Suzy mengagetkan Seohyun dan Junho. “Junho-ssi, ku kembalikan mobil appa-mu. Aku tidak punya waktu menemani kalian bermain-main.” Suzy melempar kunci mobil ke arah Junho yang entah sudah berapa lama digenggamnya lalu berbalik meninggalkan keduanya yang masih berdiri kaku di tempatnya.

“YA! Kau Suzy..! Kau sudah keterlaluan!” Junho berteriak dengan keras ke arah Suzy yang berjalan semakin menjauh. Ia sama sekali tidak peduli dengan sikap kasar dan tidak sopan yeoja itu padanya. Ia juga tidak ambil pusing jika Suzy meninggalkannya sebelum mengantarnya pulang ke rumah. Yang Junho tidak terima karena Suzy berani membentak Seohyun, yeoja yang pernah mengisi hatinya dulu.

Oppa, kenapa sopirmu bersikap begitu?” Seohyun mulai tersadar dari keterkejutannya.

Junho senang Seohyun tidak terlalu tersinggung dengan sikap Suzy barusan.

Mianhae atas sikap kasarnya tadi.”

“Kenapa Oppa yang minta maaf? Aku sudah tidak menyukainya sejak awal aku melihatnya. Oppa juga tidak menyukainya kan?”

Ne.” Junho menambahkan dengan mengangguk pelan.

“Kalau Oppa juga tidak menyukainya, kenapa Oppa tidak memecatnya saja?” Nada suara Seohyun terdengar menghasut.

“Memecatnya?” Junho kembali mengulang kata itu. Seohyun mengangguk mantap.

Betul juga, kenapa tidak terpikir olehku untuk memecatnya. Biar nanti aku bicara pada Appa.

—<><>—

JunSu duduk termenung di sofa sebuah butik di kota Seoul. Matanya tidak beranjak dari pintu masuk butik tersebut, berharap sosok yang ia tunggu sejak lama muncul dari balikmya.

“Permisi JunSu-ssi. Apa bisa kita coba gaun pengantinnya sekarang? Dimana calon mempelai wanitanya?” Seorang yeoja yang merupakan pegawai butik tersebut datang berdiri tepat di hadapan JunSu.

JunSu mengakhiri keterpakuannya sejenak, menoleh sekilas pada sumber suara lalu kembali melanjutkan kesibukannya tadi. “Tolong tunggu sebentar lagi.”

Mianhaeyo, JunSu-ssi. Tapi anda sudah berkata seperti itu sejak lebih dari satu jam yang lalu.”

Kali ini JunSu benar-benar mengakhiri tatapan kosongnya pada sebuah pintu yang sama sekali tidak membantunya itu. Ia segera bangkit berdiri lalu berjalan ke salah satu sudut ruangan dengan tangan kanannya sibuk merogoh sakunya seperti mencari sesuatu. Setelah menemukan ponselnya, JunSu segera mencari sebuah kontak pada phone book ponselnya kemudian mencoba menghubunginya.

Terlihat sekali amarah di wajah namja itu saat menunggu sambungan diangkat dari seberang telepon. Tangan kanannya menggenggam kuat ponsel yang ia tempelkan di telinganya. Kalau saja ponsel itu terbuat dari kaleng, pasti kondisinya sudah remuk dan tidak berbentuk lagi.

“Kau dimana?” Kata JunSu singkat begitu panggilan darinya dijawab.

Oppa, ada apa?” Terdengar suara seorang yeoja dari sebrang telepon.

“Jawab aku, kau dimana?” JunSu berusaha sebisanya menahan emosi walaupun suaranya terdengar bergetar. “Jangan bilang kau lupa kalau hari ini kau harus mencoba gaun pengantin.” Suara JunSu makin bergetar. Bahkan terdengar beberapa kali giginya beradu saking emosinya.

Beberapa saat hening. Tidak terdengar suara dari sebrang telepon. Sepertinya yeoja itu sedang mencerna perkataan JunSu.

Mianheyo, Oppa. Tapi aku benar-benar lupa.” Kata yeoja itu akhirnya.

“Ya! Ini sudah ketiga kalinya kau melupakan persiapan pernikahan kita. Kalau kau begini terus, siapa yang mau membantu kita menyiapkan semuanya?” JunSu sangat marah dengan sikap tunangannya yang sangat meremehkan persiapan pernikahan mereka.

Suasana kembali hening. Tidak ada jawaban dari seberang telepon.

“Kau dimana? Biar aku menyusulmu.” Akhirnya JunSu sedikit memelankan suaranya, berharap yeoja itu menurut padanya.

Jeongmal mianhaeyo, Oppa. Tapi sekarang aku benar-benar sibuk.”

Mwo? Bermain-main setiap hari itu yang kau sebut sibuk? Sebenarnya apa yang kau kerjakan? Setiap hari kau hanya bermain-main tidak jelas sekarang kau bilang sibuk?” JunSu benar-benar muak dengan jawaban tunangannya itu. “Sekarang cepat katakan kau dimana?”

—<><>—

Author’s POV

Keesokan harinya Suzy memutuskan untuk tetap masuk kerja walaupun kemungkinan diberhentikan dari pekerjaannya sangatlah besar. Bagaimana tidak, perusahaan mana yang mau mepekerjakan pegawai yang tidak sopan dan bersikap kasar apalagi pada pemilik perusahaan termasuk anak direktur? Namun walaupun begitu, Suzy tidak pernah sekalipun menyesali sikap-sikap kasarnya kemarin pada Junho yang notabene anak Tuan Lee, Directur Han Corp. Ia malah merasa pantas memperlakukan namja itu seperti yang dilakukannya kemarin. Tidak perlu terlalu bersimpati pada pria, atau kau akan terluka. Itu yang ditekankan Suzy pada dirinya sendiri.

Suzy kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang sempat tertunda kemarin karena harus menjemput Junho di bandara. Namun beberapa kali otaknya membayangkan nasib namja yang ia tinggalkan itu. Apa ia baik-baik saja? Apa ia masih mengenal seluk beluk Seoul yang banyak berubah 5 tahun ini? Pertanyaan itu masih melayang-layang di pikirannya. Tapi sungguh itu sama sekali bukan karena rasa simpati, tapi justru rasa tanggung jawabnya pada Tuan Lee yang telah memberikan amanat padanya untuk mengantar putranya hingga selamat sampai rumah. Paling tidak, bila Junho pulang dengan selamat, besar kemungkinan Tuan Lee tidak akan terlalu mempermasalahkan tindakannya yang meninggalkan Junho begitu saja. Dan kemungkinan ia akan dipecat akan berkurang walaupun hanya sedikit.

“Ada Pak Direktur.. Tuan Lee akan kemari.” Salah seorang rekan kerja Suzy berteriak-teriak sambil berlari melewati meja kerjanya.

Suzy hanya tersenyum sinis. Sudah menjadi pemandangan yang sangat biasa suasana ruangan itu menjadi heboh bila Tuan Lee akan memasuki ruangan. Ia tidak begitu menanggapi kehebohan itu. Ia melanjutkan kesibukannya seperti biasa.

“Tuan Lee datang bersama seorang namja. Wah tampan sekali namja itu.” Seorang yeoja yang duduk paling dekat dengan pintu keluar sesekali mengintip kearah sosok yang semakin mendekat dengan mata berbinar-binar, membuat yeoja yang lain memperlihatkan ekspresi penasaran namun mengurungkan niat mereka untuk ikut mengintip karena sosok yang dibicarakan semakin mendekat. Ya, semua yeoja kecuali Suzy. Suzy hanya menoleh sekilas ke sumber suara dan kembali sibuk dengan gambar yang ada di layar monitornya.

Terdengar suara pintu dibuka dari luar. Tuan Lee masuk bersama seorang namja di belakangnya. Tidak perlu memperhatikan namja itu terlalu lama, Suzy sudah tau pasti dia adalah Lee Junho, namja yang ia tinggalkan begitu saja kemarin. Baguslah dia tidak apa-apa, batinnya. Jangan salah sangka. Ini murni karena tanggung jawab, sama sekali bukan simpati. Suzy dapat dengan jelas membedakan keduanya.

Tapi untuk apa dia disini? Apa dia juga akan bekerja disini membantu Tuan Lee? Suzy masih terheran-heran. Otaknya tidak dapat menjawab semua pertanyaannya itu.

“Selamat siang semuanya.” Terdengar suara Tuan Lee lantang setelah memasuki ruangan. Sedangkan seseorang disebelahnya hanya tersenyum tipis memindai seluruh sudut ruang berusaha menyapa setiap orang dengan santun walau senyumnya terlihat sangat terpaksa. Jelas saja, Junho tergolong orang yang paling malas beramah tamah apalagi harus menyapa terlebih dahulu. Kalau bukan karena Appa-nya yang memaksanya, ia tidak akan pernah mau berbuat seperti sekarang ini.

“Selamat siang.” Seisi ruangan kompak menjawab. Sedangkan Suzy hanya menoleh sekilas ke arah Tuan Lee lalu beranjak memperhatikan Junho yang terlihat aneh mengenakan setelah jas rapi berikut dasi yang mencekek lehernya. Sungguh berbeda 180 derajat dibandingkan kemarin. Dan Suzy tau ini bukan style namja itu.

Mata Junho yang sedari tadi sibuk memperhatikan satu per satu orang yang ada di ruangan itu terhenti pada sepasang mata sinis milik Suzy. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa lama. Junho menemukan keterkejutan pada sepasang mata itu. Ia hanya membalasnya dengan senyuman lebar. Lebih tepatnya senyuman kemenangan.

Suzy menelan ludah susah payah. Ia tau pasti ada yang tidak beres dari senyuman Junho itu. Pasti namja itu telah merencanakan sesuatu untuk membalas dendam. Kali ini Suzy benar-benar sudah siap apabila harus dipecat detik ini juga. Ia tidak sudi bila harus menurut pada perintah namja menyebalkan itu.

“Maaf mengganggu kalian sebentar. Maksudku datang kesini ingin memperkenalkan putraku, Lee Junho. Mulai sekarang dia akan menggantikanku memimpin perusahaan ini. Sudah saatnya ia belajar memimpin.” Ucapan Tuan Lee disambut tepuk tangan meriah dan sorakan bahagia para yeoja di ruangan itu kecuali Suzy. Justru ini adalah mimpi buruk baginya.

Senyuman kemenangan Junho membuat Suzy terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Bahkan ini lebih buruk dari dugaannya semula. Junho bukan hanya bekerja membantu Tuan Lee, tapi juga sekaligus menggantikan posisi direktur. Itu berarti sekarang posisi jabatan Junho berada jauh di atas Suzy. Dan ini akan menjadi sebuah ancaman besar baginya.

“Senang bergabung bersama kalian. Mohon bimbingannya.” Junho memaksakan diri bersikap wajar dengan sedikit membungkuk sambil tetap tersenyum.

Para yeoja yang lain tidak henti-hentinya mengucap kata ‘wah’ atau ‘aigoo’ sebagai ekspresi kekaguman mereka akan sosok Junho yang menurut mereka bagaikan pemandangan segar di tengah hutan yang gersang.

—<><>—

“Jadi sudah sampai mana kalian mengerjakan proyek penataan ruang pertemuan besar yang akan diadakan bulan depan?” Junho memulai pembicaraan ketika lima orang yang sengaja ia undang ke ruangannya mulai duduk di hadapannya dengan teratur. Junho tidak sepenuhnya sedang melaksanakan tugasnya sebagai seorang direktur yang memantau hasil kerja pegawainya. Ia justru lebih penasaran dengan ucapan appa-nya yang mati-matian membela Suzy untuk tidak memecatnya karena bakat luar biasa yang dimiliki yeoja itu. Ia sudah berusaha meminta appa-nya untuk memecat Suzy karena sikapnya yang tidak sopan terhadapnya. Tentu Tuan Lee tidak sepenuhnya percaya dengan ucapan putranya itu mengingat Junho adalah orang yang sangat keras kepala dan sulit diatur.

Suzy melipat kedua tangannya didada dan bersender di senderan sofa tempatnya duduk. Ia tidak suka dengan cara Junho menagih hasil kerjanya. Menurutnya tidak harus memanggil mereka semua ke ruangan ini. Cukup meminta hasil kerja mereka dan selesai. Ia tidak perlu berlama-lama berhadapan dengan Junho.

Keempat orang lainnya selain Suzy terlihat sibuk berdiskusi tentang hasil kerja sama mereka sebelum menceritakannya pada Junho. Junho menunggunya dengan sedikit tak sabar.

Tiba-tiba Junho merasakan ponselnya bergetar tanda ada panggilan masuk. Ia merogoh sakunya lalu kemudian menjawab panggilan itu.

Yeobbosseo?”

Oppa. Apa kau sibuk?” Suara seorang yeoja yang sangat Junho hafal terdengar jelas dari seberang telepon. Ya, dia Seohyun.

Junho sempat berpikir sebelum menjawab. Matanya menatap lima pasang mata yang tengah menatapnya seperti ingin tau apa yang ia bicarakan.

Ani.” Junho beranjak menjauh dari kelima orang itu.

“Kalau begitu mari kita bertemu. Aku merindukanmu, Oppa.” Suara Seohyun terdengar manja ditelinga Junho.

“Baiklah. Kau sekarang dimana? Biar aku kesana.”

Junho memutuskan sambungan telepon begitu Seohyun selesai menjelaskan keberadaannya. Ia lalu kembali berbalik menghadap kelima pegawainya yang masih duduk terdiam di sofa ruang kerjanya.

“Serahkan hasil penataan ruang yang kalian kerjakan padaku besok. Aku akan bertanya lebih banyak nanti. Kalian boleh kembali ke tempat kalian.”

Ne.” Jawab sebagian dari mereka. Lalu mereka pun beranjak dari duduknya menuju pintu.

“Hm.. Suzy!” Junho memanggil Suzy yang berjalan paling belakang sebelum yeoja itu keluar dari ruangannya.

Suzy menoleh terpaksa. Ada rasa penasaran juga yang menghinggapinya bermaksud mengetahui maksud Junho memanggilnya.

“Kuharap kita dapat bekerja sama.” Kata Junho sambil kembali memamerkan senyuman liciknya.

Suzy menyadari kalau Junho hanya berusaha menggodanya. Memamerkan kekuasaannya untuk perlahan menindasnya. Bila benar itu maksud Junho, Suzy sama sekali tidak takut.

Suzy tidak menanggapi pernyataan itu. Ia kemudian melanjutkan usahanya untuk keluar dari ruangan itu dengan tidak lupa membanting pintu itu dengan sangat keras sekedar untuk memastikannya tertutup rapat.

“YA!” Junho mulai tidak tahan dengan sikap Suzy. Bahkan sebelum benar-benar berperang, yeoja itu telah mengibarkan bendera peperangan, tanda siap untuk melawan.

Author’s POV end

—<><>—

Junho’s POV

Masih ada yang mengganjal dalam pikiranku. Aku sama sekali heran dengan sikap Seohyun kemarin yang sama sekali berlaku seperti tidak terjadi apa-apa diantara kami sebelumnya. Bahkan ia dengan nyamannya memelukku tanpa beban pikiran sedikit pun. Sebenarnya apa yang telah terjadi selama aku tidak ada di Seoul?

Aku masih belum juga menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang ada di kepalaku selama dalam perjalanan menuju kedai tempat Seohyun berada.

Setelah memarkir mobilku di depan kedai yang dimaksud, aku segera masuk kedalam kedai itu. Hari ini aku harus menanyakannya langsung pada Seohyun. Banyak yang tidak kumengerti dari sikapnya itu.

Aku melihat Seohyun duduk di salah satu sudut ruang itu. Tangan kanannya melambai ke arahku memudahkanku menemukan sosoknya. Sementara tangan kirinya menggenggam secangkir teh hangat. Ya, kedai ini memang khusus menyuguhkan minuman teh hangat yang sangat cocok dinikmati di tengah udara dingin Korea seperti sekarang ini.

Seohyun tersenyum manis kearahku begitu aku mengambil posisi duduk tepat di hadapannya.

“Sudah lama menunggu?” Aku menarik kursi yang kududuki agar lebih rapat pada meja di depanku.

Ani. Aku juga baru sampai.” Seohyun menggeleng pelan sambil tetap tersenyum.

Aku ragu untuk membalasnya. Banyak pertanyaan yang hinggap di kepalaku. Dan sepertinya aku harus segera meluruskannya.

“Seohyun-ah. Tentang hubungan kita lima tahun yang lalu…” Aku menggantung kalimatku, berharap Seohyun mengerti apa yang ingin kutanyakan.

Oppa, apa kau ingin memesan secangkir teh?”

N-ne?” Aku sedikit terkejut dengan reaksi Seohyun yang seperti sedang mengalihkan pembicaraan. “Ne, boleh.”

Seohyun hanya tersenyum singkat ke arahku lalu melambaikan tangannya kepada salah seorang pelayan kedai itu untuk membantuku memesan secangkir teh.

Aku semakin bingung dengan sikap Seohyun yang hanya tertunduk lesu sambil beberapa kali memaksakan diri meneguk tehnya yang masih panas. Akibatnya ia menumpahkan sedikit teh itu ke atas meja karena keterkejutannya mendapati air teh yang masih panas itu menyentuh bibir kecilnya. Ia mengambil beberapa lembar tissue untuk membersihkan tumpahan itu di atas meja. Jelas sekali ia sangat gugup seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

“Seohyun-ah. Sebenarnya apa yang terjadi?” Aku menggenggam tangannya erat. Menghentikan kesibukannya yang tidak henti-hentinya berusaha menghilangkan noda air teh di taplak meja. Aku melihat matanya mulai memerah dan suara isaknya perlahan terdengar jelas. Sepertinya ia berusaha menahan tangisannya.

Aniyo. Gwaenchanha.” Seohyun menepis tanganku. Suaranya bergetar hebat.

Aku tau sikapnya ini pasti berkaitan dengan hubungan kami yang harus kandas beberapa hari sebelum kepergianku ke Amerika lima tahun lalu. Aku sempat mengurungkan niatku untuk meluruskan permasalahan ini. Aku tidak tega melihat Seohyun seperti sekarang ini. Tapi tunggu dulu, kenapa malah dia yang seolah-olah terluka? Bukankah justru dia yang mencampakanku lima tahun lalu?

Arrgh! Keadaan ini benar-benar membuatku bingung.

“Aku tau Oppa ingin mengingatkanku bahwa hubungan kita telah berakhir lima tahun lalu bukan?” Seohyun berusaha keras menatap mataku. Matanya memerah, bahkan bisa kusaksikan sebutir air dari matanya mengalir jatuh membasahi pipi mulusnya.

“Seohyun-ah.” Aku tidak mampu berkata-kata lagi selain menyebut namanya. Tanganku seolah bergerak sendiri menghapus air mata di wajah cantiknya.

Tapi tiba-tiba Seohyun menepis tanganku dari wajahnya ketika tanganku belum menyelesaikan tugasnya dengan baik. “Oppa, tolong jangan perhatikan aku seperti ini. Bila kau bersikap seperti ini terus, aku akan semakin sulit melupakanmu.” Suara isak tangisnya semakin terdengar jelas dan itu menambah lebih banyak air mata yang tumpah dari matanya.

Aku hanya bisa terpaku mendengar kata-katanya itu. Aku semakin bingung dengan semuanya. Sebenarnya apa yang diinginkan Seohyun? Ia yang meninggalkan dan memutuskan hubungannya denganku lima tahun lalu. Aku bahkan segera mengiyakan permintaan appa yang menyuruhku melanjutkan sekolah ke Amerika walaupun sebelumnya ku tolak mati-matian karena tidak ingin jauh dari yeoja yang kucintai yaitu dia. Tapi sikapnya kemarin sama sekali tidak memperlihatkan perasaan bersalah sedikitpun.

Oppa, mianhaeyo.”

Aku masih terpaku menunggu ia selesai mengucapkan alasan atas permintaan maafnya itu.

“Lima tahun yang lalu aku terpaksa memutuskan hubungan kita.” Seohyun berusaha sekuat tenaga menahan nada suaranya yang bergetar. Matanya tak berani menatapku.

Mho?” Perkataan Seohyun semakin membuatku bingung. Aku butuh penjelasan sejelas-jelasnya.

“Orang tuaku memaksaku bertunangan dengan namja yang tidak kusukai. Aku tidak ada pilihan lain, mereka terus saja mendesakku memutuskan hubungan denganmu.” Kini ia menatapku dengan sepasang matanya yang penuh dengan air mata. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas pantulan diriku di matanya.

Aku masih terdiam mencerna semua perkataan Seohyun. Andaikan ia tau perasaanku pada saat ia mencampakanku. Aku bahkan mengalami masa-masa sulit pada tahun pertama di negeri asing sana. Kemurunganku membuatku sulit untuk bergaul dan memiliki teman. Namun perlahan aku membuka mataku, tidak seharusnya aku seperti itu terus. Dan pada tahun-tahun berikutnya akhirnya aku bisa benar-benar melupakannya. Sampai kemarin kudapati sosok Seohyun setelah sekian lama tidak bertemu, tidak ada lagi getaran seperti yang kurasakan lima tahun lalu. Namun aku juga tidak membencinya, aku menyanyanginya, sungguh menyayanginya sebagai seorang kakak terhadap adiknya.

“Setelah secara kebetulan melihatmu kembali, aku tidak bisa menyangkal perasaanku yang masih sangat merindukanmu, Oppa.”

Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku harus tau posisiku berada saat ini. Seohyun sudah bertunangan dengan orang lain dan aku bukan siapa-siapanya lagi. Aku hanya tidak ingin membuatnya semakin terluka. Aku tidak ingin menunjukan seolah aku memberikannya harapan.

“Aku benar-benar sedih karena tidak lama lagi aku harus menikah dengan seseorang yang tidak kucintai. Padahal sejak dulu aku selalu berharap bisa berada di sampingmu saat mengucapkan janji suci.” Seohyun kini menunduk, badannya lemas hingga bersandar di kursinya. Aku menoleh melihat kondisinya yang kacau. Tidak pernah kubayangkan ia masih menyimpan perasaan terhadapku sejak kejadian lima tahun itu.

Tapi semuanya kini telah berubah, aku juga menghargai keputusan orang tua Seohyun yang memutuskan memilihkan pasangan untuknya.

“Seohyun-ah. Gomawoyo, sudah mau jujur padaku. Aku sama sekali tidak menyalahkanmu atas semua yang telah terjadi.” Aku memegang dagunya lalu menuntunnya untuk menatapku. “Tapi semuanya sudah berubah. Hubungan kita sudah berakhir lima tahun lalu. Kau juga sudah mempunyai seseorang yang pasti sangat menyayangimu.” Tanganku kini bergerak lembut menghapus sisa-sisa air mata di pipinya.

Oppa?”

“Kuharap kau akan bahagia.”

Kalimat terakhirku membuat Seohyun kembali berkaca-kaca. Tidak lama setelah itu, air matanya kembali mengalir.

“Aish~ kenapa kau menangis lagi? Seohyun-ah.”

Seohyun tersenyum kecil, lalu dengan segera ia menyeka air matanya dengan kedua punggung tangannya asal. Ia berusaha tersenyum kearahku, berusaha menelan semua perkataanku. Aku tau ia terluka dibalik senyumnya, tapi aku yakin ini yang terbaik untuknya.

Junho’s POV end

—<><>—

Author’s POV

Suzy melangkahkan kakinya di halte terdekat dari apartemen tempatnya tinggal. Ia baru saja turun dari bus malam yang beroperasi terakhir dihari ini. Jam di tangannya menunjukan sudah lebih dari jam sebelas malam. Tidak biasanya Suzy lembur selarut ini. Hasil kerja yang ditagih Junho siang tadi memaksanya mengerjakannya hingga selesai.

Suzy melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan sepi menuju apartemennya. Nampak jelas keletihan di wajahnya. Ia ingin segera sampai untuk beristirahat.

Srek!!

Terdengar suara langkah kaki yang terseret di belakangnya. Suzy menghentikan langkahnya sejenak kemudian perlahan menoleh kebelakang untuk memastikan suara apa itu. Nihil, Suzy tidak menemukan siapapun di belakangnya. Dengan sedikit ragu, ia melanjutkan langkahnya yang tertunda. Kali ini ia mempercepat irama langkahnya dan berusaha mengusir perasaan takut yang tiba-tiba saja menghinggapinya.

Srek! Srek!

Suara itu semakin jelas terdengar di belakang Suzy, kali ini semakin sering terdengar.

Masih dengan berjalan cepat, Suzy memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Sedetik kemudian ia kembali menghadap jalanan di depan dan mempercepat langkahnya menjadi setengah berlari. Jantungnya bekerja semakin cepat, keringat dinginnya tiba-tiba saja membasahi keningnya tanpa diperintah. Ia masih ragu dengan apa yang baru saja ia lihat. Ia melihat beberapa orang mengikutinya dari belakang lalu berusaha menyembunyikan diri masing-masing ketika ia menoleh tadi.

Masih beberapa belokan lagi untuk sampai di apartemen Suzy. Suzy mulai panik, bahkan Ia sudah benar-benar berlari ketika berbelok di belokan selanjutnya. Bersamaan dengan itu suara langkah kaki di belakangnya semakin jelas bahkan berubah menjadi langkah-langkah keras yang saling beradu dengan cepat.

Suzy sudah tidak berani menoleh. Nafasnya yang tersengal-sengal menambah kerja jantungnya semakin cepat. Ia makin panik, ia tidak akan berhasil lolos bila hanya beradu lari dengan orang-orang itu. Ia menghentikan usahanya berlari ketika sampai pada belokan selanjutnya. Dengan sigap ia mengambil kayu yang kebetulan tergeletak di atas tempat sampah. Begitu salah satu dari orang yang mengejarnya muncul dari belokan itu, Suzy segera mengayunkan kayu itu tepat di wajah orang itu dengan keras. Namun sepertinya pukulan itu masih kurang keras untuk seorang namja yang berbadan tinggi tegap. Namja itu hanya terlihat mundur beberapa langkah sambil meringis pelan memegang wajahnya.

Suzy terlambat untuk melarikan diri. Dua orang namja lainnya telah mengepungnya. Bahkan salah satu dari dua orang itu berhasil merebut kayu dari genggaman Suzy dan membuangnya jauh ke belakang. Suasana gelapnya malam menyulitkan Suzy untuk melihat jelas wajah ketiga orang itu. Namun sepertinya ia mengenali salah satu dari mereka.

Suzy mundur perlahan, matanya tidak ia biarkan lengah menatap satu per satu namja yang ada di depannya. Ia tidak mengerti apa yang ingin orang-orang itu lakukan padanya. Tapi ia harus sekuat tenaga menjaga dirinya sendiri. Suasana sepi di sekitar apartemennya membuatnya tidak dapat berharap banyak akan ada yang menolongnya.

“Mau apa kalian?” Langkah Suzy terhenti ketika ia tidak dapat menemukan lagi lahan yang masih bisa ia injak. Kakinya hanya membentur tembok besar di belakangnya saat berusaha membuat jarak dari ketiga orang yang berjalan semakin mendekat ke arahnya. Ketiga orang itu benar-benar telah menyudutkannya.

“Apa masih perlu kujawab pertanyaanmu?” Salah satu dari mereka mengeluarkan suara. Orang itu juga yang sepertinya Suzy kenal.

“Mau apa kau?” Suzy bertanya sekali lagi. Tapi kali ini khusus ia tujukan untuk namja yang tadi baru saja bersuara. Orang itu terus saja berjalan semakin mendekatinya. Bahkan kini jarak mereka hanya tinggal satu langkah.

Suzy menempelkan rapat-rapat tubuhnya ke tembok besar di belakangnya, berusaha menambah jarak dari namja yang ada tepat di hadapannya walaupun hanya 1 senti. Jantungnya lancang bekerja tak seperti biasanya. Berkali-kali ia menelan ludahnya susah payah, berusaha mengurangi rasa takutnya namun sama sekali tidak membantu.

“Kau ingat apa yang telah kau lakukan padaku kan? Kau benar-benar mempermalukanku di depan banyak orang.” Namja itu menghabiskan jaraknya dengan Suzy. Bahkan bisa Suzy rasakan ujung sepatunya beradu dengan ujung sepatu namja itu. “Kau tau akibatnya bila berani mempermalukanku di depan banyak orang?” Kini tangannya menyentuh wajah pucat Suzy. Suzy berusaha menepisnya, tapi usahanya digagalkan oleh orang di samping kirinya. Orang itu menahan tangannya dengan genggaman kuat. Ketika Suzy berusaha untuk membebaskan diri dari kepungan itu, orang disamping kanannya ikut melaksanakan tugasnya menghentikan perlawanannya dengan mematikan gerakannya.

Suzy tidak bisa berkutik ketika jemari namja di hadapannya mulai mengusap perlahan bibir bawahnya. “Aku ingin memberikanmu sedikit pelajaran.” Namja itu berbisik ketika jarak antara wajahnya dengan Suzy hanya tinggal beberapa senti.

Suzy berusaha memberontak. Karena kedua tangannya tidak mungkin bisa diandalkan karena cengkraman kedua orang di kiri dan kanannya, ia memutuskan untuk menendang namja kurang ajar di hadapannya itu dengan sekuat tenaga.

ARRGGHK!!!

Suzy berhasil, namja itu meringis kesakitan memegangi daerah selangkangannya. Dua orang yang sejak tadi sibuk menahan Suzy mulai melemahkan genggamnanya, membuat Suzy dapat dengan mudah meloloskan diri.

Suzy berlari sekuat tenaga menjauh dari orang-orang itu. Tapi sepertinya Suzy salah arah. Ia malah berlari ke tempat yang lebih gelap dan sempit. Ketika menyadari hal itu ia benar-benar terlambat untuk mencari jalan lain. Ketiga orang itu telah berdiri tepat di belakangnya yang menemukan jalan buntu.

Suzy berbalik membelakangi tembok yang menghentikan langkahnya. Ketiga orang dihadapannya tersenyum lebar merayakan kemenangannya.

Namja yang sempat ditendang Suzy dengan sangat keras tadi menghampirinya. Ia mendorong tubuh Suzy hingga tersungkur ke aspal. Dengan sedikit memberikan kode, kedua rekannya yang lain segera menghampiri Suzy dan menahan pergerakan yeoja itu agar tidak dapat berkutik.

Suzy hanya dapat menahan guncangan tubuhnya agar tidak terlihat takut dihadapan ketiga orang itu.

Namja di depannya kini berlutut mendekatinya. Tangannya menjenggut kasar rambut panjang Suzy sehingga memaksa yeoja itu untuk mendongakkan kepala menatapnya.

“Kau bahkan masih berani menampakan sifat angkuhmu itu di depanku. Kau pikir kau itu siapa? Hah?” Namja itu semakin keras menarik rambut Suzy kebelakang. Sementara Suzy masih saja berusaha menahan rasa sakitnya itu.

“Cih, ini yang kau sebut dirimu sebagai pria sejati? Kau bahkan tidak lebih dari sekedar pecundang.” Suzy masih sempat menghina namja di depannya itu. Sifat angkuhnya bahkan tidak dapat ia cegah walaupun dalam keadaan tertekan seperti saat ini.

“Apa kau bilang? Berani sekali kau.” Namja itu geram, ia segera menghadiahi Suzy sebuah tamparan keras akibat perkataannya tadi.

Lagi-lagi Suzy mencoba menahan rasa sakitnya. Sifat angkuhnya masih mendominasi.

“Aku akan memberikanmu pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu.” Setelah berkata begitu, namja itu berusaha mencium paksa bibir Suzy, tapi dengan segera Suzy memalingkan wajahnya. Tidak putus asa, namja itu beralih menciumi pipi dan leher Suzy. Sumentara tangannya berusaha membuka paksa kancing kemeja Suzy.

Berkali-kali Suzy berteriak dan mencoba membebaskan diri sebisanya, namun cengkraman tangan kedua orang lainnya terlalu kuat untuk dilepas.

Author’s POV end

—<><>—

To Be Continue…

A/N : Waahh… Kepanjangan yah?? Mian kalo bikin bosen. Gimana yah nasib Suzy selanjut ny?? Please leave your comment… 😀

151 thoughts on “[FF Freelance] Love is Really Blind (Part 2)

  1. Hmm ku baru tau -pas baca coment- kalau junsupasangannya sama seohyun ku kira yeoja yg di maksud suzy soalnya ku ngga baca yg bagian seohyun junho, hhee mian.. Ku trllu sibuk sa,a junzy 😀 *plaak *lanjut part3* 😉

  2. aku makasih banget kak…
    ceritanya seru…
    apalagi junzy couple yang meranin…

  3. yah suzy- 😦 kasian thor!

    kenapa jun sama seohyun?! seo nya genit pula gitu…udah lah what past is past wkwk..
    ketemu lagi di chapter selanjutnya thor…

  4. suzy gadis yg keren..
    aku suka sama karakternya suzy eon ^_^
    apalagi ngebayangin gimana sikapnya ke junho oppa 🙂

Don't be a silent reader & leave your comment, please!